MANAJEMEN PERMODALAN BANK SYARI’AH
Menurut Zainul Arifin, Modal adalah sesuatu yang mewakili
pemilik dalam perusahaan. Berdasarkan nilai buku modal didefenisikan
sebagai kekayaan bersih (net worth), yaitu selisih nilai buku
aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).
Fungsi Modal Bank
Menurut Johnson and Johnson, modal bank mempunyai tiga fungsi,
antara lain :
Pertama, sebagai
penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam
fungsi ini, modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugaian
bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
Kedua, sebagai dasar
untuk menetapkan batas maksimum pemberiaan kredit. Hal ini merupakan
pertimbanganoperasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi
jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan
ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar
dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur.
Ketiga, sebagai dasar
perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan
bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para
investor deperkirakan dengan membangdingkan keuntungann bersih dengan ekuitas.
Para partisipan pasar membandingkan return on investment diantara
bank-bank yang ada.
Sedangkan untuk Brenton C. Leavitt, yang merupakan staf Dewan
Gubernor Federal Reserve, menekankan pada empat fungsi dari modal bank yaitu :
1.
Untuk
melindungi deposan yang tidak diasuransikan, pada saat bank dalam keadaan
insolvable dan likuidasi,
2.
Untuk
menyerap kerugian yang tidak diharapkan guna menjaga kepercayaan masyarakat
bahwa bank dapat terus beroperasi.
3.
Untuk
memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperlukan untuk
menawarkan pelayanan bank.
4.
Sebagai
alat pelaksanaan peraturan pengendalian ekspansi aktiva yang tidak tepat.
Sumber Permodalan Bank
George H Hempel membagi modal bank dalam tiga bentuk utama yaitu
pinjaman subordinasi, saham preferen dan saham biasa. Beberapa jenis pinjaman
subordinasi dan saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa, dan
saham biasa dapat dikembangkan, baik secara eksternal maupun internal.
Pinjaman Subordinasi terdiri dari semua bentuk kewajiban berbunga
yang dibayar kembali dalam jumlah yang pasti (fixed) dalam jangka waktu
tertentu. Bentuk pinjaman subordinasi bervariasi dari Capital Notes sampai
debenture dengan jangka waktu yang lebih panjang. Surat hutang dalam jumlah
kecil dapat diterbitkan dan dijual langsung kepada nasabah bank. Capital Notes
lain dan beberapa debenture kecil dapat diterbitkan dan dijual kepada bank
koresponden. Debenture dalam jumlah besar dengan jangka waktu yang lebih panjang
ditempatkan secara private atau dapat dijual melalui investment bank kepada
masyarakat (lembaga keuangan seperti Asuransi, dan Dana Pensiun) .
Penentuan sumber-sumber permodalan bank yang tepat adalah
didasarkan atas beberapa fungsi penting yang dapat diperani oleh modal bank .
Misalnya, bila modal harus berfungsi menyediakan proteksi terhadap kegagalan
bank, maka sumber yang paling tepat adalah modal ekuitas (equity capital).
Modal ekuitas merupakan penyangga untuk menyerap kerugian dan kecukupan penyangga
itu adalah kritikal bagi solvabilitas bank. Oleh karena itu bila kerugian bank
melebihi net worth maka likuidasi harus terjadi.
Bila modal itu disediakan untuk memberikan proteksi terhadap
kepentingan para deposan, maka pinjaman subordinasi dan debentures juga
berfungsi seperti equity capital. Bila kerugian melebihi modal ekuitas maka
bank harus dilikuidasi, tetapi dana yang dipasok oleh pemberi modal pinjaman
dan pemilik debentures harus menjadi penyangga untuk melindungi kepentingan
para deposan. Jadi modal pinjaman tidak secara langsung melindungi kegagalan
atau kerugian bank.[1]
Sumber Permodalan Bank Syari’ah
Menurut M. Syafi’i Antonio, dalam pandangan syari’ah, modal
pinjaman (subordinated loan) itu termasuk dalam kategri qard, yaittu
pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam literatur fiqh salaf Ash
Shalih, qard dikategrikan dalam aqad tathawwu’ atau akad saling membantu dan
bukan transaksi komersial.
Pemberi pinjaman tidak boleh meminta imbalan atas pemberian
pinjaman tersebut, kerena setiap pemberian pinjaman yang disertai dengan
permintaan imbalan termasuk kategori riba.
Sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital)
dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank,
yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan
laba ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam
rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang
berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan
melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau
pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri
dan dana-dana wadi’ah atau qard.
Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) dapat
juga dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi ekuitas.
Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang
dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik
rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang
dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis
management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank
selaku mudharib. Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya
berperan dalam fungsi permodalan bank.
Kecukupan Modal Bank Syari’ah
Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu
yang disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat
kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara, antara lain :
1.
Membandingkan Modal dengan Dana-Dana Pihak Ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan,
perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang
tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio
modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan)
sebagai berikut :
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan
cukup dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan
memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus
dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum
modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2.
Membandingkan Modal dengan Aktiva Berisiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank
for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara
maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa Barat
dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun
1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada
perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko.
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli
perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang
adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional. Hal ini
didukung oleh beberapa indikasi sebagai berikut :
·
Krisis
pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus peredaran
uang internasional.
·
Persaingan
yang dianggap unfair antara bank-bank Jepang dengan bank-bank Amerika dan
Eropah di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat
lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di negara itu amat lunak, yaitu
antara 2% sampai 3% saja.
·
Terganggunya
situasi pinjaman internasional yang berakibat terganggunya perdagangan
internasional.
Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan
perhitungan Capital Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di
seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan
global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva berisiko.
Penerapan CAR Untuk Perbankan Indonesia
Baik bank nasional maupun internasional harus memenuhi rasio
kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio). Di bawah ini merupakan
aspek-aspek penting bagi perbankan Indonesia, yaitu :
1.
Pengertian modal
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap.
·
Modal
Inti (tier 1), terdiri dari
:
(1)
Modal
Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank
milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para
anggotanya.
(2)
Agio
saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
(3)
Modal
sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk
selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
(4)
Cadangan
Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan
persetujuan RUPS.
(5)
Cadangan
tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu
atas persetujuan RUPS.
(6)
Laba
ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk
tidak dibagikan
(7)
Laba
tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan
penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50
% sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal
inti
(8)
Laba
tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan.
-
Laba
ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
-
Bila
tahun berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal inti.
(9)
Bagian
kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan,
yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank
pada anak perusahaan tersebut.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti
harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti
sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti,
karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
·
Modal
pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan
dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal.
Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
1.
Cadangan
revaluasi aktiva tetap
2.
Cadangan
penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
3.
Modal
pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri :
a.
Tidak
dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah
dibayar penuh.
b.
Tidak
dapat dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI
c.
Mempunyai
kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
d.
Pembayaran
bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
4.
Pinjaman
subordinasi yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Ada
perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan pihak bank.
b.
Mendapat
persetujuan dari BI
c.
Tidak
dijamin oleh bank yang bersangkutan
d.
Minimal
berjangka waktu 5 tahun
e.
Pelunasan
pinjaman harus dengan persetujuan BI
f.
Hak
tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama
dengan modal)
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal
setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank
syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan
di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan
syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam
ketentuan tersebut.
Tata Cara Perhitungan Modal Minimum
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini
mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat
administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat
kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap
masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya
didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang
didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan.
Aktifa Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank Syari’ah
Resiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada
aktiva beresiko, baik yang beresiko rendah ataupun yang resikonya lebih tinggi
dari yang lain. ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR sedangkan
modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal
menanggung resiko atas aktiva tersebut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus
dipertimbangkan , bahwa aktiva bank syari’ah dapat dibagi atas:
·
Aktiva
yang didanai oleh modal sendiri dan/atau kewajiban atau hutang (wadi’ah atau
qard dan sejenisnya),
·
Aktiva
yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment
Account) yaitu mudharabah (baik General Investment Account/mudharabah mutlaqah
yang tercatat pada neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment
Account/mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening administratif/off
balance sheet).
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan kewajiban atau hutang,
resikonya ditanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva yang didanai oleh
rekening bagi hasil, resikonya ditanggung oleh dana rekening bagi hasil itu
sendiri. Namun demikian, sebagaimana telah diuraikan di atas, pemilik rekening
bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya,
apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis
management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank
selaku mudharib. Oleh karenanya tetap ada potensi resiko, (katakanlah dengan
probability 50 %), yang harus ditanggung oleh modal bank sendiri. Hal ini
mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus pula dibentuk PPAP.
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut di atas, maka pada
prinsipnya bobot resiko bank syari’ah atas :
·
Aktiva
yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan / atau dana pinjaman (wadi’ah, card
dan sejenisnya) adalah 100 %. Sedangkan
·
Aktiva
yang dibiaya oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted
investment account) adalah 50 %
Penggolongan lebih lanjut (berdasarkan rating pihak-pihak yang
dibiayai / pengelola dana investasi atau penjaminnya) dapat mengkuti ketentuan
Bank Indonesia ataupun Busle commitee yang ada.
Kualitas Aktiva Prduktif (KAP)
Aktiva produktif bank syari’ah dapat dibedakan atas
a.
Piutang
penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
b.
Investasi
pada:
·
Musyarakah
·
Mudharabah
·
Salam
·
Istishna’
·
Persediaan
·
Aktiva
yang disewakan
Kualitas piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha.
Demikian juga kualitas investasi pada musyarakah dan mudharabah dapat di
dasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan
proyeksinya, kondisi keuangan dan prospek usaha.
Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk menanggung
resiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalian atau pelanggaran
oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal itu maka faktor jaminan dalam
pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup resiko tersebut.
Salam dan istishna’ adalah cara memperoleh barang dengan membayar
di muka sedang barangnya akan diterima kemudian, dan bukan aktiva produktif.
Oleh karena itu tidak diperlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah
pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain
(seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan
aktiva yang disewakan.[2]
MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH
Pertumbuhan suatu bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana mayarakat baik yang berskala kecil maupun
besar dengan masa pengendapan yang memadahi. Sebagai lembaga keuangan maka dana
merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup maka bank tidak
dapat melakukan fungsi-fungsinya sebagai financial intermediary secara
maksimal. Bahkan apabila bank tidak dapat mengelola menejemen dana dengan
baik maka bank akan menemukan masalah-masalah berkaitan dengan liabilitas, rentabilitas,
serta solvabilitasnya. Maka manajemen dana pada bank syariah memiliki tujuan
sebagai berikut:
1.
Memperoleh
profit yang optimal
2.
Menyediakan
aktiva cair dan kas yang memadai
3.
Menyimpan
cadangan.
4.
Mengelola
kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang
yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain
5.
Memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.[3]
Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
I.
Modal
inti / Core capital
Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari
pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal sendiri
terdiri dari:
a.
modal
yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan
adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan
dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya
dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
b.
cadangan
yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup
timbulnya risiko kerugian dikemudian hari.
c.
laba
ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang
saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang
saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
II.
Kuasi
Ekuitas (mudharabah accaount)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudaharabah
yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan
pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik
dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukanya sebagai mudharib, bank
menyediakan jasa bagi para investor berupa:
a.
rekening
investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari
kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan
prinsip mudharabah mutlaqoh. Contohnya yaitu deposito.
b.
rekening
investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah
institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan
dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek yang mereka setujui.
c.
rekening
tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga bisa digunakan untuk
jasa pengelolaan rekening tabungan. Bank syariah melayani tabungan mudharabah
dalam bentuk targeted saving di maksudkan untuk suatu pencapaian target
kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka atau waktu tertentu. Contoh tabungan
mudharabah yaitu tabungan korban atu tabungan haji.
III.
Dana
titipan ( wadi’ah/ non renumerated deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank,
yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang
menitipkan dananya pada bank adalah untuk keamanan dan keleluasan dalam menarik
dananya sewaktu-waktu.
a.
Giro
wadiah (current account)
Giro wadi’ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan
dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan
dan kemudahan pemakaianya. Current account dari bank islam adalah sama
dengan rekening giro dari bank konvesional. Hanya saja tidak di benarkan adanya
pemberian bunga oleh bank kepada nasabah pemegang rekening. Nasabah pemegang
rekening giro bank syariah diberi buku cek maupun bilyet giro. Penarikan dana
dari current account dilakukan dengan menerbitkan cek (untuk penarikan
tunai) atau bilyet giro (untuk pemindahbukuan). Nasabah boleh menarik dana
simpananya setiap waktu yang dikehendaki dan jumlahnya tidak dibatasi sepanjang
masih dalam jumlah saldo rekeningnya.
b.
Rekening
tabungan wadiah
Prinsip wadi’ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank
dalam mengelola jasa tabungan yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa
penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali.
Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama
mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo
simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank
menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan
dana tersebut adalah milik bank,tetapi, atas kehendaknya sendiri bank dapat
memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank
menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening
tersebut.
Penggunaan Dana Bank
Setelah dana dari pihak ketiga terkumpul maka sesuai dengan
fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan bank berkewajiban untuk
menyalurkan dana tersebut melalui mekanisme pembiayaan. Dalam hal ini bank
harus mempersiakan rencana alokasi penyaluran dana agar dapat mencapai tingkat
profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah. Juga agar dapat
mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas
tetap aman. Untuk mencapai dua tujuan diatas maka alokasi dana pada bank
syariah biasanya dibagi dalam dua bagian penting dalam aktiva bank,yaitu:
1.
Aktiva
yang menghasilkan ( Earning Asset)
2.
Aktiva
yang tidak menghasilkan( Non Earning Asset)
Earning Asset
Adalah asset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan.
Asset ini disalurkan pada bentuk investasi yang terdiri atas:
a)
Pembiayaan
atas prinsip bagi hasil (mudharabah)
b)
Pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan (musyarokah)
c)
Pembiayaan
berdasarkan prinsip jual beli (al-ba’i)
d)
Pembiayaan
berdasarkan prinsip sewa (ijarah)
e)
Surat-surat
berharga syariah dan investasi lainnya.
Portofolio pembiayaan pada bank komersial menempati porsi terbesar,
pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Dari pembiayaan ini bank
akan memperoleh penghasilan. Tingkat penghasilan dari pembiayaan(yield on
financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bank. Sementara itu porsi
kedua adalah investasi pada surat-surat berharga karena selain untuk memperoleh
keuntungan, investasi pada surat berharga dapat digunakan sebagai instrument
likuiditas.
Non Earning Asset
Non earning asset tergolong asset yang tidak menghasilkan yang
terdiri dari:
a)
Aktiva
dalam bentuk tunai (cash asset)
Cash asset terdiri dari uang tunai dlam vault, cadangan likuiditas
(primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan
item item lain yang masih dalam proses penagihan (collection).
Uang tunai dalam valut merupakan instrument penting likuiditas
menyangkut pemenuhan kewajiban pada nasabah yang ingin menarik dananya secara
tunai. Sementara primary reserve pada bank Indonesia digunakan untuk
memperlancar transaksi kliring antar bank melalui bank Indonesia.
b)
Pinjaman/
Qard
Merupakan pinjaman lunak tampa imbalan dari penerima qard.
c)
Penanaman
dana tetap dalam aktiva tetap dan inventaris ( premises and equipment)
Merupakan kebutuhan bank untuk menfasilitasi pelaksanaan fungsi
kegiatannya. Fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung, kendaraan dan
peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka pelayanan kepada
nasabahnya.
Pendekatan Alokasi Dana Bank
Cara penempatan alokasi dana oleh suatu bank umum sengan
mempertimbangkan sumber dana yang diperolehya terdiri atas dua (2) pendekatan
yang masih banyak dipergunakan atau dipilih oleh eksekutif bank, yaitu;
1.
Poll of fund approach
2.
Asset allocation approach
Pool of fund approach
adalah penempatan dana bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan sumber dana, seperti sifat, jangka waktu dan tingkat harga perolehannya.
Sementara itu asset allocation approach adalah penempatan dana ke
berbagai aktiva dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap jenis
alokasi danayang sesuai dengan sifat, jangka waktu dan tingkat harga
perolehan sumber dana tersebut.[4]
Sumber dan Alokasi Pendapatan
Dana yang telah
diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan
tersebut, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan. Dalam hal ini
perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syariah.
a.
Sumber
pendapatan bank syariah
Sesuai dengan
akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana
tersebut dapat memberikan pendapatan bank. Hal ini dikatakan sebagai
sumber-sumber pendapatan bank syariah. Dengan demikian, sumber pendapatan bank
syariah dapat diperoleh dari:
·
Bagi
hasil atas kontrak mudharabah dan
kontrak musyarakah;
·
Keuntungan
atas kontrak jual-beli (al bai’);
·
Hasil
sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
·
Fee dan biaya
administrasi atas jasa-jasa lainnya.
b.
Pembagian
keuntungan (profit distribution)
Pendapatan-pendapatan
yang dihasilkan dari kontrak pembiayaan, setelah dikurangi dengan biaya-biaya
operasional, harus dibagi atau didistribusikan antara bank dengan para
penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang
saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil
yang diperjanjikan. Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank
akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahapp sebagai berikut:
·
Tahap
pertama bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak
atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya dengan cara membagi setiap tipe
dana-dana dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%
·
Tahap
kedua bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe
dengan cara mengalikan persentase dari masing-masing dana simpanan dengan
jumlah pendapatan bank.
·
Tahap
ketiga bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan
sesuai dengan nisbah yang
diperjanjikan.
·
Tahap
keempat bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume
dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari
masing-masing tipe simpanan.
·
Tahap
kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut
tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.[5]
Menghitung Keuntungan Bersih Bank
Seberapa jauh bank syari’ah dapat menjalankan aktivitas manajerial secara
efisien. Tingkat efisiensi manajerial bank sangat ditentukan oleh seberapa
besar tingkat keuntungan bersih bank. Dari tingkat keuntungan bersih
dibandingkan dengan kondisi asset dan ekuitas dapat dijadikan ukuran efisiensi
manajerial bank. Tingkat keuntungan bersih (net
income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat
dikendalikan (controllable factors) dan
factor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable factors).
Controllable factors adalah factor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti
segmentasi bisnis (orientasinya kepada wholesale
dan retail), pengadaan pendapatan
(tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan
pengendalian biaya-biaya. Uncontrollable
factors atau factor-faktor eksternal
adalah factor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi
ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya.
Bank tidak dapat mengendalikan factor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat
membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan
factor-faktor eksternal.
Ada dua rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (REO). RAO adalah
perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata aktiva. ROE
didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-prata
modal atau investasi para pemilik bank. Dari perbandingan pra pemilik, ROE
adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikian
mereka. Keuntungan bagi para pemilik bank adalah merupakan dari tingkat
keuntungan dari asset dan tingkat leverage
yang dipakai. Hubungan antara ROA dan leverage
dapat digambarkan sebagai berikut:
Return On Asset x Leverage Multiplier = Return On Equity
Net Income x Average Assets = ROE
Average Assets
Capita
Apabila bank dapat menghasilkan pendapatan bersih dari
asetnya (ROA) sebesar 1%, sedangkan leverage-nya adalah 15 maka:
ROE = 1% x 5
= 15%.
Hal ini dapat dicapai
oleh bank karena tingkat leverage yang digunakan oleh bank adalah tinggi, dimana 14/15 bagian dari
asetnya didanai oleh dana pinjaman bari piak ketiga dan 1/15 bagian saja yang
merupakan modal dari pemilik. Bagi bank syari’ah, sumber yang paling dominan
bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara
investasi jangka panjang (permanen) dari para pemilik dan investasi jangka
pendek (Tempore) dari para nasabah (rekening mudharabah).[6]
[1]
Muhammad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: STIM YKPN, hal.
250.
[2] Eko
Bephe, 2011, Manajemen Permodalan Pada Bank Syariah, http://merapikancatatan.blogspot.co.id/2011/12/manajemen-permodalan-pada-bank-syariah.html,
diakses pada tanggal 23 April 2017.
[3]
Muhammad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: STIM YKPN, hal.
265.
[4] Eko
Bephe, 2011, MANAJEMEN DANA PADA BANK SYARIAH, http://merapikancatatan.blogspot.co.id/2011/11/manajemen-dana-pada-bank-syariah.html,
diakses pada tanggal 23 April 2017.
[5] Franky
Pratama, 2015, Manajemen dana bank syariah, http://frankyabuu.blogspot.co.id/2015/11/manajemen-dana-bank-syariah.html,
diakses pada tanggal 23 April 2017.
[6] Fendi
Sugiharto, 2014, MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH, http://tax-of-fendi.blogspot.co.id/2014/01/manajemen-dana-bank-syariah.html,
diakses pada tanggal 23 April 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar