Page

Senin, 23 Mei 2016

Takhrij al-Hadis: Teori dan Metodologinya



MAKALAH
AL-QUR'AN & AL-HADITS

Takhrij al-Hadis: Teori dan Metodologinya

DISUSUN OLEH:
RISKA YANTY (15830074)
AHMAD ABIDI (15830075)
YASMINE TALITHA DEWI (15830078)
ALIFIA MARETA SITI RAHAYU (15830079)



PROGRAM STUDI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur  hanyalah milik Alloh SWT. Kepada-Nya kita memuji dan bersyukur, memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon perlindungan dari keburukan diri dan syaiton yang selalu menghembuskan kebatilan. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh SWT, maka tak seorang pun dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan oleh-Nya maka tak seorang pun dapat memberi petunjuk kepadanya. Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, juga pada orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Dengan rahmat dan pertolongan-Nya alhamdulillah makalah yang berjudul Takhrij al-Hadis: Teori dan Metodologinya ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak sekali kekurangan penulis dalam menyusun makalah ini baik menyangkut isi atau yang lainnya, mudah-mudahan semua itu dapat menjadikan cambuk bagi penulis agar lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 17 Mei 2016

Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 3
B. Perumusan Masalah ........................................................................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Takhrij .................................................................................................. 5
B. Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij .................................................. 7
C. Metode Takhrij .................................................................................................. 10
D. Tujuan dan Manfaat Takhrij .............................................................................. 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadits di sampaikan oleh Rosululloh SAW atas petunjuk Alloh SWT, Alloh SWT memerintahkan Rosul-Nya untuk memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang diturunkan padanya, Alloh SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 44:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan”,
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
Dengan adanya perintah tersebut, Rosululloh SAW telah menjelaskan Al-Qur’an pada umatnya secara terperinci maupun secara global, hal itu di interpretasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang di tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga sempurnalah Al-Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima merupakan hadits yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrijhadits sangatlah penting. Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam hal ini kita bersama-sama akan membahas tentang cara penyampaian hadits (takhrijhadits).



B. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Takhrij Hadits?
2. Bagaimana sejarah perkembangan dan apa saja kitab-kitab yang memuat tentang Takhrij Hadits?
3. Bagaimana metode dalam mentakhrij hadits?
4. Apa saja tujuan dan kegunaan dari takhrij hadits?

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Dapat mengetahui definisi takhrij hadits.
2. Dapat mengetahui sejarah perkembangan dan kitab-kitab dalam mentakhrij hadits.
3. Dapat mengetahui metode-metode dalam mentakhrij hadits.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Takhrij
1.      Menurut Bahasa
Takhrij menurut arti bahasa ialah kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah. Dr. Mahmud at-Thahhan menjelaskan bahwa takhrij al-hadits adalah cara penunjukan sumber asli dari suatu hadits, menjelaskan sanadnya dan menerangkan martabat nilai hadits yang ditakhrij. Takhrij dapat diartikan juga dalam beberapa arti, dan yang paling populer diantaranya ialah mengeluarkan, meneliti, dan menerangkan.
Dalam kamus Lisanul ‘Arab disebutkan, Al-khuruj adalah lawan ad-dukhul, dan ia telah mengeluarkan dan keluar dengannya. Maka sebagaimana firman Allah QS. Al-Fath:29, yang artinya “Sebagaimana tanaman yang menampakkan anak buahnya.”
2.      Menurut Istilah Ahli Hadis
Takhrij menurut istilah ahli hadis, mempunyai pengertian yang banyak:
a.       Sinonim (muradif) kata al-ikhraaj, yang berarti menjelaskan hadis pada orang lain dengan menyebutkan mukhrijnya, yaitu para perawi dalam sanad hadis, dimana suatu hadis keluar dari jalan mereka.
Dalam kitab Ulumul Hadis, Ibnus-Salah berkata,”Para ulama dalam menyusun kitab hadis ini memakai dua sistematika. Salah satuya adalah menyusun kitab hadis berdasarkan bab-bab permasalahn, yaitu menakhrijkannya berdasarkan hukum-hukum, fikih, dan sebagainnya...”
Maka yang dimaksud menakhrijkan hadis adalah meriwayatkannya pada orang lain dalam kitabnya.
b.      Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab. Dalam kitab Fathul Mugis, As-Sakhawi menyebutkan, Takhrij adalah periwayatan seorang ahli hadis terhadap satu hadis dari beberapa juz, guru, kitab, dan sesamanya,-baik dari riwayatnya sendiri, sebagian guru, teman atau sesamanya-, membicarakannya dan menisbatkannya pada orang yang meriwayatkannya, yaitu para imam yang mempunyai kitab dan kodifikasi hadis.”
c.       Ad-Dilalah, artinya menunjukkan kitab-kitab sumber hadis dan menisbatkannya dengan cara menyebutkan para rawinya, yaitu para pengarang kitab-kitab sumber hadis tersebut.
Menurut pengarang buku “Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis”, pengertian takhrij yang populer dan berlaku di kalangan ahli hadis adalah pengertian ketiga, terutama setelah para ulama mulai menakhrijkan hadis yang tertulis dalam beberapa kitab, karena terdorong adanya kepentingan pada abad-abad terakhir ini. Pengertian ketiga inilah dalam kami definisikan takhrij menurut istilah.
3.      Menurut Istilah
Takhrij menurut istilah ialah menunjukkan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, dimana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanad, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Penjelasan definisi :
a.       Menunjukkan tempat hadis, berarti menyebutkan kitab-kitab tempat hadis tersebut.
b.      Sumber-sumber asli hadis ialah:
1)      Kitab-kitab hadis yang dihimpun para pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, seperti kitab hadis enam, Muwatta’ Imam Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-Hakim dan Musannaf Abdul Razzaq, serta sesamanya.
2)      Kitab-kitab hadis pengikut (tabi’) kitab-kitab hadis pokok di atas, seperti kitab-kitab yang menghimpun kitab-kitab hadis di atas. Misalnya, kitab Al-Jam’u Bainas Sahihain, karya Al-Humaidi. Kitab-kitab yang menghimpun bagian terkecil (Tarf) kitab-kitab hadis di atas.
3)      Kitab-kitab selain hadis,-misalnya, kitab tafsir, fikih, dan sejarah,-yang didukung hadis dengan syarat, penulisnya meriwayatkan lengkap dengan sanadnya.sendiri. Maksudnya, mereka tidak mengambil dari kitab-kitab sebelumnya. Diantara kitab-kitab ini adalah kitab Tafsir dan Tarikh, karya At-Tabari dan Al-Umm, karya Ay-Syafi’i.
Menisbatkan hadis pada kitab-kitab yang hanya menghimpun sebagian hadis, tanpa memaknai jalan yang diterima dari guru-gurunya (hanya dari kitab-kitab sebelumnya) adalah tidak termasuk pengertian takhrij menurut istilah, tetapi hanya suatu hadis yang terdapat dalam kitab tertentu. Ini adalah termasuk penisbatan terakhir dari orang yang tidak mampu mengetahui sumber asli dari suatu hadis, sehingga ia menempati derajat terendah. Kenyataan seperti ini tidk pantas bagi ilmuwan, terutama ahli hadis.
Kitab-kitab yang tidak terhitung sebagai sumber asli adalah kitab-kitab yang hanya menghimpun hadis-hadis hukum. Misalnya, kitab Belugul Maram Min Adillatul Ahkam, karya Al-Hafiz Ibnu Hajar. Kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis berdasarkan urutan huruf hijaiyah. Misalya, Al-Jami’us-Sagir, karya As-Suyuti. Dan kitab-kitab yang menghimpun kitab-kitab hadis sebelumnya dengan bentuk yang bermacam-macam. Misalnya kitab Al-Arba’in An-Nawawiyyah, dan Riyadus-Salihin, keduanya karya An-Nawawi. Kitab-kitab tersebut, hanya sebagai petunjuk pada sumber-sumber hadis yang asli,karenanya dapat dijadikan sebagai pembantu.
Menjelaskan derajat (nilai) hadis ketika diperlukan. Maksudnya menjelaskan nilainya, baik sahih, daif, dan sesamanya, jika diperlukan. Karena itu, menjelaskan nialai hadis tidak merupakan hal yang mendasar dalam menakhrijka hadis, melainkan hanya penyempurna yang harus dipenuhi ketika diperlukan.
B. Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij
1.      Sejarah Ilmu Takhrij
Ulama-ulama terdahulu belum begitu membutuhkan ilmu takhrij hadits ini, khususnya ulama yang berada pada awal abad kelima, karena Alloh memberi karunia kepada mereka suka menghafal dan banyak mengkaji kitab-kitab yang bersanad yang menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. Keadaan ini terus berlanjut sampai beberapa abad, hingga tradisi kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-kitab hadits serta sumber rujukan pokoknya menjadi lemah. Ketika tradisi ini lemah, para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu hadits yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh, maka muncullah segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrijhadits terhadap karya-karya ilmu tersebut dan menjelaskan kedudukan hadits itu apakah statusnya shohih. Hasan atau doif. Waktu itulah muncul kutub at-takhrij (kitab-kitab takhrij).
Kitab-kitab Takhrij generasi pertama, seperti yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thahhan adalah kitab-kitab buah pena al-Khatib al-Baghdadiy [w. 463 H]. Diantara kitab yang terkenal adalah:
a.       Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib.
b.      Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowani.
c.       Kitab Takhrijhadits al-Muhazzab oleh karya Muhammad bin Musa al-Hazimi.
Kemudian pada masa selanjutnya, karya-karya dalam bidang ilmu takhrijhadits semakin meluas hingga mencapai puluhan. Sumbangan karya-karya tersebut tidak dapat dipungkiri sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya.
Mahmud At-Tahhan menyebutkan bahwa tidak diragukan lagi cabang ilmu takhrij ini sangat penting sekali bagi setiap ilmuan yang bergelut dibidang ilmu syariah khususnya bagi yang bergelut dibidang ilmu hadits dengan ilmu ini seseorang bisa memeriksa hadis ke sumber asalnya.
2.      Pengenalan kitab-kitab takhrij
Berikut adalah kitab-kitab takhrij yang termasyhur.
a.       Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah karya Abdulloh bin Yusuf al-Zaila’i (w. 762 H).
Kitab ini mentakhrijhadits-hadits yang dijadikan oleh al-Allamah Ali bin Abi Bakar al-Marghinani al-Hanafi (w.593 H) dalam kitab al-Hidayah. Kitab ini merupakan kitab fikih Hanafi,sedangkan kitab takhrij ini merupakan yang paling luas dan yang paling dikenal dibanding kitab takhrij lainnya.
Al- Kattani berkata, “kitab ini adalah kitab takhrij yang sangat bemanfaat sekali dijadikan patokan oleh kalangan pensyarah kitab al-Hidayah, bahkan Ibnu Hajar banyak mengambil manfaat dari buku dalam disiplin ilmu hadits, nama-nama  perawi dan luasnya pandangan beliau tentang haditsmarfu’
b.      Takhrij Ahadits al-Mukhtashar al-Kabir karya Muhammad bin Ahmad Abd al-Hadi al-Maqdisy (w. 744 H).
c.       Takhrij Ahadits al-Kasysyaf li az- Zamakhsyari karya Abdullah bi Yusuf az-Zaila’i. Ia sudah dicetak.
d.      Irwa’ al Ghalil fi Takhtij Ahadits Manar as-Sabil, karya asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani.
e.       At-Talkhish al-Habir, Takhrij Ahadits  al-Wajiz al-Kabir fi Li ar-Rifa”i, ditulis olehal-Hafidz Ibnu Hajar, sudah dicetak.
f.       Takhrij Ahadits al-Kasysyaf, karya al-Hafidz Ibnu Hajar.
g.      Al-Badr al-Munir fi al-Takhrij al-Ahaditz wa al-Atsar al-Waqi`ah fi al-Syarh al-Kabirli ar-Rafi’i [Abu al-Qasim Abd al-Karim Ibn Muhammad al-Qazwayniy al-Rafi`iy al-Syafi`iy – w.623 H], karya Umar Ibn Ali Ibn al-Mulqan (w. 804 H); telah ditahqiq di dalam risalah Majister di Universitas Islam Madinah.
h.      Al-Mughniy `an Haml al-Ashfar fi al-Ashfar fi Takhrij Ma fi al-Ihya’ min al-Akhbar [al-Ghazaliy], karya al-Hafizh Zayn al-Din Abd al-Rahim Ibn al-Husayn al-Iraqiy (w. 806 H);
i.        Al-Takhrij al-Ahadits al-latiy Yusyiru Ilayha al-Tirmidziy fi Kulli Bab, karya al-Iraqiy;
j.        Ad- Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah, karya al-Hafidz Ibnu Hajar.
k.      Tuhfah ar-Rawi fi Takhrij Ahadits al-Baidhawi, karya al-Hafidz Abdurra’uf al-Munawi.
Diantara kitab-kitab takhrij yang disebutkan di atas yang sudah banyak dipergunakan oleh penuntut ilmu, yaitu:Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah dan At-Talkhish al-Habir, Takhrij Ahadits  al-Wajiz al-Kabir fi Li ar-Rifa”i.
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam mentakhrijadalah:
a.       Usul al – Takhrij wa Dirasat Al – Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan,
b.      Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami,
c.       Turuq TakhrijHadits Rasul Allah Sawkarya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi,
d.      Metodologi Penelitian Hadits Nabi oleh Syuhudi Ismail.
e.       al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
f.       Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
g.      Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi oleh Zaglul.
h.      Al-Istiab oleh Ibnu Abd Barr
i.        Usul al-Ghabah oleh Abd Atsir
j.        Al-Ishobah oleh Ibn Hajar al-Asqolani.
k.      Al-Jarh wa at-Ta’di juga karya Ibnu Hajar.
C. Metode Takhrij
Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan hadits-hadits, dapatlah kita katakan bahwa metode-metode tahrij hadits disimpulkan dalam lima macam yaitu :
1.      Takhrij menurut lafal pertama hadits
Penggunaan metode ini tergantung dari lafal pertama matan hadits. Berarti metode ini juga mengkodifikasikan hadits-hadits yang lafal pertamanya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertamanya alif, ba’, ta’ dst. Suatu keharusan bagi yang akan menggunakan metode ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadits-hadits yang akan dicarinya. Sebagai contoh hadits yang berbunyi   من غشنا فليس منا langkah untuk mencarinya dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
a.       Lafal pertamanya dengan membukanya pada bab mim ( م)
b.      Kemudian mencari huruf kedua (nun) setelah mim tersebut.
c.       Huruf-huruf selanjutnya adalah ghain (غ) lalu syin (ش) serta nun (ن).
d.      Dan begitu seterusnya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah pada lafal-lafal matan hadits.
Kelebihan dan kekurangan menggunakan metode lafal pertama
Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadits-hadits yang dimaksud.
Hanya saja bila terdapat kelaiana lafal pertama tersebut sedikitpun akan berakibat sulit menemukan hadits.
            Kitab yang menggunakan metode lafal pertama
a.       Kitab Al-Jami’ah Ash-Shaghair
b.      Kitab al-Fath al-Kabir
c.       Kitab Jamu’ah al-Jawami’
d.      Kitab al-jami’ al-Azhar
e.       Kitab hidayat al-Baary
f.       Kitab-kitab takhrij yang lain yang disusun berdasarkan metode pertama.
2.      Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadits
Metode ini tergantung pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik itu berupa isim ataupun fi’il. Huruf-huruf tidak digunakan dalam metode ini. Hadits-hadits yang dicantumkan hanyalah bagian hadits. Adapun ulama-ulama yang meriwayatkannya dan nama-nama kitab induknya dicantumkan dibawah potongan hadits-hadits nya. Para penyusun kitab-kitab tarjih hadits menitikberatkan peletakan hadits-haditsnya menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) suatu kata, maka pencarian hadits akan semakin mudah dan efisien.
Keistimewaan metode kedua
a.       Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.
b.      Para penyusun kitab-kitab tarjih dengan metode ini membatasihadits-haditsnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab, dan halaman.
c.       Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits.
Kekurangan metode kedua
a.       Keharusan memiliki kemampuan bahasa arab besrta ilmu-ilmunya yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
b.      Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahiu nama sahabat yang menerima hadits dari Nabi SAW. mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijkannya dengan kitab ini.
c.       Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.
Kitab-kitab takhrij yang menggunakan metode kedua
a.       Al-Mu’jam al-Mufahras li alfaazh al-Hadits an-Nabawy
b.      Beberapa kitb takhrij yang lainnya, yaitu :
1)      Kitab fihris shahih muslim
2)      Kitab fihris sunan abi daud
3.      Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode takhrij hadits yang ketiga ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat bila sanad haditsnya bersambung pada Nabi (mutashil) atau dari kalangan thabi’in bila hadits itu mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap mereka (perawi pertama), shahabat, atau thabi’in. Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadits yang akan kita takhrij melalui kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab itu, dan kemudian mencari hadits yang kita inginkan di antara hadits-hadits yang tertera dibawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah menemukanya, maka kita akan mengetahui pula ulama yang meriwayatkannya.
Kelebihan metode ketiga
a.       Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadits yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. Lain halnya dengan metode yang pertama yang memperkenalkan perawinyasaja tanpa memperkenalkan pula kitabnya.
b.      Metode ketiga ini memberikan metode yang tidak sedikit diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad. Dan juga faedah-faedah yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ketiga ini.
Kekurangan metode ketiga
a.       Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadits yang kita maksud.
b.      Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari hadits diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hal ini di karenakan penyusun hadits-haditsnya diantaranya didasarkan perawi-perawinya yang dapat didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.
Kitab-kitab dengan metode ketiga
a.       Kitab-kitab al-Athraf
b.      Kitab-kitab Musnad
4.      Takhrij menurut thema hadits
Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan thema hadits. Setelah kita menentukan hadits yang akan kita takhrij, maka langkah selanjutnya adalah menyimpulkan tema hadits tersebut. Kemudian kita mencarinya melalui tema ini pada kitab-kitab metode ini. Kerap kali hadits memiliki thema lebih dari satu. Sikap kita terhadap hadits seperti ini mencarinya pada thema-thema yang dikandungnya.
Contoh hadits yang dicantumkan dalam kitab iman, tauhid, shalat, zakat,puasa dan haji. Untuk itu kita harus mencarinya pada thema-thema ini, karena hadits itu mengandung semuanya, agar tidak terjadi kesalah pahaman antara kita dan penyusunnya.

Keistimewaan menggunakan metode keempat
a.       Metode thema hadits tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain diluar hadits, seperti keabsahan lafal pertamanya,sebagaimana metode pertama, pengetahuan berbahasa arab dengan perobahan kata-katanya sebagai mana metode ke dua,dan pengenalan perawi teratas sebagaimana metode ke tiga. Yang dituntut metode keempat iniialah pengetahuan akan kandungan hadits. Hal ini logis kiranya dalam mempelajari hadits-hadits.
b.      Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadits pada diri peneliti. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini beberapa kali akan memiliki kemampuan yang bertambah terhadap thema dan maksud hadits yang merupakan fih hadits.
c.       Metode ini juga memperkenalkan kepada peneliti maksud hadits yang dicarinya dan hadits-hadits yang senada dengannya. Ini tentunya akanmenambah kesemangatan dan membantu memperdalam permasalahan.
Kekurangan menggunakan metode keempat
a.       Terkadang kandungan hadits sulit untuk disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya. Sebagai akibat dia tidak mungkin memfungsikan metod ini.
b.      Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahama penyusun kitab. Sebagai akibatnya penyusun kitab meletakan hadits pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti tersebut. Contoh ini banyak sekali, seperti hadits yang semula disimpulkan sebagai hadits peperangan ternyata oleh penyusun diletakan pada hadits tafsir.
Kendali demikian,kedua kekurangan ini akan sirna dengan sendirinya dengan memperbanyak menelaah kitab-kitab hadits. Penelaahan yang berulang-ulang akan menimbulkan pengetahuan tenteng metode para ulama dan tata letak thema hadits.
            Kitab-kitab yang digunakan dalam metode keempat
a.       Kitab kanzu  al-‘Ummaal oleh al-Hindy
b.      Kitab muntakhab kanza al-‘Ummaal oleh al-Hindy
c.       Kitab miftah kunuz al-Sunnah oleh Wensinck
d.      Kitab al-Mughny ‘An Hamli al-Asfar oleh al-‘Iraqy
e.       Kitab Nashbu al-Rayah oleh al-Zayla’iy
f.       Kitab al-Dirayah oleh Ibnu Hajar
g.      Kitab al-Talkhish al-Habir oleh Ibnu Hajar
h.      Kitab Muntaqaa al-Akbar oleh Ibnu Taimiyah
i.        Kitab Bulugh al-Maram oleh Ibnu Hajar
j.        Kitab Takrib al-Asanid oleh al-‘Iraqy
k.      Kitab al-Targhib Wa al-Tarhib oleh al-Mundziry
l.        Kitab al-Zawajir oleh Ibnu Hajar al-Haitany
m.    Kitab al-Durr al-Mantsur oleh al-Suyuty
n.      Kitab Fath al-Qadir oleh al-Syaukani
o.      Kitab Tafsir Ibnu Katsir
p.      Kitab al-Kaff al-Syaaf oleh Ibnu Hajar
q.      Kitab al-Khashaaish al-Kubra oleh al-Suyuthi
r.        Kitab Manahil al-Shafaa oleh al-Suyuthi
s.       Kitab Sirrah Ibnu Katsir
t.        Kitab Subul al-Huda Wa al-Rasyad oleh al-Syaamy
5.      Takhrij berdasarkan status hadits
Bila kita akan mentakhrij suatu hadits, maka kita dapat melakukannya dengan salah satu metode dari metode yang terdahulu. Namun metode kelima ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan hadits-hadits berdasarkan suatu hadits.
Kelebihan menggunakan metode kelima
Dapat memudahkan proses takhrij. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar hadits-hadits yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit. Sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
            Kekurangan menggunakan metode ke lima
Metode ini cangkupannya sangat terbatas karena sedikitnya hadits-hadits yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas lagi ketika berbicara masing-masing kitabnya.
            Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ke lima
a.       Kitab al-Azhar al-Mutanaatsirah Fii al-Akbar al-Mutawaatirah
b.      Kitab al-Ittihaafaat al-Saniyyah Fii al-Ahaadiits al-Qudsiyyah
c.       Kitab al-Ahaadiits al-Qudsiyyah
d.      Kitab al-Maqaashid al-Hasanah
e.       Kitab Kasyfu sl-Khafaa
f.       Kitab al-Maraasiil
g.      Kitab Tanziil al-Syarii’ah
h.      Kitab al-Mashnuu’
D. Tujuan dan Manfaat Takhrij
Tujuan takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal hadits yang ditakhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah:
1.      Mengetahui eksitensi suatu hadits apakah benar suatu hadits yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku hadits atau tidak.
2.      Mengetahui sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja.
3.      Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadits atau dalam  beberapa buku induk hadits.
4.      Mengetahui kualitas hadits (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).
Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak di antaranya yang dapat dipetik oleh yang melakukannya adalah sebagai berikut:
1.        Mengetahui referensi beberapa buku hadits, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa perawi suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits apa saja hadits tersebut di dapatkan.
2.        Menghimpun sejumlah sanad hadits,dengan takhrij seseorang dapat menemukan    sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah atau beberapa buku induk hadits, misalnya terkadang di beberapa tempat di dalam  kitab Al-bukhari saja,atau di dalam kitab- kitab lain.Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
3.        Mengetahui keadaan sanad yang bersambung dan yang terputus dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadits serta kejujuran dalam periwayatan.
4.        Mengetahui status suatu hadits.Terkadang ditemukan sanad suatu hadits dha’if, tetapi melalui sanad lain hukumnya shahih.
5.        Meningkatkan suatu hadits yang dhoif menjadi hasan li ghayrihi  karena adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.Atau meningkatkan hadits hasan menjadi shahih li ghayrihi  dengan di temukannya sanad lain  yang   seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
6.        Mengetahui bagaimana para imam hadits menilai suatu kualitas hadits dan bagaimana kritikan yang disampaikan.
7.        Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan suatu hadits.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwasanya ilmu takhrijhadits sangat perlu dipelajari, karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad, matan, perowi dan yang berkaitan dengan hadits.
Ada perbedaan di kalangan ulama hadis dalam mendefenisikan Takhrij hadis, namun dapat disimpulkan bahwa takhrij hadis adalah menelusuri suatu hadis kesumber asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan, dan musnad kemudian jika diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah sohih, Hasan atau doif.
Ada beberapa cara dalam mentakhrij hadis:
1.      Takhrij menurut lafaz pertama matan hadis.
2.      Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan .
3.      Takhrij menurut rawi pertama.
4.      Takhrij menurut tema hadis.
Beberapa kitab yang diperlukan dalam mentakhrij hadis adalah:
1.      Usul Takhrij oleh mahmud Attahhan.
2.      Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn. Muhammad Al Gharami.
3.      Turuq Takhrij oleh Abd Muhdi
4.      al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck
5.      Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.
6.      Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi oleh Zaglul.
7.      Al-Istiab oleh Ibnu Abd Barr
8.      Usul al-Ghabah oleh Abd Atsir
9.      Al-Ishobah oleh Ibn Hajar al-Asqolani.
10.  Al-Jarh wa at-Ta’di juga karya Ibnu Hajar.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Dr At-Tahhan. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits. 1995. Surabaya: PT Bina Ilmu.
az-Zahrani, Muhammad. Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits. 2011. Jakarta: Darul Haq. cet. Pertama.
Mahdi, Abu Muhammad. Metode Takhrij Hadits. 1994. Semarang: Toha Putra Group. cet. Pertama.
Suyadi, M. Agus Sholahudin dan Agus.Ulumul Hadits. 2011.  Bandung: CV. Pustaka Setia.. Cet. II.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar