RESENSI
BUKU
TAUHID
THEOLOGY ISLAM (ILMU KALAM)
DISUSUN
OLEH:
RISKA
YANTY (15830074)
PROGRAM
STUDI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
Judul : Theology Islam (Ilmu Kalam)
Penulis : Ahmad Hanafi M.A.
Penerbit : Bulan Bintang Jakarta
Halaman : 192 halaman
Cetakan : ke-4, 1982
Buku
Teologi Islam karya Ahmad Hanafi ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1962.
Buku ini sangat representatif untuk melihat sejarah dan perkembangan ilmu kalam
mulai dari kemunculannya, aliran-alirannya dan juga pokok-pokok yang melingkupi
persoalan-persoalan di dalamnya. Ahmad Hanafi melakukan pendekatan historis dan
komparatif, di sisi lain ia juga memberikan deskripsi tentang perdebatan-perdebatan
yang terjadi di masing-masing golongan yang saling bertentangan.
Apa itu
Teologi? Menurut pengertian umum, Teologi adalah ilmu yang membicarakan
kenyataan dan fenomena agama serta hubungan manusia dengan Tuhan yang dikaji
melalui jalan penyelidikan, pemikiran murni atau dengan wahyu. Ilmu Kalam dan
Teologi tetap sama pembicaraannya. Apa yang berbeda adalah Ilmu Kalam
menggunakan prinsip-prinsip daripada ajaran Islam. Maka Ilmu Kalam atau Ilmu
Tauhid dapat juga dinamakan sebagai Teologi Islam.
Buku ini
disusun agar membawa suasana baru di dalam lapangan Ilmu Kalam. Dari segi
penyusunan, buku ini dibuat dengan 3 bagian. Pertama, membicarakan tentang
sejarah Ilmu Kalam; kedua membicarakan aliran dalam Ilmu Kalam; dan ketiga,
membicarakan beberapa persoalan mengenai Ilmu Kalam.
Dari
segi bahan kajian, setiap persoalan di dalam buku ini dibahas seluas mungkin
dan bersifat perbandingan. Maksudnya, perbicaraan itu mencakup seluruh aliran
di dalam Ilmu Kalam, Filsafat Islam dan juga filsafat yang lain. Sistem perbicaraannya
tidak hanya menekankan tentang persoalan Ilmu Kalam saja tetapi lebih menjurus
terhadap segi sejarah pembicaraannya.
Karya A.
Hanafi ini bukan buku primer. Yang primer adalah buku "al milal wannihal".
Biasanya buku-buku teologi islam dimulai dengan sejarah tumbuhnya pemikiran dan
pergerakan sekte-sekte Islam pasca meninggalnya Nabi Muhammad. Mulai munculnya
Khowarij, Syiah, Jabariyah, Qodariyah, Mu'tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah dan seterusnya.
Apa itu
Khowarij, Jabariah, Syiah, Mu'tazilah dan seterusnya, bagaimana konsep-konsep
teologisnya? Siapa-siapa saja tokohnya? Bagaimana mereka memahami
"arsy", Tuhan, alam barzah dan akhirat, kehendak manusia, surga
neraka dan seterusnya. Bisa kita baca di buku ini.
Ilmu
Kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah), sifat-sifat
yang mesti ada pada-Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan
membicarakan tentang Rasul-Rasul Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan
mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin
ada padanya dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya.
Di buku
ini membicarakan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Ilmu Kalam, baik dari
faktor-faktor itu dari dalam Islam dan kaum Muslimin sendiri maupun dari luar
mereka. Siapa yang mengatakan bahwa Ilmu Kalam itu Ilmu Islam murni yang tidak
terpengaruh oleh filsafat dan agama-agama lain, maka tidak benar. Yang
mengatakan bahwa Ilmu Kalam timbul dari filsafat Yunani semata-mata juga tidak
benar, karena Islam menjadi dasarnya dan sumber pembicaraan. Ayat-ayat Qur-an
banyak dijadikan dalil disamping filsafat Yunani. Sebenarnya Ilmu Kalam itu
campuran dari Ilmu keislaman dan filsafat Yunani, tetapi kepribadian kaum
muslimin di dalam ilmu ini lebih kuat.
Terdapat
perbedaan metode antara Ilmu Kalam dan filsafat diantaranya, mutakallimin
adalah laksana pembela perkara yang ikhlas dan menganggapnya benar. Sedang
filsof adalah seorang hakim yang memeriksa suatu perkara. Ilmu Kalam lebih
tepat dinamakan ilmu keislaman, meskipun terpengaruh oleh filsafat Yunani,
sedang filsafat Islam kalau dinamakan Ilmu keislaman maka hanya dalam lahirnya
saja. Selain itu dibahas juga tentang perbedaan metode antara Qur-an dan Imu
Kalam.
Antara
Theology Islam dan Theology Yahudi terdapat tiga persoalan yang sama, yaitu:
tasybih (assimilation), jabr dan ikhtiyar (determinism atau predestination dan
indeterminism atau Free-Will), dan raja’ah (second coming).
Pengaruh
orang-orang Masehi pada pemikiran Islam pada umumnya tidaklah lebih daripada
pengarahan pembicaraan problim-problim dan pemecahannya, sedang problim-problim
itu sendiri terdapat dalam Islam. Beberapa pemecahan problim itu meskipun
datang kepada mereka dalam bentuk masehi yang difilsafatkan, namun pada
akhirnya filsafat Yunani juga yang menjadi sumbernya, seperti dalam soal-soal
Oknum.
Terdapat aliran-aliran dalam Ilmu Kalam. Diantaranya
aliran Asy’ariyyah yang biasanya dikatakan mewakili golongan Ahli Sunnah.
Apakah sudah benar demikian? Perlu peninjauan lagi. Ada aliran Mu’tazilah yang
biasanya dikatakan sesat oleh aliran Asy’ariyyah, bahkan telah kafir, sedang
pendapat-pendapatnya banyak yang masuk akal. Tuduhan tersebut tidak perlu
diteruskan atau diulangi, selain bukan pada tempatnya, juga untuk menjaga
kesatuan Ummat Muslimin.
Selain
itu ada aliran Maturidiyyah yang bermaksud mempertemukan aliran Mu’tazilah
dengan aliran Asy’ariyyah. Maturidiyyah dan Asy’ariyyah kedua-duanya dianggap
mewakili ahli-Sunnah. Pendapat-pendapat Maturidiyyah banyak yang sama dengan
pendapat-pendapat aliran Mu’tazilah.
Perbedaan
prinsipiil antara Maturidy dan Mu’tazilah ialah, dalam soal dosa besar. Apakah
manusia yang mengerjakan dosa besar akan abadi di neraka atau bisa diampuni
Tuhan? Menurut Mu’tazilah orang tersebut tidak mungkin mu’min dan tidak kafir.
Balasannya adalah neraka juga, tetapi lebih ringan dari pada orang-orang kafir,
dan akan abadi. Menurut Maturidy, pendirian Mu’tazilah menunjukkan adanya putus
asa dari rahmat Tuhan, yang mungkin bisa mengampuni dosa-dosa besar, selain
syirik (mempersekutukan Tuhan). Sebab perbedaan tersebut ialah, apakah
perbuatan lahir (amal) menjadi bagian iman atau tidak? Menurut Mu’tazilah ya,
tetapi menurut Maturidy tidak.
Terakhir
ada aliran Ibn Rusyd yang pada umumnya dapat membuktikan kepercayaan Islam
dengan bukti-bukti atau dalil-dalil yang dapat diterima akal dan dapat
memperbaiki pendapat-pendapat aliran Mu’tazilah. Hanya dalam satu soal saja,
yaitu soal ARAH, ia menetapkan adanya. Di mana ia menyalahi kebanyakan Ulama
Kalam, karena ia tetap memegangi lahir nas-nas Syara’.
Mengenai
dalil-dalil wujud Tuhan, tidak berlebih-lebihan kiranya kalau dikatakan bahwa
dalil-dalil aliran Asy’ariyyah dan Mu’tazilah bukan dalil Syara’ bukan pula
dalil yang rasionil murni, dan dengan sengaja mereka mengesampingkan
dalil-dalil Syara’.
Dalil-dalil
yang dikemukakan Ibn Rusyd sesuai dengan dalil-dalil Qur-an yang juga menjadi
dalil para filosof. Teori Causalitet diambil dari Aristo dan dalil tujuan
(teleology) diambil dari Plato, akan tetapi Ibn Rusyd telah dapat memperbaiki
fikiran-fikiran kedua orang filosof tersebut, sehingga mendekati Syara’, karena
Aristo mengingkari perhatian Tuhan, dan kedua-duanya menetapkan qidam-nya alam.
Alangkah
baiknya kalau Ulama kalam menggalikan Qur-an langsung, tanpa menggunakan
dalil-dalil yang tidak kuat. Qur-an sesuai untuk semua tingkatan orang; bagi
orang biasa, karena kenyataan menunjukkan benarnya isi Qur-an; bagi orang-orang
tertentu karena ayat-ayat tersebut berisi pula dalil akal-fikiran yang bisa
diuraikan panjang lebar, menurut kesanggupan orang yang menerimanya. Perbedaan
antara orang biasa dan orang alim, ialah seperti dua orang, yang satu hanya
tahu bahwa alam ini dibuat, tanpa mengetahui apa tujuannya dan bagaimana cara
mengambil manfaatnya, sedang temannya mengetahui hal itu semua.
Dalil keesaan
Tuhan ada tiga macam, yaitu: dalil filosof-filosof Islam, dalil Ulama kalam,
dan dalil Ibn Rusyd. Dalam soal sifat ada tiga pendapat: pendapat Mu’tazilah
yang meniadakan bilangan, bagaimana pun juga macamnya, karena sifat-sifat itu
adalah hakekat zat, sedang zat Tuhan satu, Esa; pendapat orang Masehi yang
mengatakan berbilangnya yang qadim, dan masing-masing berdiri sendiri; pendapat
golongan Asy’ariyyah yang mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan meskipun qadim,
ada pada zat Tuhan yang satu.
Kalau
kita perbandingkan pendapat-pendapat tersebut, pendapat Mu’tazilah yang lebih
dekat kepada prinsip keesaan dan pensucian terhadap Tuhan (tauhid dan tanzih)
dan prinsip peniadaan persamaan Tuhan dengan makhluk. Meskipun mereka
disayangkan mencetuskan persoalan yang sukar diselesaikan akal manusia. Hanya
dari segi inilah, perbuatan mereka dikatakan jauh dari maksud Syara’ dan
berlawanan dengan Qur-an. Pendapat yang benar dalam soal sifat ialah pengakuan
adanya sifat-sifat pada Tuhan tanpa membicarakan qadim dan hadistnya.
Ulama
kalam tidak sama pendapatnya tentang sifat Tuhan berupa perbuatan, baik tentang
definisinya maupun tentang qadim-hadistnya. Perbedaan-perbedaan pendapat
tersebut sebenarnya tidak prinsipiil, sebab dasarnya ialah keinginan
masing-masing pihak untuk mempertahankan prinsip tanzih yang sudah ditetapkan
oleh Qur-an. Maturidy dalam soal aktifa lebih mendekati pendirian salaf, sedang
aliran Asy’ariyyah dan Mu’tazilah jauh, karena ia tidak memisah-misahkan antara
sifat-sifat aktifa dan sifat zat dari segi qadim atau hadistnya. Juga karena ia
mengatakan bahwa hubungan Tuhan dengan alam tidak mengandung waktu dari segi
Tuhan sendiri, sehingga tidak bisa dikataakan bahwa sebagian perbuatannya
adalah baru.
Dalam
alasan-alasan Asy’ary dan golongan Asy’ariyyah banyak hal-hal yang sukar
diterima akal. Aliran Mu’tazilah berpendapat, karena mustahil syarat-syarat
materiil untuk melihat dengan mata kepala diperlakukan pada Tuhan, maka mereka
mengemukakan pemecahan yang logis, yaitu bahwa ru’yat di akhirat dimaksudkan
menambah pengetahuan tentang Dia, tambahan mana hanya dapat dimiliki
orang-orang yang sabar.
Ibn
Rusyd memandang suatu bid’ah, mengemukakan soal ru’yat kepada orang banyak.
Mereka tidak dapat menerima ru’yat terhadap sesuatu yang bukan benda, bagaimanapun
juga macamnya ru’yat itu cukuplah dikuatkan bahwa Tuhan itu cahaya langit dan
bumi, sesuai dengan ketentuan nash Syara’ agar mereka tidak janggal
menerimanya.
Kelemahan
buku ini adalah ianya lebih membicarakan soal-soal tentang Ketuhanan. Seandainya
penulis mampu memasukkan persoalan tentang kenabian dan akhirat, mungkin akan
menjadi lebih baik dan pembaca dapat memahami lebih mendalam lagi tentang Ilmu
Kalam.
Buku ini
adalah salah satu buku yang perlu dibaca saat mengambil mata kuliah di IAIN,
khususnya fakultas Ushuludin. Karena di sana ada mata kuliah yang semacam
'MKDU' yang ditujukan bagi mahasiswa IAIN atau STAIN. Mata kuliah itu disebut
Teologi Islam. Di beberapa tempat, mata kuliah ini disebut Ilmu Kalam. Mata
kuliah ini ada yang diajarkan selama dua semester dan ada juga yang hanya satu
semester dengan bobot 3 SKS.
Setelah
membaca buku ini, saya berasa amat kagum dengan khazanah para intelektual
Islam. Bagi saya, Ilmu Kalam itu lebih bertunjang terhadap logik akal. Walau
apa sekalipun, sebagai seorang Muslim, kita haruslah berpegang teguh terhadap
dalil al Qur an dan hadits. Semoga resensi buku ini akan menambah lagi ilmu
kita tentang kehebatan intelektual Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar