Page

Minggu, 31 Juli 2016

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT



REVIEW PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
DOSEN PENGAMPU:  AHMAD ASRONI, M.Hum.



 


DISUSUN OLEH:

1.         SUSILAWATI              (15830045)
2.         RAMADHAN EDHI S. (15830047)
3.         RISKA YANTY           (15830074)
4.         ARDHI                           (15830082)



PROGRAM STUDI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar belakang
Keberbangsaan kita, yaitu bangsa yang berlandaskan Pancasila, belum bisa disebut “sempurna”. Ketidak sempurnaan ini tercermin dari bagaimana kita berpikir dan bertindak. Cara berpikir dan bertindak kita belum mencerminkan Pancasila secara utuh.
Maraknya kasus penyimpangan yang di publikasikan di media seperti tindakan korupsi, kriminal, berlaku anarkis atas nama agama dan golongan, munculnya aliran-aliran anti Pancasila dan pemikiran-pemikiran radikal-liberalis menjadi bukti belum sempurnya kita ber-Pancasila.
Fenomena-fenomena tersebut muncul disebabakan oleh kurangnya pemahaman kita tentang Pancasila. Sebahagian dari kita menganggap sudah ber-Pancasila dengan hanya memeluk salah satu agama yang diakui di Indonesia. Padahal, berketuhanan yang Maha Esa saja tidaklah cukup. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan dan seterusnya adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan dipisah-pisah. 
Pancasila adalah suatu sistem filsafat, dimana antar sila dari Pancasila tidak boleh diputus tali yang mengikat satu sama lain dan merupakan pedoman kita dalam berpikir dan bertindak. Dengan demikian apa yang menjadi cita-cita Pancasila dapat terwujud dalam realitas kehidupan berbangsa kita.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat”. Dalam pembahasan ini diharapkan pembaca bisa memahami dan mengaplikasikan Pancasila secara utuh dan benar dalam kehidupan sehari-hari.
B.            Rumusan masalah
1.           Apa itu pengertian filsafat?
2.           Bagaimana rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
3.           Bagaimana penerapan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia?
4.           Apa inti sila-sila Pancasila?
C.      Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian filsafat.
2.      Memahami rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
3.      Menerapkan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
4.      Menyebutkan inti sila-sila Pancasila.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita tidak lepas dari kegiatan berfilsafat. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Secara etomologis istilah Filsafat berasal dari bahasa Yunani ”philein” yang artinya cinta dan “shopos” yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau “wisdom”. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna, cinta kebijaksanaan.
Pengetahuan bijaksana memberi kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu orang yang mencarinya adalah yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik setiap filosof dari dahulu sampai sekarang.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1.      Filsafat sebagai produk yang mencakup pengenertian.
a.       Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu. Misalnya rasionalisme, materialisme, dan pragmatisme.
b.      Filsafat sebagai suatu jenis problema, yang dihadapi manusia, sebagai hasl dari aktifitas berfilsafat.
2.      Filsafat sebagai proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis.
B.            Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
1.      Susunan kesatuan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopluralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani rohani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan YME. Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis.

2.      Susunan pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal.
Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urutan yang luas (kwantitas) dan dalam hal isi sifatnya (kwalitas).  Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan hierarkhis piramidal, maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Sebaliknya Ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di dalam setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya.

3.      Rumusan hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang ‘majemuk Tunggal‘,  hierarkis piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya. Atau dengan lain perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling meng-kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Sila Ketuhanan yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab. Berpersatuan Indonesia, berketrakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.        Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, adalah berketuhanan Maha Esa. Berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
3.        Sila Persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilaan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
4.        Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-ketuhanan yang Maha Esa. Berkemanusiaan yang adil dan beradab. Berpersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.        Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab. Berpersatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonegoro, 1975:43,44)


C.             Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
1.      Dasar Antropologis sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.  Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis.  Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar Antropologis.  Subjek pendukung hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.

2.      Dasar Epistemologis sila-sila Pancasila.
Dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia, bahwa manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila. Dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia. 
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yairu
a.       Tentang sumber pengetahuan manusia
b.      Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
c.       Tentang watak pengetahuan manusia

3.      Dasar Aksiologis sila-sila Pancasila
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing.  Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan.  Dari macam pandangan tentang nilai tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu pandangan yang bersifat subjektif dan objektivisme.


D.                Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Republik Indonesia
1.      Dasar filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Dalam hubungannya dengan pengertian nilai sebagai mana tersebut diatas maka pancasila tergolong nilai kerohanian, akan tetapi nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital karena pada hakikatnya menurut pancasila bahwa negara adalah jasmani rohani. Selain itu, secara klausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat obyektif dan subyektif
.
Nilai-nilai pancasila yang bersifat objektif sebagai berikut:
1)      Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2)      Inti nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3)      Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di indonesia.



Sebaliknya nilai-nilai subjektif pancasila dapat diartikan dalam keberadaan nilai-nilai pancasila itu bergantung atau melekat pada bangsa indonesia sendiri yang dijelaskan sebagai berikut:
1)      Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis.
2)      Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarat berbangsa dan bernegara.
3)      Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung 7 nilai kerohanian yaitu kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksaan, etis estetis, dan nilai religius.
2.      Nilai-nilai Pancasila sebagai nilai fundamental negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung 4 pokok pikiran yaitu:
a.       Pokok pikiran pertama
Menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan.  Yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.  (penjabaran sila ketiga)
b.      Pokok pikiran kedua
Menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga dan mencerdaskan kehidupan, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. (penjabaran sila kelima)

c.       Pokok pikiran ketiga
Menyatahan bahwa negara berkedaulatan rakyat.  Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.  Menunjukkan bahwa negara demokrasi yairu kedaulatan ditangan rakyat.  (penjabaran sila keempat).
d.      Pokok pikiran keempat.
Menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhannan yang Maha Esa meurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.  Sila pertama dan sila kedua merupakan sumber moral dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.  Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara.  (penjabaran sila pertama dan kedua).

            Pokok pikiran ini sebagai dasar, fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi berikutnya perlu diwujudkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945.  Dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Selain itu bahwa nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.
            Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dannasib bangsa ini hendaklah didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam pokok Pikiran keempat tersebut yaitu moral Ketuhanan dan Kemanusiaan agar kehidupan rakyat menjadi semakin bertambah sejahtera.




E.       Inti isi sila-sila pancasila
1.      SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sila ketuhanan yang maha esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam silaketuhanan yang maha esa terkandung nilai bahwa negarea yang didirikan adalah sebagai pengejewantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggarakan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.              KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersunber dari dasar ffilosoffis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar untuk mewujudkan nilai kemanusiaan sebagai makluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran  sikap mpral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhaap lingkungannya.

3.                  PERSATUAN INDONESIA
Dijiwai oleh Sila keTuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkanaan dalam permusyawaran perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.
Negara merupakan suatu persekutuan hidup berdamai diantara elemen elemen yang membentuk Negara berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama, beraneka ragam tetapi satu Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk untuk mewujudkan tujuan bersama.

4.                  KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

Menjiwai 4 sila lainnya dan nilai Filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa Hakikat Negara adalah sebagai penjelmaaan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan makluk sosial.
Hakikat Rakyat adalah sekolompok manusia seagai makluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan Harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah. Rakyat adalah subyek pendukung pokok Negara. Negara asal adalah dari oleh dan untuk rakyat.


5.                  KEADILAN SOSILA BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Menjiwai ke 4 sila lainnya. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan tersebut di dasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri,manusia dengan manusia lain,manusia dengan masyarakat,bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan TuhanNya.























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Filsafat adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan kebijakan. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
Filsafat Pancasila adalah hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
















DAFTAR PUSTAKA


Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila, Paradigma: Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar