REVIEW PANCASILA
PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
DOSEN
PENGAMPU: AHMAD ASRONI, M.Hum.
DISUSUN OLEH:
1.
SUSILAWATI (15830045)
2.
RAMADHAN EDHI S. (15830047)
3.
RISKA YANTY (15830074)
4.
ARDHI (15830082)
PROGRAM STUDI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Keberbangsaan kita, yaitu bangsa yang berlandaskan
Pancasila, belum bisa disebut “sempurna”. Ketidak sempurnaan ini tercermin dari
bagaimana kita berpikir dan bertindak. Cara berpikir dan bertindak kita belum
mencerminkan Pancasila secara utuh.
Maraknya kasus penyimpangan yang di publikasikan
di media seperti tindakan korupsi, kriminal, berlaku anarkis atas nama agama
dan golongan, munculnya aliran-aliran anti Pancasila dan pemikiran-pemikiran
radikal-liberalis menjadi bukti belum sempurnya kita ber-Pancasila.
Fenomena-fenomena tersebut muncul disebabakan oleh
kurangnya pemahaman kita tentang Pancasila. Sebahagian dari kita menganggap
sudah ber-Pancasila dengan hanya memeluk salah satu agama yang diakui di
Indonesia. Padahal, berketuhanan yang Maha Esa saja tidaklah cukup.
Berkemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan dan
seterusnya adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan
dipisah-pisah.
Pancasila adalah suatu sistem filsafat, dimana
antar sila dari Pancasila tidak boleh diputus tali yang mengikat satu sama lain
dan merupakan pedoman kita dalam berpikir dan bertindak. Dengan demikian apa
yang menjadi cita-cita Pancasila dapat terwujud dalam realitas kehidupan
berbangsa kita.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat”. Dalam pembahasan ini diharapkan pembaca bisa memahami
dan mengaplikasikan Pancasila secara utuh dan benar dalam kehidupan
sehari-hari.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa itu pengertian filsafat?
2.
Bagaimana rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
3.
Bagaimana penerapan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan
Negara Republik Indonesia?
4.
Apa inti sila-sila Pancasila?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan pengertian filsafat.
2.
Memahami rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
3.
Menerapkan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan Negara
Republik Indonesia.
4.
Menyebutkan inti sila-sila Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita tidak
lepas dari kegiatan berfilsafat. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Secara etomologis istilah Filsafat berasal dari
bahasa Yunani ”philein” yang artinya cinta dan “shopos” yang artinya hikmah
atau kebijaksanaan atau “wisdom”. Jadi secara harfiah istilah filsafat
mengandung makna, cinta kebijaksanaan.
Pengetahuan bijaksana memberi kebenaran, orang,
yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu orang yang mencarinya adalah
yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik
setiap filosof dari dahulu sampai sekarang.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai
masalah dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
1.
Filsafat sebagai produk yang mencakup pengenertian.
a.
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari
para filsuf pada zaman dahulu. Misalnya rasionalisme, materialisme, dan
pragmatisme.
b.
Filsafat sebagai suatu jenis problema, yang dihadapi manusia, sebagai hasl
dari aktifitas berfilsafat.
2.
Filsafat sebagai proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk
suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam
pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat
dinamis.
B.
Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
1.
Susunan kesatuan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis
tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis
manusia sebagai pendukung dari inti sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia
‘monopluralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani rohani,
‘sifat kodrat’ individu-makhluk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi
berdiri sendiri-makhluk Tuhan YME. Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan
suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis.
2.
Susunan pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal.
Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urutan yang luas (kwantitas) dan
dalam hal isi sifatnya (kwalitas).
Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan hierarkhis piramidal, maka
sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sebaliknya
Ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan
serta berkeadilan sosial sehingga di dalam setiap sila senantiasa terkandung
sila-sila lainnya.
3.
Rumusan hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan
saling mengkualifikasi.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang ‘majemuk Tunggal‘, hierarkis piramidal juga memiliki sifat
saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam
setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya. Atau dengan lain perkataan
dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Adapun
rumusan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling
meng-kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa, adalah
berkemanusiaan yang adil dan beradab. Berpersatuan Indonesia, berketrakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, adalah
berketuhanan Maha Esa. Berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia.
3.
Sila Persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan
yang Maha Esa. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilaan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
4.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-ketuhanan yang Maha Esa. Berkemanusiaan
yang adil dan beradab. Berpersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi
seluruh dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab. Berpersatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonegoro, 1975:43,44)
C.
Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat
1.
Dasar Antropologis sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila
bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Dasar
ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
monopluralis. Oleh karena itu hakikat
dasar ini juga disebut sebagai dasar Antropologis. Subjek pendukung hakikat dasar antropologis
sila-sila Pancasila adalah manusia.
2.
Dasar Epistemologis sila-sila Pancasila.
Dasar epistemologis Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia, bahwa manusia
merupakan basis ontologis dari Pancasila. Dengan demikian mempunyai implikasi
terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan
dalam bangunan filsafat manusia.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologi yairu
a.
Tentang sumber pengetahuan manusia
b.
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
c.
Tentang watak pengetahuan manusia
3.
Dasar Aksiologis sila-sila Pancasila
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal
ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa
hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Dari macam pandangan tentang nilai tersebut
dikelompokkan menjadi dua yaitu pandangan yang bersifat subjektif dan
objektivisme.
D.
Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Republik
Indonesia
1.
Dasar filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta
sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu
nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Dalam hubungannya dengan pengertian nilai sebagai mana tersebut
diatas maka pancasila tergolong nilai kerohanian, akan tetapi nilai kerohanian
yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital karena pada hakikatnya
menurut pancasila bahwa negara adalah jasmani rohani. Selain itu, secara
klausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat obyektif dan subyektif
.
Nilai-nilai pancasila yang bersifat objektif
sebagai berikut:
1)
Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya
yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak,
karena merupakan suatu nilai.
2)
Inti nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3)
Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum
memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan
suatu sumber hukum positif di indonesia.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif pancasila dapat
diartikan dalam keberadaan nilai-nilai pancasila itu bergantung atau melekat
pada bangsa indonesia sendiri yang dijelaskan sebagai berikut:
1)
Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis.
2)
Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran,
kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarat berbangsa dan
bernegara.
3) Nilai-nilai pancasila di
dalamnya terkandung 7 nilai kerohanian yaitu kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksaan, etis estetis, dan nilai religius.
2.
Nilai-nilai Pancasila sebagai nilai fundamental negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD
1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai
Pancasila mengandung 4 pokok pikiran yaitu:
a.
Pokok pikiran pertama
Menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan. Yaitu negara yang melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mengatasi segala paham
golongan maupun perseorangan.
(penjabaran sila ketiga)
b.
Pokok pikiran kedua
Menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga dan
mencerdaskan kehidupan, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. (penjabaran sila kelima)
c.
Pokok pikiran ketiga
Menyatahan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan. Menunjukkan
bahwa negara demokrasi yairu kedaulatan ditangan rakyat. (penjabaran sila keempat).
d.
Pokok pikiran keempat.
Menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhannan yang Maha Esa meurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila pertama dan sila kedua merupakan sumber
moral dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Hal ini mengandung arti bahwa negara
Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup
negara. (penjabaran sila pertama dan
kedua).
Pokok
pikiran ini sebagai dasar, fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi
berikutnya perlu diwujudkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan
dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Selain itu bahwa nilai-nilai Pancasila juga merupakan
suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan.
Oleh
karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya
bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi
dannasib bangsa ini hendaklah didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam
pokok Pikiran keempat tersebut yaitu moral Ketuhanan dan Kemanusiaan agar
kehidupan rakyat menjadi semakin bertambah sejahtera.
E.
Inti isi sila-sila pancasila
1.
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sila
ketuhanan yang maha esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam silaketuhanan yang maha esa terkandung nilai bahwa negarea yang
didirikan adalah sebagai pengejewantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. oleh karena itu
segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggarakan negara bahkan
moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara,
hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga
negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara
sistematis didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan
yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya.
Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersunber dari dasar
ffilosoffis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh
karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan
perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat
dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar untuk
mewujudkan nilai kemanusiaan sebagai makluk yang berbudaya, bermoral dan
beragama. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap mpral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma
dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun
terhaap lingkungannya.
3.
PERSATUAN
INDONESIA
Dijiwai oleh Sila keTuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkanaan dalam permusyawaran perwakilan
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai bahwa
Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai
mahluk individu dan mahluk sosial.
Negara
merupakan suatu persekutuan hidup berdamai diantara elemen elemen yang
membentuk Negara berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama,
beraneka ragam tetapi satu Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan
melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu
persatuan dalam kehidupan bersama untuk untuk mewujudkan tujuan bersama.
4.
KERAKYATAN YANG
DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
Menjiwai 4 sila lainnya dan nilai Filosofis yang terkandung didalamnya
adalah bahwa Hakikat Negara adalah sebagai penjelmaaan sifat kodrat manusia
sebagai mahluk individu dan makluk sosial.
Hakikat Rakyat
adalah sekolompok manusia seagai makluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu yang
bertujuan mewujudkan Harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah. Rakyat
adalah subyek pendukung pokok Negara. Negara asal adalah dari oleh dan untuk
rakyat.
5.
KEADILAN SOSILA
BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Menjiwai ke 4 sila lainnya. Dalam sila kelima
tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
(kehidupan sosial). Keadilan tersebut di dasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya
sendiri,manusia dengan manusia lain,manusia dengan masyarakat,bangsa dan
negaranya serta hubungan manusia dengan TuhanNya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Filsafat adalah ilmu
yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan
kebijakan. Pancasila
dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai
pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai
fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
Filsafat
Pancasila adalah hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia
yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan
paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2014. Pendidikan
Pancasila, Paradigma: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar