MAKALAH
HUKUM BISNIS
ASURANSI dan TAKAFUL (ASURANSI SYARI’AH)
Disusun Oleh :
Rizka Hendriyani
|
15830009
|
Indah Itsna Marfi’ah
Riska Yanty
|
15830050
15830074
|
KEUANGAN
SYARI’AH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah
SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum Bisnis dengan materi “Asuransi dan Takaful (Asuransi Syari’ah)”. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Bisnis. Dalam penyusunan makalah mata kuliah Hukum Bisnis ini, tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Tiada gading yang tak retak, begitu juga halnya dengan makalah
mata kuliah Hukum Bisnis dengan materi Asuransi dan Takaful (Asuransi Syari’ah), masih banyak
ditemukan kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, kami menerima masukan, saran,
ataupun kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan
makalah mata kuliah Hukum Bisnis dengan materi Asuransi dan Takaful (Asuransi Syari’ah). Kami berharap makalah mata kuliah Hukum Bisnis dengan materi Asuransi dan Takaful (Asuransi Syari’ah) ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 1 Mei 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha asuransi
merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila
terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi,
pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan
antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan
dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku
bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat
kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi
permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga
yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia. Perkembangan asuransi di
Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai
perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi
masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program
syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan
asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat kita ketahui rumusan masalahnya, yaitu:
1. Apa pengertian dan dasar hukum asuransi ?
2. Apa pengertian risiko dalam asuransi ?
3. Apa pengertian polis asuransi ?
4. Apa penjelasan tentang asuransi dan takaful ?
5. Apa perbedaan antara asuransi dan takaful ?
6. Apa pengertian reasuransi ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembelajaran ini adalah:
1.
Mengetahui dan mendiskusikan pengertian dan dasar hukum
asuransi.
2.
Mengetahui dan mendiskusikan pengertian risiko dalam
asuransi.
3.
Mengetahui dan mendiskusikan polis asuransi.
4.
Mengetahui dan mendiskusikan tentang asuransi dan
takaful.
5.
Mengetahui dan mendiskusikan perbedaan antara asuransi
dan takaful.
6.
Mengetahui dan mendiskusikan reasuransi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ASURANSI
Asuransi
ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang
sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum
pasti. Dari perumusan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia
membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa menghadapi
kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.
Asuransi
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis
dimana
perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti,
kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian
yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.[1]
Menurut KUHD pasal 246 disebutkan
bahwa "asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tidak tentu".
Dasar Hukum Asuransi
1. KUH Perdata
Asuransi merupakan sebuah perikatan, maka
sebagai dasar hukum pertama adalah KUH Perdata, terutama pasal 1320. Juga pasal
1774 KUH Perdata, yang berbunyi “Suatu perbuatan yang hasilnya mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung
kepada suatu kejadian yang belum tentu, demikian juga persetujuan pertanggungan
yang diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang.
2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Terdapat dua cara pengaturan asuransi dalam
KUHD, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat
khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal
146-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur
dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus
ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10
pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab IX dan Bab X pasal 592-695 KUHD dengan
rincian sebagai berikut:
1.
Bab IX Asuransi
atau pertanggungan pada umumnya, pengaturannya mulai dari pasal 246-286
2.
Bab X Asuransi
atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap bahaya-bahaya
yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni, dan tentang pertanggungan
jiwa.
a.
Bagian 1
Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran Pengaturannya Mulai Pasal 287-298 KUHD
b.
Bagian 2
Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil Pertanian yang Belum
Dipaneni. Pengaturannya Mulai Pasal 299-301 KUHD
c.
Bagian 3
Pertanggungan Jiwa. Pengaturannya
mulai pasal 302-308 KUHD
d.
Asuransi
pengangkutan laut dan perbudakan pasal 592-685 KUHD
e.
Asuransi
pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman pasal 686-695 KUHD.
3.
UU No. 2 tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian, yakni
menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hokum perasuransian
dan perusahaan yang berlaku; dan publik administratif, maksudnya kepentingan
masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal dilanggar, maka
pelanggaran tersebut diancam dengan saksi pidana dan saksi administratif,
sesuai dengan PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.[2]
Adapun secara stratifikasi peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang usaha peransuransian dan perusahaan
reasuransi, serta tentang perizinan dan penyelenggaraan usaha perusahaan
penunjang usaha asuransi dapat ditulis sebagai berikut:
1.
Undang-undang
No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian
2.
Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Peransuransian
3.
Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahab Atas PP No. 73 Tahun 1992
4.
Keputusan
Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5.
Keputusan
Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6.
Keputusan
Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Kuangan Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
7.
Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan
dan penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
2.2 PENGERTIAN RISIKO DALAM ASURANSI
Risiko
dalam Asuransi
Risiko adalah ketidaktentuan atau uncertainty
yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Unsur ketidaktentuan ini
bisa mendatangkan kerugian dalam asuransi. Ketidaktentuan dapat kita bagi atas
:
1.
Ketidaktentuan dalam ekonomi (economic uncertainty), yaitu
kejadian yang timbul sebagai akibat dari perubahan sikap konsumen, umpama
perubahan selera atau minat konsumen atau terjadinya perubahan pada harga,
teknologi, atau didapatnya penemuan baru, dan lain sebagainya.
2.
Ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam (uncertainty of nature)
misalnya kebakaran, badai, topan, banjir, dan lain-lain.
3.
Ketidaktentuan yang disebabkan oleh perilaku manusia (human
uncertainty), umpama peperangan, pencurian, perampokan, dan pembunuhan.[3]
Dalam praktiknya risiko-risiko yang timbul dari
setiap pemberian usaha pertanggungan asuransi adalah sebagai berikut :
1. Pure risks (Resiko Murni), yaitu risiko yang selalu
menyebabkan kerugian. Misalnya kematian, kapal tenggelam, kebakaran, dan
sebagainya.
2.
Speculative risks
(Resiko Spekulatif), yaitu risiko yang bersifat spekulatif yang bisa
mendatangkan rugi atau laba. Misalnya seorang pedagang bisa untung atau rugi dalam
usahanya.
3.
Resiko Individu. Resiko ini
di bagi menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Resiko Pribadi, yaitu resiko kemampuan seseorang untuk memperoleh
keuntungan akibat sesuatu hal seperti sakit,kehilangan pekerjaan / mati
b.
Resiko Harta, yaitu resiko kehilangan harta apakah dicuri,
hilang,rusak yang menyebabkan kerugian keuangan.
c.
Resiko Tanggung Gugat, yaitu resiko yang disebabkan apabila kita
menanggng kerugian seseorang dan kita harus membayarnya.
Berdasarkan sifatnya risiko dibagi menjadi
risiko murni dan risiko spekulatif
1.
Risiko murni, yaitu risiko yang dilihat dari segi kerugiannya saja, misalnya
menghadapi kesulitan atau kehilangan dalam hubungannya dengan mencairkan dan
pada waktu tanggal jatuh tempo sebagai akibat pailitnya bank atau direktur bank
yang bersangkutan
melarikan diri dengan membawa uang nasabah, dengan demikian deposan tersebut
menderita kerugian.
- Risiko spekulatif, yaitu yang melahirkan dua kemungkinan. Dapat menimbulkan keuntungan dan kerugian, misalnya A menjual mobilnya pada B dengan harga yg murah, di satu pihak merugikan bagi A di satu pihak menguntungkan bagi B
Risiko berdasarkan objek yang di kenal dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Risiko
perseorangan atau pribadi (personal risk)
2.
Risiko harta
kekayaan ( property risk)
- Risiko tanggung jawab (liability risk)
Ada dua hal
yang berhubungan erat dengan risiko, yaitu :
1.
Peril, yaitu
segala seuatu yang bisa menimbulkan kerugian.
2.
Hazard, yaitu
suatu keadaan yang menambah kemungkinan terjadi peril (kerugian).
Berikut adalah pembagian hazard yang dihubungkan dengan risiko :
a.
Risiko Pribadi dan Risiko Keluarga (Personal and Family Risks)
1.
Kehilangan Pendapatan (Loss Income)
Seseorang
atau keluarga bisa kehilangan pendapatannya disebabkan :
-
Kematian (death). Kematian menimbulkan kehilangan pendapatan
pada seseorang atau keluarga tertentu.
-
Cacat permanen (permanent disability). Seseorang tidak mampu
lagi untuk mencari penghasilan.
-
Cacat sementara (temporary disability). Tidak bisa mncari
nafkah untuk sementara karena sakit.
-
Pengangguran (unemployment). Seseorang yang menganggur
mengakibatkan kehilangan penghasilan.
2.
Kerugian Hak Milik (Loss of Property)
Kerugian
hak milik bisa disebabkan hal-hal berikut :
-
Kabakaran (fire)
-
Kilat (lightning)
-
Angin badai (windstorm)
-
Air bah (water leakage)
-
Gempa bumi (earthquakes)
-
Kaca pecah (glass breakage)
-
Ledakan (explotion)
-
Huru-hara (riot and civil cammotion)
-
Perampokan, pencurian (burglary, thieve or robbery)
-
Pemalsuan surat tangan (forgery)
-
Penggelapan (fraud)
-
Hujan es (frost)
3.
Risiko Perusahaan (Business Risks)
Risiko
yang dihadapi perusahaan terdiri dari :
-
Perils of transportation of good on land sea. Kerugian yang terjadi pada waktu mengangkut barang-barang di darat
atau di laut. Pada umumnya ditutup dengan asuransi pengangkutan.
-
Hail (angin
panas), frost (udara rendah) dan kasus lain yang merusak terhadap
tanaman.
-
Dishonesty of employees (ketidakjujuran pegawai). Umpamanya melarikan uang, korupsi, serta
penggelapan.
-
Failure of contracts to fulfill contract (kegagalan dalam memenuhi kontrak).
-
Strikes (pemogokan),
menyebabkan kerugian terhadap perusahaan.
2.3 POLIS ASURANSI
Polis asuransi merupakan isi dari
kontrak asuransi. Di situ antara lain diperinci hak-hak dan kewajiban dari
pihak penanggung dan tertanggung, syarat-syarat dan prosedur pengajuan klaim
jika terjadi peristiwa yang diasuransikan, prosedur dan cara pembayaran premi
oleh pihak tertanggung, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Secara teoritis,
polis asuransi adalah kontrak yang bisa dinegosiasikan, meskipun dalam
kenyataannya banyak perusahaan asuransi tidak berkenan untuk menegosiasikan isi
polis asuransi, dan sudah merupakan perjanjian standar (baku) sehingga tidak
akan diubah lagi, sehingga bagi pihak tertanggung berada pada posisi “menerima
atau menolak” perusahaan asuransi tersebut (take it or leave it).[4]
Jadi,
polis asuransi adalah surat perjanjian antara pihak
yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi
merupakan bukti auntetik berupa akta mengenai adanya perjanjian asuransi.
Unsur-unsur yang harus ada dalam polis adalah:
a. Deklarasi, memuat data yang berkaitan
dengan peserta seperti nama, alamat, jenis dan lokasi objek asuransi, tanggal
dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan besarnya premi serta informasi lain
yang diperlukan.
b. Perjanjian asuransi, memuat pernyataan
perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya mengganti kerugian atas objek
asuransi apabila terjadi kerusakan.
c. Pernyataan polis, memuat kondisi
objek, batas waktu pembayaran premi, permintaan pembatalan polis, prosedur
pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi.
d. Pengecualian, memuat penyebutan dengan
jelas musibah apa saja yang tidak ditutup atau diluar penutupan asuransi.
e. Kondisi pertanggungan, memuat kondisi
objek yang diasuransikan.
f. Polis ditandatangani oleh perusahaan
asuransi.
Dalam asuransi Islam,
untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi, maka
diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis asuransi tersebut.
Sebagai ilustrasi:
a. Polis dengan akad Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada akad
Mudhorobah peserta asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh operator
asuransi. Sedangkan Mudhorobah musyarakah perusahaan asuransi sebagai Mudhorib
menyertkan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam
kontrak tercantum persetujuan
kontribusi yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator berhak
mengelola dan mengivestasikan dana asuransi untuk
kepentingan perusahaan sesuai dengan prinsip Mudhorobah.
Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan tabarru’ dan digunakan untuk
membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam bentuk hibah.
b. Wakalah bil ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan
asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan
kontribusi yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan
prinsip syariah, persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan
cadangan sesuai pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya
wakalah bil ujrah.
Polis sebagai Dokumen dalam Perjanjian Asuransi
Sebagaimana yang telah dikemukakan
bahwa asuransi adalah suatu perjanjian yang diadakan antara pihak penanggung
dan tertanggung. Hubungan hukum antara penanggung dan tertanggung dapat
dibuktikan dari dokumen perjanjian. Perjanjian asuransi harus diwujudkan dalam
dokumen yang lazim disebut dengan polis.
Perjanjian asuransi terjadi seketika
setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan
kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu, bahkan sebelum polis
ditandatangani. Berdasarkan ketentuan Pasal 255 KUHD, asuransi harus dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Polis merupakan
satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah
terjadi.
Di dalam polis tertuang perjanjian
asuransi antara penanggung dan tertanggung serta segala persyaratan dari
perjanjian asuransi tersebut. Meskipun pada hakikatnya persyaratan ini
ditentukan secara sepihak oleh penanggung saja, namun tertanggung setelah
memberikan persetujuan tentang ditutupnya perjanjian asuransi tersebut dianggap
menyetujui segala persyaratan yang diajukan dalam polis tersebut. Oleh karena
polis hanya ditandatangani oleh penanggung saja.
Polis berfungsi sebagai alat bukti
tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dan penanggung.
Asuransi merupakan perjanjian konsensuil. Hal ini berarti pula bahwa polis
bukan merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi tetapi hanya
berfungsi sebagai alat bukti. Dalam polis disebutkan semua ketentuan dan
persyaratan tentang pertanggungan yang telah dibuat.
Sebagaimana suatu perjanjian, isi
polis pada dasarnya terdiri dari sistematika tertentu. Sistematika polis pada
dasarnya tidak berbeda dengan sistematika perjanjian pada umumnya, yang terdiri
dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.[5]
2.4 ASURANSI DAN TAKAFUL
Takaful (Asuransi Syari’ah)
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min (التامين) diambil dari kata (امن) memiliki arti memberi
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
Al-Fanjari mengartikan
tadhamun, takaful, at-ta’min atau asuransi syariah dengan pengertian saling
menanggung atau tanggung jawab sosial. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
pedoman umum asuransi syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi
Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau
perikatan yang sesuai dengan syariah.
Adapun asuransi syariah harus dalam prinsip umum syariah yang sesuai dengan
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001:
·
Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang menberikan pola pengembalian
untuk mengahadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah;
·
Akad yang sesuai syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram
dan maksiat;
·
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersial;
·
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikandan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial;
·
Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah
dana kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan dalam akad;
·
Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Dasar Hukum Takaful
(Asuransi Syariah) Al-Qur’an
QS. Al-maidah : 2
Artinya : “ dan tolong
menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
QS. Al-Hasyr :18
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan
bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Hadits
Hadis Riwayat
At-Turmudzi
Diriwayatkan dari Anas bin malik ra., bertanya sesorang kepada Rasulullah
SAW tentang untanya : “apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya
bertakwa kepada Allah ?” Bersabda Rasulullah SAW, “pertama ikatlah unta itu,
lalu kemudian bertakwalah kepada Allah SWT.” selain itu, yang menjadi
landasan hukum dari asuransi syariah diantaranya yaitu fatwa-fatwa sahabat,
ijma’, qiyas dan istihsan.
2.5 PERBEDAAN ASURANSI DAN TAKAFUL
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk
yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung
sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung
kepada penanggung. Sebagai konsekuensi maka kepemilikan dana pun berpindah,
dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dewan Pengawas. Dalam asuransi tidak ada dewan
pengawas, sedangkan dalam takaful ada dewan pengawas syariah (DPS).
2. Operasional. Dalam asuransi operasional tidak
berdasarkan atas syariat Islam, sedangkan dalam takaful operasional berdasarkan
atas syariat Islam.
3. Jenis Kontrak (perjanjian). Dalam asuransi
perjanjian didasari hanya kontrak jual-beli saja, sedangkan dalam takaful
perjanjian didasari atas prinsip al-takaful dan al-mudharabah.
4. Prinsip. Dalam asuransi prinsipnya hanya
perjanjian ganti rugi oleh perusahaan asuransi, sedangkan dalam takaful
prinsipnya saling tolong menolong antar peserta asuransi berdasarkan konsep
tabarru’
5. Manfaat bagi tertanggung (peserta). Dalam
asuransi hanya mendapatkan uang pengganti jika terjadi kerugian, sedangkan
dalam takaful mendapatkan keuntungan investasi dan bantuan manfaat keuangan
jika terjadi kerugian.
6. Keuntungan investasi. Dalam asuransi
keuntungan investasi menggunakan bunga, sedangkan dalam takaful menggunakan
prinsip bagi hasil (mudharabah)
7. Kepemilikan dana. Dalam asuransi dana yang
terkumpul sepenuhnya milik perusahaan asuransi, sedangkan dalam takaful dana
yang terkumpul merupakan milik peserta asuransi.
8. Pembayaran klaim. Dalam asuransi pembayaran
klaim berasal dari rekening perusahaan, sedangkan dalam takaful pembayaran
klaim berasal dari dana tabarru’ yang diambil dari iuran peserta.
9. Keuntungan perusahaan. Dalam asuransi
keuntungan hasil investasi kumpulan premi para tertanggung menjadi milik
perusahaan, sedangkan dalam takaful keuntungan hasil investasi kumpulan
kontribusi akan dikembalikan kepada peserta sesuai dengan perjanjian.
10. Pengumpulan dana. Dalam asuransi ada dana yang
hangus jika tertanggung tidak melakukan klaim, sedangkan dalam takaful tidak
ada dana yang hangus.
2.6 PENGERTIAN REASURANSI
Reasuransi
(reinsurance) adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang
dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu sistem
penyebaran risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari
pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko
tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi.
Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek
asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk untuk mengasuransikan
kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :
a) Meningkatkan kapasitas akseptasi.
b) Alat penyebaran risiko.
c) Meningkatkan stabilitas usaha.
d) Meningkatkan kepercayaan.
Mekanisme untuk reasuransi antara lain:
a) Treaty dan facultative reinsurance
Dalam model ini, reasuradur memberikan
sejumlah pertanggungan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur
harus menerima jumlah yang ditawarkan.
b) Reasuransi proporsional
Pembagian risiko antara ceding company dengan
reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah
ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung
oleh ceding company.
c) Reasuransi non-proporsional
Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi
reasuradur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang
ada di treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan
dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur
mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding
company.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut UU no.2
tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pada dasarnya,
asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain dapat
memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya dan
manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk
memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat
penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.
Seiring
perkembangan program syariah di berbagai lembaga keuangan, dalam usaha
perasuransian pun juga terdapat asuransi syariah. Asuransi syariah merupakan
sebuah sistem dimana para partisipan atau anggota atau peserta mendonasikan
atau menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan atau
anggota atau peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana atau kontribusi
yang diterima atau dilimpahkan kepada perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Wikipedia
Ø Salim, H. Abbas. 2007. Asuransi dan Manajemen Risiko. PT.
Raja Grafindo Persada
Ø Fuady, Munir. 2012. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Ø Pramono, Nindyo. 2012. Hukum Bisnis.
Universitas Terbuka
Ø Ali, Engku Rabiah Adawiah Engku. 2012. Panduan
Asas Takaful. Kuala Lumpur: CERT Publications
Ø Sanabila.com/2015/07/perbedaan-asuransi-syariah-takaful.html
[1]
Wikipedia
[2]
http://rasyisme.blogspot.co.id/2012/01/dasar-hukum-asuransi.html
[3]
H. Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, PT. Raja Grafindo Persada, 2007,
hlm. 4
[4] Munir Fuady, 2012, Pengantar Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 259.
[5] Nindyo Pramono, 2012,Hukum Bisnis,Universitas Terbuka, hlm.
2.53-2.54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar