Nilai Etis Islam pada Pengelolaan Risiko dalam Investasi
1Riska Yanty
1.Faculty
of Islamic Economics and Business
State
Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta-Indonesia
![]() |
Abstract :
Keberhasilan suatu
perusahaan dalam perspektif etika
bisnis Islam, tidak cukup hanya diukur dari hasil
kinerja keuangan dan peningkatan nilai pemegang saham (share holders value)
semata, akan tetapi orang mulai mengaitkannya dengan seberapa baik perusahaan
telah menerapkan prinsip investasi
yang etis dan bertanggung jawab, tidak
lagi menjadi hanya sekedar himbauan semata, tetapi sudah menjadi kewajiban etis
yang harus diataati.

Pendahuluan
Sesungguhnya permasalahan ekonomi umat manusia yang paling
fundamental bersumber dari kebutuhan manusia itu sendiri dan kebutuhan itu pada
umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa menggunakan faktor – faktor produksi seperti
: sumber daya manusia, modal, tanah, dan usaha. Apabila manusia memiliki sarana
tidak terbatas untuk memenuhi semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak
akan timbul. Karena beraneka ragamnya keinginan dan kurangnya sarana memaksa
kita untuk mengambil keputusan untuk memilih diantara banyak kebutuhan dan
kemudian mendistribusikannya sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dengan optimal.
Apabila dilihat dari fungsinya harta, islam menganjurkan agar
menggunakan harta secara efektif dan efisien. Pengelolaan harta tersebut dapat
digunakan untuk keperluan sehari – hari, bisa juga disimpan, atau
diinvestasikan. Semua keperluan tersebut hendaknya juga diarahkan yang sesuai
dengan prinsip syariah. Islam mengajarkan umatnya untuk berusaha mendapatkan
kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat. Memperoleh kehidupan yang
baik di dunia dan di akhirat ini yang dapat mencapai kebahagiaan lahir dan
batin. Salah satu cara mencapai kesejahteraan itu dengan melakukan kegiatan
investasi.
Dewasa ini, investasi
menjadi suatu pilihan bagi suatu lembaga nirlaba dalam mengelola kekayaan yang
dimilikinya. Harapannya, investasi ini dapat memberikan kontribusi dalam
peningkatan harta organisasi, yang dihasilkan melalui penerimaan hasil
investasi dengan menutup atau membayar kembali nilai investasi awal dan
meningkatkan jumlah harta yang telah ada.
Pelaksanaan investasi
harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Faktor keterbukaan/transparasi
informasi mutlak dilakukan antar pengelola organisasi terutama ketika investasi
itu baru saja akan dimulai. Informasi yang disampaikan dapat berupa alternatif
dari jenis-jenis investasi yang tersedia, risiko yang mungkin dihadapi pada tiap jenis investasi,
dan analisis investasi terutama untuk investasi yang bersifat jangka panjang.
Hal lainnya yang tidak
kalah penting dalam melakukan investasi adalah etika moral berinvestasi. Etika
moral berinvestasi merupakan salah satu kebijakan investasi. Suatu investasi
tidak hanya mengedepankan hasil yang tinggi dan menghindari risiko sejauh
mungkin. Tetapi juga harus mempertimbangkan aspek etika. Berangkat dari latar belakang
demikian, tulisan ini akan mengkaji nilai etis Islam pada pengelolaan risiko
dalam investasi.
Theoretical
and Literature Review
Pengertian Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk
jamaknya ta etha berarti adat istiadat atau kebiasaan.[1] Etika dalam konteks benar dan
salah sering dipadankan dengan moralitas. Thomas Morawetz menulis, kata
“moralitas” (moral) berasal dari kata Latin mores berarti “customs”
atau “conventional practices”.[2] Secara harfiah, memang
pengertian moralitas justru persis sama dengan etika, yakni keduanya berkaitan
dengan adat kebiasaan yang baik dalam masyarakat, akan tetapi etika dalam
pengertian yang luas, tidak hanya mencakup moralitas namun juga mencakup
filsafat moral yakni ilmu yang mengkaji tentang nilai dan norma etis yang
berasal dari adat kebiasaan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Erry Riana Hardjapamekas, sebagaimana dikutip Paripurna
P. Sugarda,[3]
menyebutkan bahwa etika bisnis adalah proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal
yang benar dan yang salah di tempat kerja, dan melakukan hal-hal yang benar
berkenaan dengan produk dan pelayanan perusahaan, serta dalam hubungannya dengan
pihak-pihak (pribadi dan kelompok) yang memiliki kepentingan atau tuntutan
terhadap perusahaan (stakeholders). Intinya adalah bagaimana upaya semua
pihak untuk mengetahui dan melakukan atau mempraktikkan sistem nilai yang
dianut secara konsekuen.
Pengertian Investasi dalam Perspektif Islam
Para ekonom mengemukakan pengertian yang berbeda-beda tentang
investasi. Kendati demikian, ada beberapa kesamaan dalam pengertian mereka.
Alexander dan Sharpe mengemukakan bahwa investasi adalah pengorbanan nilai tertentu
yang berlaku saat ini untuk mendapatkan nilai yang akan datang yang belum
dipastikan besarnya. Sementara itu Yogianto mengemukakan bahwa investasi adalah
penundaan konsumsi saat ini untuk digunakan dalam produksi yang efesien selama
periode tertentu. Tandelilin mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini dengan tujuan
memperoleh keuntungan dimasa datang.
Berbagai definisi itu mengandung tiga unsur yang sama. Pertama,
pengeluaran atau pengorbanan sesuatu ( sumber daya ) pada saat sekarang yang
bersifat pasti. Kedua, ketidakpastian mengenai hasil (resiko) dan ketiga,
ketidakpastian hasil atau pengembalian dimasa datang.[4]
Kemudian, jika kita berbicara tentang investasi syariah, ada hal
lain yang turut berperan dalam investasi. Investasi syariah tidak melulu
membicarakan persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan para ekonom
sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu
investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan takdir Allah. Islam memadukan
anatara dimensi dunia dan akhirat. Islam mengajarkan bahwa semua perbuatan
manusia yang bersifat vertikal (hubungan manusia dengan Allah) maupun
horizontal (hubungan manusia dengan manusia) merupakan investasi yang akan dinikmati
di dunia dan di akhirat. Karena perbuatan manusia dipandang sebagai
investasi maka hasilnya akan ada yang beruntung dan ada pula yang rugi. Itulah
yang disebut resiko. Islam memerintahkan umatnya untuk meraih kesuksesan dan
berupaya meningkatkan hasil investasi. [5]
Jadi, investasi yang islami adalah pengorbanan sumber daya pada saat
sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan harapan memperoleh hasil
yang lebih besar dimasa yang akan datang, baik langsung maupun tidak langsung
seraya tetap berpijak pada prinsip – prinsip syariah secara menyeluruh
(kaffah).
Data
And Methodology
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan
kasus atau permasalahan yang ditemukan. Jenis data yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan obervasi dan
data sekunder yaitu data yang diperoleh dari jurnal, buku dokumentasi, dan
internet.
Data-data yang sudah diperoleh
kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga
memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.
FINDING AND DISCUSSION
Idealnya suatu organisasi
nirlaba mempunyai kebijakan dan prosedur baku yang tertulis untuk semua
kegiatan investasi. Prosedur ini
meliputi tata cara, pihak-pihak yang terlibat, jenis investasi yang dipilih,
dan mekanisme penilaian hasil investasi dan sebagainya.
Setiap jenis investasi memiliki hasil dan risiko.
Hasil dari sebuah investasi selalu berbanding lurus dengan risiko yang mungkin
dihadapi. Dalam sebuah investasi, tidak ada hasil yang memiliki risiko yang
rendah. Namun sayangnya, pemahaman ini masih belum banyak dimengerti oleh
setiap investor baik itu perorangan maupun organisasi. Untuk lebih memahami
gambaran investasi dapan dilihat dalam tabel berikut:
INVESTASI, HASIL, DAN RISIKO
|
|
Ideal
|
Investasi
rendah, hail tinggi, risiko rendah
|
Dihindari
|
Investasi
tinggi, hasil rendah, risiko tinggi
|
Umumnya
|
Investasi
tinggi, hasil tinggi, risiko tinggi
|
Investasi
rendah, hasil rendah, risiko rendah
|
Pemilihan jenis
investasi memerlukan pertimbangan yang matang. Hal ini dilakukan untuk
menghindari besarnya nilai investasi yang memiliki hasil rendah namun memiliki
risiko yang tinggi. Ada beberapa cara untuk menghindari atau meminimalisir
terjadinya risiko dalam memilih suatu investasi, diantaranya:
- Pengamananan Investasi
Pengamananan investasi dapat dilakukan melalui pembentukan suatu komite
investasi dalam suatu organisasi nirlaba. Komite ini akan membantu dalam
pengambilan keputusan berinvestasi sehingga organisasi dapat memperoleh jenis
investasi yang paling tepat. Keputusan investasi yang diambil dari suatu komite
bersifat kolektif sehingga memiliki kehati-hatian yang tinggi dan menjadi
tanggungjawab bersama. Pengamanan investasi melalui pembentukan komite bisa
dilakukan melalui jasa ahli (konsultan) yang akan membantu menganalisis
kemungkinan hasil dan risiko dari pilihan investasi, sehingga gambaran hasil
dan risiko dapat jelas terlihat oleh organisasi nirlaba. Hal ini tentu saja
menjadi sangat bermanfaat karena dapat menghindarkan organisasi dari kerugian
yang besar karena kesalahan berinvestasi.
- Portofolio
Salah satu cara untuk menghindari risiko adalah melalui portofolio.
Portofolio adalah teknik menempatkan dana pada lebih dari satu instrumen
investasi. Cara ini dinilai efektif karena apabila investasi memiliki
risiko/kerugian, kita masih memiliki instrumen investasi yang lainnya sehingga
tujuan investasi organisasi nirlaba tetap dapat berjalan dengan baik. Tentu
dalam pelaksanaannya, portofolio perlu dilakukan dengan hati-hati agar
pemilihan instrumen tidak menghasilkan risiko yang berlipat.
Tingkatan
risiko dapat minimalisir dengan memperhatikan berbagai kemungkinan yang muncul
serta hasil investasi yang memuaskan melalui berbagai kebijakan dan kontribusi
dan para anggota pelaksana organisasi. Namopaiun, hendaknya kita tetaop
mengedeopankan etika moral investasi dan jangan sam nilai (value)
organisasi menjadi hilang hanya karena mengejar keuntungan.
Risiko dalam Investasi
Karena mengandung unsur ketidakpastian hasil di masa yang akan
datang, tidak adil jika ada salah satu pihak yang mendapat kepastian hasil
sementara pihak lainnya tidak pasti mendapat hasil. Setiap pihak, yang
memberika investasi maupun yang menerima dan mengelola investasi, harus
menanggung bersama setiap resiko (ketidakpastian hasil) investasi untuk
menghindari eksploitasi, predatori, maupun intimidasi oleh salah satu pihak.
Ketiga sifat itu ( eksploitasi, predatori dan intimidasi) merupakan ciri-ciri
praktik riba, yang tegas diharamkan oleh Islam.
Tidak semua ketidakpastian disebut spekulasi dan tidak semua game
of chance dianggap sebagai perjudian. Permainan peluang yang dianggap
perjuadian adalah yang hasilnya zero sum game. Ketidakpastian memperoleh
return itu mendorong islam untuk mengajarkan win win solution dalam
kontrak investasi yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak, yaitu sistem
bagi hasil (profit and loss sharing). Sistem itulah yang dianggap adil,
karena keuntungan dan kerugian dibagi bersama sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati, atau sesuai dengan proporsi sumber daya yang diberikan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak investasi.
Pada short selling, pihak yang meminjamkan sekuritas atau
efek menghadapi ketidakpastian, karena besarnya nilai sekuritas nilai yang
diterima dari peminjam didasarkan atas harga saat mengembalikan, bukan saat
meminjam. Pihak peminjam, beruntung jika harganya turun dan merugi jika
harganya naik. Ketidakpastian yang disengaja seperti itulah yang diharamkan.[6]
Etika Investor dalam Berinvestasi
Menurut Syafi’i Antoni, ada peerbedaan yang mendasar antara
investasi dengan membungakan uang baik dari segi definisi maupun makna dari
masing-masing istilah. Investasi adalah jenis kegiatan usaha yang mengandung
risiko karena berhadapan dengan ketidakpastian, sehingga berpengaruh terhadap return
(kembalian) yang tidak pasti dan tidak tetap. Sedangkan membungakan uang
adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena memperoleh
kembaliannya (return) yang berupa bunga relatif pasti dan tetap.
Oleh karena itu, Islam sangat mengecam perilaku membungakan uang
termasuk kategori riba. Sebaliknya Islam mendorong masyarakat kearah usaha
nyata atau produktif dengan cara menginvestasikan. Sesuai dengan definisi di
atas menyimpan uang di Bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena
peolehan kembalian dari waktu ke waktu tidak pasti. Besar kecilnya perolehan
kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan
oleh Bank sebagai pengelola dana (mudarib). Bank Islam tidak hanya
menyalurkan uang melainkan harus terus menerus melakukan upaya meningkatkan
kembalian (return of investment) sehingga lebih menarik dan lebih
memberi kepercayaan bagi pemilik dana, tanpa harus keluar dari batasan
norma-norma syariah, seperti praktik riba, zulm, maysir, dan gharar.
Agar terhindar dari praktik investasi yang tidak islami yang harus
menjadi acuan dan landasan bagi para investor yaitu sebagai berikut.
1. Tidak
mencari riski pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2.
Tidak
mendzalimi dan tidak didzalimi
3.
Keadilan
pendistribusian pendapatan
4.
Transaksi
didasarkan atas dasar ridha sama ridha (an-taradin)
5.
Tidak
ada unsur riba, maysir dan gharar.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa islam sangat menganjurkan
investasi tapi bukan semua bidang usaha diperbolehkan dalam berinvestasi.
Aturan-aturan diatas menetapkan batasan-batasan yang halal atau boleh dilakukan
dan haram atau tidak boleh dilakukan.
Tujuannya adalah untuk mengendalikan manusia dari kegiatan yang
membahayakan masyarakat. Jadi semua kegiatan investasi harus mengacu pada hukum
syariat yang berlaku. Perputaran modal investasi, tidak boleh disalurkan kepada
jenis industri yang melakukan jenis kegiatan haram misalnya pembelian saham
pabrik minuman keras, resto yang menyajikan makanan yang diharamkan dan semua
hal semua hal yang diharamkan oleh syariah harus ditinggalkan. Semua transaksi
yang terjadi dibursa efek mislanya harus atas dasar suka sama suka, tidak ada
unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi, tidak ada
unsur riba, unsur spekutif atau judi ( maysir ). Semua transaksi harus
transparan, haram jika ada unsur insider traiding. Inilah beberapa yang
perlu dipatuhi para investor agar harta yang diinvestasikan mendapatkan berkah
dari Allah, bermanfaat bagi orang banyak sehingga mencapai fallah (sejahtera
lahir-batin) di dunia juga di akhirat.[7]
Menjadi
Seorang Investor yang
Bertanggung Jawab
Istilah itu bermakna berbeda-beda bagi beragam orang,
tetapi semua berlandaskan dalam pengakuan akan kaitan antara perusahaan tempat
kita berinvestasi dan cara perusahaan itu (dan pemangku kepentingan)
berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat tempatnya beroperasi.
Kaitan ini berarti laba masa depan perusahaan akan
terpengaruh oleh perubahan di masyarakat tempatnya beroperasi. Memahami cara
perubahan itu akan berlangsung, dan perusahaan yang akan tumbuh kembang karenanya,
adalah bagian penting dari setiap keputusan investasi jangka panjang.
Ini tidak harus berarti bahwa investor menempatkan
etika di atas keputusan keuangan yang sehat; ini sekadar praktik investasi yang
baik.
Kepemilikan
aktif
Sebagai pemilik, investor bisa mempengaruhi perusahaan
untuk mengambil tindakan atas masalah guna mengelola risiko dan membantu
mendorong kinerja yang lebih baik.
Ini mungkin berarti menghindari perusahaan dengan
kegiatan yang dirasakan tidak bisa diterima atau mengerahkan tekanan yang kuat
pada tim manajemen supaya menghentikan kegiatan tertentu.
Fokusnya adalah menandai bisnis yang terposisikan
untuk pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang guna mendorong imbal hasil bagi
investor dan pemangku kepentingan lainnya.
Mendefinisikan
keberlanjutan
Masalah yang membingungkan, istilah seperti
berinvestasi yang bertanggung jawab, berkelanjutan, berdampak, dan ber-ESG
(environmental, social and governance / lingkungan, sosial, dan tata kelola)
sering digunakan secara bergantian.
Di satu sisi, “definisi” etis tidak akan
mengikutsertakan perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang kontroversial.
Di sisi lain spektrum, ESG adalah penerapan analisis
pada sejumlah bidang kunci dari pembuatan keputusan sebuah perusahaan –
lingkungan, sosial, dan tata kelola – serta mendorong praktik yang lebih baik.
Pada aspek lingkungan, analisis ini bisa
mempertimbangkan rekam jejak dari “jejak karbon” (yakni, tingkat emisi dari
operasi) perusahaan dan kebijakannya mengenai pencemaran atau kelestarian; pada
aspek sosial, analisis mungkin berarti menilai kegiatan amal perusahaan atau
kebijakannya mengenai kesehatan dan keselamatan bagi karyawan; tentang tata
kelola, analisis memastikan kuatnya aturan dan proses yang digunakan untuk
mengelola perusahaan.
Perusahaan yang terkelola dengan baik, yang mencetak
skor bagus pada semua ukuran ini, semestinya mempunyai keunggulan kompetitif
berkelanjutan dan menjadi investasi yang lebih baik untuk jangka panjang.
Penutup/Conclusion
Berdasarkan
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa investasi yang islami adalah
pengorbanan sumber daya pada saat sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti,
dengan harapan memperoleh hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang, baik
langsung maupun tidak langsung seraya tetap berpijak pada prinsip – prinsip
syariah secara menyeluruh (kaffah).
Karena mengandung unsur ketidakpastian
hasil di masa yang akan datang, tidak adil jika ada salah satu pihak yang
mendapat kepastian hasil sementara pihak lainnya tidak pasti mendapat hasil. Setiap
pihak, yang memberika investasi maupun yang menerima dan mengelola investasi,
harus menanggung bersama setiap resiko (ketidakpastian hasil) investasi untuk
menghindari eksploitasi, predatori, maupun intimidasi oleh salah satu pihak.
Dari uraian di atas dapat dipahami
bahwa islam sangat menganjurkan investasi tapi bukan semua bidang usaha
diperbolehkan dalam berinvestasi. Aturan-aturan diatas menetapkan
batasan-batasan yang halal atau boleh dilakukan dan haram atau tidak boleh
dilakukan.
Penerapan etika
bisnis secara konsisten berdampak terhadap kepercayaan publik. Kepercayaan
publik tidak hanya mendatangkan profit bagi emiten tetapi juga berdampak
positif terhadap efek yang diperdagangkan di pasar modal karena memberikan capital
gain bagi pemegangnya.
Daftar Pustaka/References
HR,
Muhamad Nafik. Bursa Efek & Investasi Syariah (Jakarta
: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009).
Keraf, Sony. “Etika Bisnis;
Tuntutan dan Relevansinya”.
(Yogyakarta: Kanisius, 1998).
Khusuma, Ari. Hasil, Risiko, dan Etika Investasi dalam Organisasi Nirlaba. http://www.integrasi-edukasi.org/hasil-risiko-dan-etika-investasi-dalam-organisasi-nirlaba/.
Diakses pada 5 April 2018.
Morawetz, Thomas. “The Philosophy of
Law: An Introduction”.
(New York: Macmillan Publishing, 1980).
Pahala Nainggolan (2012). Manajemen
Keuangan Lembaga Nirlaba. Jakarta: Yayasan Integrasi-Edukasi
PT Schroder Investment Management
Indonesia. http://www.schroders.com/id/id/investasi-reksadana/ulasan-berita/studi-investor-global/sejarah-singkat-berinvestasi-yang-bertanggung-jawab/.
Diakses pada 5 April 2018.
Sakinah, Investasi Dalam Islam
Vol.1 No.2, ( Pamekasan : Iqtishadia, 2014 ).
Sugarda, Paripurna P. Pengelolaan
Perusahaan Yang Baik: Apakah Hanya Etika Bisnis Atau Juga Persyaratan Hukum?. “Jurnal Hukum Bisnis”. Vol. 14, Juli 2001.
[1] A. Sony Keraf, “Etika
Bisnis; Tuntutan dan Relevansinya”, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 14.
[2] Thomas Morawetz,
“The Philosophy of Law: An Introduction”, (New York: Macmillan
Publishing, 1980), hal. 125-126.
[3] Paripurna P.
Sugarda, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik: Apakah Hanya Etika Bisnis Atau
Juga Persyaratan Hukum?, “Jurnal Hukum Bisnis”, Vol. 14, Juli 2001,
hal. 55.
[4] Muhamad Nafik HR, Bursa Efek & Investasi Syariah, (Jakarta
: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009),hal. 67
[6] Muhamad Nafik HR, Bursa Efek & Investasi Syariah, (Jakarta
: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009),hal.69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar