Page

Sabtu, 28 Oktober 2017

MANAJEMEN PERMODALAN BANK SYARI’AH



MANAJEMEN PERMODALAN BANK SYARI’AH
Menurut Zainul Arifin, Modal adalah sesuatu yang mewakili pemilik  dalam perusahaan. Berdasarkan nilai buku modal didefenisikan sebagai kekayaan bersih (net worth),  yaitu selisih nilai buku aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).

Fungsi Modal Bank
Menurut Johnson and Johnson, modal bank mempunyai tiga fungsi, antara lain :
Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini, modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugaian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
Kedua, sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberiaan kredit. Hal ini merupakan pertimbanganoperasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur.
Ketiga, sebagai dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor deperkirakan dengan membangdingkan keuntungann bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan return on investment diantara bank-bank yang ada.
Sedangkan untuk Brenton C. Leavitt, yang merupakan staf Dewan Gubernor Federal Reserve, menekankan pada empat fungsi dari modal bank yaitu :
1.          Untuk melindungi deposan yang tidak diasuransikan, pada saat bank dalam keadaan insolvable dan likuidasi,
2.          Untuk menyerap kerugian yang tidak diharapkan guna menjaga kepercayaan masyarakat bahwa bank dapat terus beroperasi.
3.          Untuk memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperlukan untuk menawarkan pelayanan bank.
4.          Sebagai alat pelaksanaan peraturan pengendalian ekspansi aktiva yang tidak tepat.
Sumber Permodalan Bank
George H Hempel membagi modal bank dalam tiga bentuk utama yaitu pinjaman subordinasi, saham preferen dan saham biasa. Beberapa jenis pinjaman subordinasi dan saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa, dan saham biasa dapat dikembangkan, baik secara eksternal maupun internal.
Pinjaman Subordinasi terdiri dari semua bentuk kewajiban berbunga yang dibayar kembali dalam jumlah yang pasti (fixed) dalam jangka waktu tertentu. Bentuk pinjaman subordinasi bervariasi dari Capital Notes sampai debenture dengan jangka waktu yang lebih panjang. Surat hutang dalam jumlah kecil dapat diterbitkan dan dijual langsung kepada nasabah bank. Capital Notes lain dan beberapa debenture kecil dapat diterbitkan dan dijual kepada bank koresponden. Debenture dalam jumlah besar dengan jangka waktu yang lebih panjang ditempatkan secara private atau dapat dijual melalui investment bank kepada masyarakat (lembaga keuangan seperti Asuransi, dan Dana Pensiun) .
Penentuan sumber-sumber permodalan bank yang tepat adalah didasarkan atas beberapa fungsi penting yang dapat diperani oleh modal bank . Misalnya, bila modal harus berfungsi menyediakan proteksi terhadap kegagalan bank, maka sumber yang paling tepat adalah modal ekuitas (equity capital). Modal ekuitas merupakan penyangga untuk menyerap kerugian dan kecukupan penyangga itu adalah kritikal bagi solvabilitas bank. Oleh karena itu bila kerugian bank melebihi net worth maka likuidasi harus terjadi.
Bila modal itu disediakan untuk memberikan proteksi terhadap kepentingan para deposan, maka pinjaman subordinasi dan debentures juga berfungsi seperti equity capital. Bila kerugian melebihi modal ekuitas maka bank harus dilikuidasi, tetapi dana yang dipasok oleh pemberi modal pinjaman dan pemilik debentures harus menjadi penyangga untuk melindungi kepentingan para deposan. Jadi modal pinjaman tidak secara langsung melindungi kegagalan atau kerugian bank.[1]


Sumber Permodalan Bank Syari’ah
Menurut M. Syafi’i Antonio, dalam pandangan syari’ah, modal pinjaman (subordinated loan) itu termasuk dalam kategri qard, yaittu pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam literatur fiqh salaf Ash Shalih, qard dikategrikan dalam aqad tathawwu’ atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Pemberi pinjaman tidak boleh meminta imbalan atas pemberian pinjaman tersebut, kerena setiap pemberian pinjaman yang disertai dengan permintaan imbalan termasuk kategori riba.
Sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Sedangkan kuasi ekuitas adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah). Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard.
Sebenarnya dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) dapat juga dikategorikan sebagai modal, yang oleh karenanya disebut kuasi ekuitas. Namun demikian rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Dengan demikian sumber dana ini tidak dapat sepenuhnya berperan dalam fungsi permodalan bank.
Kecukupan Modal Bank Syari’ah
Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara, antara lain :
1.                          Membandingkan Modal dengan Dana-Dana Pihak Ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut :
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2.                          Membandingkan Modal dengan Aktiva Berisiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko.
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional. Hal ini didukung oleh beberapa indikasi sebagai berikut :
·         Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus peredaran uang internasional.
·         Persaingan yang dianggap unfair antara bank-bank Jepang dengan bank-bank Amerika dan Eropah di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di negara itu amat lunak, yaitu antara 2% sampai 3% saja.
·         Terganggunya situasi pinjaman internasional yang berakibat terganggunya perdagangan internasional.
Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan perhitungan Capital Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva berisiko.
Penerapan CAR Untuk Perbankan Indonesia
Baik bank nasional maupun internasional harus memenuhi rasio kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio). Di bawah ini merupakan aspek-aspek penting bagi perbankan Indonesia, yaitu :
1.                Pengertian modal
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap.
·         Modal Inti (tier 1), terdiri dari :
(1)            Modal Setor,  yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para anggotanya.
(2)            Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
(3)            Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
(4)            Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
(5)            Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
(6)            Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan
(7)            Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti
(8)            Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan.
-            Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
-            Bila tahun berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal inti.
(9)            Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
·         Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
1.            Cadangan revaluasi aktiva tetap
2.            Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
3.            Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri :
a.         Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh.
b.         Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI
c.         Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
d.        Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
4.            Pinjaman subordinasi yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a.        Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan pihak bank.
b.        Mendapat persetujuan dari BI
c.        Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
d.       Minimal berjangka waktu 5 tahun
e.        Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
f.         Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal)
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam ketentuan tersebut.
Tata Cara Perhitungan Modal Minimum
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan.
Aktifa Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank Syari’ah
Resiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva beresiko, baik yang beresiko rendah ataupun yang resikonya lebih tinggi dari yang lain. ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung resiko atas aktiva tersebut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus dipertimbangkan , bahwa aktiva bank syari’ah dapat dibagi atas:
·         Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/atau kewajiban atau hutang (wadi’ah atau qard dan sejenisnya),
·         Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment Account) yaitu mudharabah (baik General Investment Account/mudharabah mutlaqah yang tercatat pada neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment Account/mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening administratif/off balance sheet).
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan kewajiban atau hutang, resikonya ditanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil, resikonya ditanggung oleh dana rekening bagi hasil itu sendiri. Namun demikian, sebagaimana telah diuraikan di atas, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Oleh karenanya tetap ada potensi resiko, (katakanlah dengan probability 50 %), yang harus ditanggung oleh modal bank sendiri. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus pula dibentuk PPAP.
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut di atas, maka pada prinsipnya bobot resiko bank syari’ah atas :
·         Aktiva yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan / atau dana pinjaman (wadi’ah, card dan sejenisnya) adalah 100 %. Sedangkan
·         Aktiva yang dibiaya oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted investment account) adalah 50 %
Penggolongan lebih lanjut (berdasarkan rating pihak-pihak yang dibiayai / pengelola dana investasi atau penjaminnya) dapat mengkuti ketentuan Bank Indonesia ataupun Busle commitee yang ada.
Kualitas Aktiva Prduktif (KAP)
Aktiva produktif bank syari’ah dapat dibedakan atas
a.       Piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
b.      Investasi pada:
·                  Musyarakah
·                  Mudharabah
·                  Salam
·                  Istishna’
·                  Persediaan
·                  Aktiva yang disewakan
Kualitas piutang penjualan (murabahah)  dan sewa (ijarah) didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi pada musyarakah dan mudharabah dapat di dasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeksinya, kondisi keuangan dan prospek usaha.
Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk menanggung resiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalian atau pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal itu maka faktor jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup resiko tersebut.
Salam dan istishna’ adalah cara memperoleh barang dengan membayar di muka sedang barangnya akan diterima kemudian, dan bukan aktiva produktif. Oleh karena itu tidak diperlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan aktiva yang disewakan.[2]

MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH
Pertumbuhan suatu bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana mayarakat  baik yang berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadahi. Sebagai lembaga keuangan maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup maka bank tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya sebagai financial intermediary secara maksimal. Bahkan  apabila bank tidak dapat mengelola menejemen dana dengan baik maka bank akan menemukan masalah-masalah berkaitan dengan liabilitas, rentabilitas, serta solvabilitasnya. Maka manajemen dana pada bank syariah memiliki tujuan sebagai berikut:
1.            Memperoleh profit yang optimal
2.            Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai
3.            Menyimpan cadangan.
4.            Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain
5.            Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.[3]
Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
I.                        Modal inti / Core capital
Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal sendiri terdiri dari:
a.                                         modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
b.                                        cadangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian dikemudian hari.
c.                                         laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
II.                     Kuasi Ekuitas (mudharabah accaount)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudaharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukanya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
a.       rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqoh. Contohnya yaitu deposito.
b.      rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek yang mereka setujui.
c.       rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga bisa digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving di maksudkan untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka atau waktu tertentu. Contoh tabungan mudharabah yaitu tabungan korban atu tabungan haji.
III.                  Dana titipan ( wadi’ah/ non renumerated deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dananya pada bank adalah untuk keamanan dan keleluasan dalam menarik dananya sewaktu-waktu.
a.                                         Giro wadiah (current account)
Giro wadi’ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaianya. Current account dari bank islam adalah sama dengan rekening giro dari bank konvesional. Hanya saja tidak di benarkan adanya pemberian bunga oleh bank kepada nasabah pemegang rekening. Nasabah pemegang rekening giro bank syariah diberi buku cek maupun bilyet giro. Penarikan dana dari current account dilakukan dengan menerbitkan cek (untuk penarikan tunai) atau bilyet giro (untuk pemindahbukuan). Nasabah boleh menarik dana simpananya setiap waktu yang dikehendaki dan jumlahnya tidak dibatasi sepanjang masih dalam jumlah saldo rekeningnya.
b.                                        Rekening tabungan wadiah
Prinsip wadi’ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank,tetapi, atas kehendaknya sendiri bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
Penggunaan Dana Bank
Setelah dana dari pihak ketiga terkumpul maka sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan bank berkewajiban untuk menyalurkan dana tersebut melalui mekanisme pembiayaan. Dalam hal ini bank harus mempersiakan rencana alokasi penyaluran dana agar dapat mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah. Juga agar dapat mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Untuk mencapai dua tujuan diatas maka alokasi dana pada bank syariah biasanya dibagi dalam dua bagian penting dalam aktiva bank,yaitu:
1.            Aktiva yang menghasilkan ( Earning Asset)
2.            Aktiva yang tidak menghasilkan( Non Earning Asset)
Earning Asset
Adalah asset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan pada bentuk investasi yang terdiri atas:
a)            Pembiayaan atas prinsip bagi hasil (mudharabah)
b)            Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarokah)
c)            Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-ba’i)
d)           Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijarah)
e)            Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.
Portofolio pembiayaan pada bank komersial menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Dari pembiayaan ini bank akan memperoleh penghasilan. Tingkat penghasilan dari pembiayaan(yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bank. Sementara itu porsi kedua adalah investasi pada surat-surat berharga karena selain untuk memperoleh keuntungan, investasi pada surat berharga dapat digunakan sebagai instrument likuiditas.
Non Earning Asset
Non earning asset tergolong asset yang tidak menghasilkan yang terdiri dari:
a)            Aktiva dalam bentuk tunai (cash asset)
Cash asset terdiri dari uang tunai dlam vault, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item item lain yang masih dalam proses penagihan (collection).
Uang tunai dalam valut merupakan instrument penting likuiditas menyangkut pemenuhan kewajiban pada nasabah yang ingin menarik dananya secara tunai. Sementara primary reserve pada bank Indonesia digunakan untuk memperlancar transaksi kliring antar bank melalui bank Indonesia.
b)            Pinjaman/ Qard
Merupakan pinjaman lunak tampa imbalan dari penerima qard.
c)            Penanaman dana tetap dalam aktiva tetap dan inventaris ( premises and equipment)
Merupakan kebutuhan bank untuk menfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung, kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka pelayanan kepada nasabahnya.
Pendekatan Alokasi Dana Bank
Cara penempatan alokasi dana oleh suatu bank umum sengan mempertimbangkan sumber dana yang diperolehya terdiri atas dua (2) pendekatan yang masih banyak dipergunakan atau dipilih oleh eksekutif bank, yaitu;
1.            Poll of fund approach
2.            Asset allocation approach
Pool of fund approach adalah penempatan dana bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber dana, seperti sifat, jangka waktu dan tingkat harga perolehannya. Sementara itu asset allocation approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap jenis alokasi danayang sesuai dengan sifat, jangka waktu dan tingkat harga  perolehan sumber dana tersebut.[4]
Sumber dan Alokasi Pendapatan
            Dana yang telah diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan tersebut, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syariah.
a.            Sumber pendapatan bank syariah
            Sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan bank. Hal ini dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan bank syariah. Dengan demikian, sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari:
·                  Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;
·                  Keuntungan atas kontrak  jual-beli (al bai’);
·                  Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
·                  Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.
b.            Pembagian keuntungan (profit distribution)
            Pendapatan-pendapatan yang dihasilkan dari kontrak pembiayaan, setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi atau didistribusikan antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil yang diperjanjikan. Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahapp sebagai berikut:
·                  Tahap pertama bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%
·                  Tahap kedua bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan bank.
·                  Tahap ketiga bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
·                  Tahap keempat bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
·                  Tahap kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.[5]
Menghitung Keuntungan Bersih Bank
Seberapa jauh bank syari’ah dapat menjalankan aktivitas manajerial secara efisien. Tingkat efisiensi manajerial bank sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat keuntungan bersih bank. Dari tingkat keuntungan bersih dibandingkan dengan kondisi asset dan ekuitas dapat dijadikan ukuran efisiensi manajerial bank. Tingkat keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable factors) dan factor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable factors).
Controllable factors adalah factor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada wholesale dan retail), pengadaan pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncontrollable factors  atau factor-faktor eksternal adalah factor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan factor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan factor-faktor eksternal.
Ada dua rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (REO). RAO adalah perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata aktiva. ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-prata modal atau investasi para pemilik bank. Dari perbandingan pra pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikian mereka. Keuntungan bagi para pemilik bank adalah merupakan dari tingkat keuntungan dari asset dan tingkat leverage yang dipakai. Hubungan antara ROA dan leverage dapat digambarkan sebagai berikut:
Return On Asset x Leverage Multiplier = Return On Equity
    Net Income             x         Average Assets     = ROE
Average Assets                          Capita
            Apabila bank dapat menghasilkan pendapatan bersih dari asetnya (ROA) sebesar 1%, sedangkan  leverage-nya adalah 15 maka:
ROE = 1% x 5
        = 15%.
Hal ini dapat dicapai oleh bank karena tingkat leverage  yang digunakan oleh bank  adalah tinggi, dimana 14/15 bagian dari asetnya didanai oleh dana pinjaman bari piak ketiga dan 1/15 bagian saja yang merupakan modal dari pemilik. Bagi bank syari’ah, sumber yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara investasi jangka panjang (permanen) dari para pemilik dan investasi jangka pendek (Tempore) dari para nasabah (rekening mudharabah).[6]



[1] Muhammad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: STIM YKPN, hal. 250.
[2] Eko Bephe, 2011, Manajemen Permodalan Pada Bank Syariah, http://merapikancatatan.blogspot.co.id/2011/12/manajemen-permodalan-pada-bank-syariah.html, diakses pada tanggal 23 April 2017.
[3] Muhammad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: STIM YKPN, hal. 265.
[4] Eko Bephe, 2011, MANAJEMEN DANA PADA BANK SYARIAH, http://merapikancatatan.blogspot.co.id/2011/11/manajemen-dana-pada-bank-syariah.html, diakses pada tanggal 23 April 2017.
[5] Franky Pratama, 2015, Manajemen dana bank syariah, http://frankyabuu.blogspot.co.id/2015/11/manajemen-dana-bank-syariah.html, diakses pada tanggal 23 April 2017.
[6] Fendi Sugiharto, 2014, MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH, http://tax-of-fendi.blogspot.co.id/2014/01/manajemen-dana-bank-syariah.html, diakses pada tanggal 23 April 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar