ISU KOMPREHENSIF “TAX AMNESTY”
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu : Yayu Putri Senjani, SE. M.Si
Disusun Oleh:
1.
Fathul
Haris Rohadi 14830002
2.
Riska
Yanty 15830074
3.
Nor
Nabilla Muhammad 15830041
4.
Kustanti Nurul
Ulva
15830024
5.
Isti Arum
Sari 14830045
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerimaan
negara dalam perpajakan semakin tahun semakin menurun, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu nya yaitu ketidakdisiplinan para Wajib pajak untuk
membayar pajak atas penghasilan ataupun pajak atas asetnya. Untuk mendorong
penerimaan negara, tahun ini 2016 pemerintah mengusulkan kebijakan tax
amnesty. Kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak ini harus dilihat
sebagai kebijakan ekonomi yang bersifat mendasar , tidak semata-mata kebijakan
terkait fiskal apalagi khususnya pajak. Jadi kebijakan ini dimensi nya lebih
luas, yaitu kebijakan ekonomi secara umum. Dengan adanya tax amnesty maka ada
potensi penerimaan akan bertambah dalam APBN untuk tahun ini atau tahun-tahun
yang akan datang dan akan membuat APBN lebih sustainable. APBN lebih
sustainable dan kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar sehingga
otomatis kebijakan ini akan banyak membantu program-program pembangunan tidak
hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat dan
memperbaiki ketimpangan sosial. Namun disisi lain, di luar fiskal atau
pajaknya, dengan kebijakan tax amnesty ini diharapkan dengan diikuti repatriasi
sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri maka akan sangat
membantu stabilitas ekonomi makro. Apakah itu dilihat dari nilai tukar rupiah,
cadangan devisa, nerca pembayaran atau dilihar dari likuiditas perbankan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa saja
kebijakan dalam tax amnesty selain dari penghapusan sanksi pajak?
2.
Berapa
perkiraan tambahan penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak dengan ada
nya tax amnesty ini?
3.
Apa saja
tantangan dan hambatan dari pelaksanaan tax amnesty?
4.
Bagaimana
kesiapan Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan dalam pelaksanaan tax
amnesty?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1)
Mengetahui
kebijakan dalam tax amnesty selain dari penghapusan sanksi pajak
2)
Mengetahui
perkiraan tambahan penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak dengan ada
nya tax amnesty ini
3)
Mengetahui
saja tantangan dan hambatan dari pelaksanaan tax amnesty
4)
Mengetahui
bagaimana kesiapan Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan dalam
pelaksanaan tax amnesty
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Tax Amnesty
A.
Undang-undang
republic Indonesia nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak
Pasal
1
Ketentuan
umum
a.
Pengampunan
Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
b.
Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
c.
Harta
adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang
digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.
Utang
adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan
perolehan Harta.
Pasal 2
Asas dan Tujuan
1)
Pengampunan
Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keadilan;
c. kemanfaatan; dan
d. kepentingan nasional.
2) Pengampunan
Pajak bertujuan untuk:
a. mempercepat pertumbuhan dan
restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta yang antara lain berdampak
terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah,
penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi
b. mendorong reformasi perpajakan menuju
system perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan
yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
c. meningkatkan penerimaan pajak, yang
antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
Pasal 3
Subject dan
object pengampunan pajak
1)
Setiap
Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2)
Pengampunan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1). diberikan kepada Wajib Pajak melalui
pengungkapan harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
3)
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1), yaitu Wajib Pajak yang
sedang:
a.
dilakukan
penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
b.
dalam
proses peradilan; atau
c.
menjalani
hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
4)
Pengampunan
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi pengampunan atas kewajiban
perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum
sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.
Pasal 4
Tarif dan cara menghitung uang tebusan
1)
Tarif Uang
Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah
sebesar:
a.
2% (dua
persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
b.
3% (tiga
persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung
sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016;
dan
c.
5% (lima
persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1
Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
2)
Tarif Uang
Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebesar:
a.
4% (empat
persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai
dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
b.
6% (enam
persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung
sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016;
dan
c.
10%
(sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
3)
Tarif Uang
Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak
Terakhir adalah sebesar:
a.
0,5% (nol
koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
b.
2% (dua
persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan,
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan
pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret
2017.
Pasal 5
1)
Besarnya
Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan.
2)
Dasar
pengenaan Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh
Terakhir.
Pasal 6
1)
Nilai
Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a.
nilai
Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan
b.
nilai
Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh
Terakhir.
2)
Nilai
Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT
PPh Terakhir
Pasal 7
1)
Nilai
Utang yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a.
nilai
Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan
b.
nilai
Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b.
2)
Untuk
penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan
secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta
bagi:
a.
Wajib
Pajak badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai
harta tambahan; atau
b.
Wajib
Pajak orang pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai
Harta tambahan.
3)
Nilai
Utang yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT
PPh Terakhir.
2.2 Implementasi
2.2.1 Kebijakan dalam tax
amnesty selain dari penghapusan pajak
Tax
amnesty memiliki kebijakan lain didalamnya dapat disebut juga dengan
repatriasi, penerapan aturan repatriasi kemudian instrumen apa saja yang
dipakai, dan menentukan arah investasinya. Yaitu masalah uang tebus, dan tarif
dari uang tebus. Uang tebus 2% tidak sama dengan tarif pajak yang normal yaitu
25% untuk badan hukum dan 30% untuk perorangan. Tarif pajak dikenakannya
terhadap pendapatan, sedangkan 2% dikenakan terhadap aset. Aset pasti jauh
lebih besar daripada income sehingga yang dibayarkan oleh para peminta amnesty
cukup besar karena yang dilihat adalah aset bukan income nya. Jadi tidak semua
yang ikut amnesty adalah Wajib pajak nakal, dan uang tebus itu bukan tarif
normal, uang tebus ini adalah uang presentase terhadap aset yang belum pernah
dilaporkan, sedangkan tarif pajak normal dikalikan dengan income yang diterima
dalam setahun.
2.2.2 Perkiraan tambahan
penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak dengan ada nya tax amnesty
Menurut
Bambang P.S Brodjonegoro 60 mungkin merupakan angka minimum, 60 bisa lebih.
Sebenarnya potensi uang orang Indonesia di luar negeri sangat banyak karena
berbagai data menunjukkan, mengindikasikan, meskipun uangnya itu berasal dari
Indonesia, namun disimpannya lebih banyak di luar negeri dengan berbagai
alasan, salah satunya agar terhindar dari pemungutan pajak. Bambang dan pihak
Kementrian keuangan melihat potensinya sebenarnya bisa diatas 100 triliun,
minimalnya. Belum lagi ditambah dengan Wajib pajak yang sudah memiliki NPWP dan
yang belum memiliki NPWP. Jumlah target wajib pajak yang diharapkan yaitu 2
kali lipatnya dari wajib pajak sekarang yaitu 27 juta. Namun pemerintah tidak
hanya berharap terhadap kuantitas wajib pajak, tetapi juga berharap pada jumlah
pajak yang dibayarkan oleh wajib pajaknya sendiri.
2.2.3 Tantangan dan
hambatan dari pelaksanaan tax amnesty
Tantangan di dalam Negeri
Tantangan
di Luar Negeri
Di luar negeri, tantangan
terbesar atas kebijakan tax amnesty pemerintah datang dari negara-negara yang dijadikan lokasi ‘penimbunan uang’ oleh
warga Negara Indonesia. Salah satu negara itu adalah Singapura. Selain
Singapura, orang kaya Indonesia juga disebut gemar menyimpan dana di Swiss,
Luxemburg, sampai Cayman Islands.
Tantangan ini telah
diprediksi oleh Menteri Keuangan, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro,
ketika ditanya perihal tantangan kebijakan pengampunan pajak. “ Ya, pertama
tentunya bisa dipungkiri ada juga kepentingan asingnya, ya karena dengan kalau
kita melakukan tax amnesty, apalagi cukup banyak repatriasi, maka akan ada
beberapa negara yang selama ini diuntungkan dengan adanya uang Indosnesia di
luar negeri dan kemudian harus mengalami kerugian atau dampak negatif dari
adanya tax amnesty kita. Jadi, mungkin kita juga bekerja melalui berbagai cara
untuk mempengaruhi opini di Indionesia”.
Kemungkinan yang lain adalah
kemungkinan salah pengertian karena sempat diawal pernah ada ide ini adalah
total amnesty, jadi langsung menghapuskan semua jenis tindak pidana.
2.2.4 Perspektif penyusun
Tax
amnesty merupakan ide briliant untuk menjawab kegelisahan perekonomian Indonesia
yang semakin merosot jauh dibawah harapan. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa tingkat kecurangan terhadap pelaporan pajak semakin tinggi setiap
harinya, dan apabila hal ini semakin meluas akan berdampak pada beberapa
sektor. Maka dari itu pemerintah khususnya kementrian Keuangan mencetuskan
kebijakan baru yaitu pengampunan pajak (Tax Amnesty) ini untuk
menanggulangi berbagai masalah perpajakan. Dalam pengimplementasiannya
kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, antusiasme
Wajib pajak untuk melaporkan aset nya terlihat sangat tinggi, dilihat dari
kuantitas kunjungan ke kantor Direktorat Jendral Pajak. Keikutsertaan
masyarakat untuk berpartisippasi dalam program tax amnesty ini sangat berdampak
baik pada perekonomian Indonesia, dapat dilihat dengan berlangsungnya program
tax amnesty ini mata uang Rupiah menguat sebesar Rp. 12.900,- dan tentunya
diharapkan akan terus stabil.
Namun
dalam penerapan nya program tax amnesty ini banyak menghadapi berbagai
macam masalah, seperti yang telah disinggung di atas, salah satu contohnya
intervensi dari pihak luar seperti Singapura untuk menjegal program pengampunan
pajak ini, seperti yang telah ramai diperbincangkan adanya Wajib pajak yang
memiliki aset di Singapura namun takut akan dilaporkan otoritas Singapura.
Tetapi Dirjen Pajak Kementrian Keuangan tidak tinggal diam dan mengambil
langkaha cepat dengan mengerahkan intelijen untuk menyelidiki pemberitaan media
massa tersebut. Sri Mulyani pun telah meminta klarifikasi dari Deputy Prime Minister
of Singapore dan menerima penjelasan resmi dari pemerintah Singapura terkait
permasalahan ini. Menurut beberapa fakta menunjukkan bahwa banya Wajib pajak
dengan harta di Singapura tidak memiliki kendala atau kekhawatiran dalam
mengikuti program Amnesti pajak, dan pemerintah Indonesia mengimbau seluruh
Wajib pajak, khususnya Wajib pajak besar agar menggunakan kesempatan ini untuk
memperbaiki kepatuhan perpajakan dan berpartisipasi dalam pembanguna Indonesia
dengan memanfaatkan tarif yang rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengampunan
Pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang.
Daftar
Pustaka/Referensi:
http://kemenkeu.go.id
http://Liputan6.com
http://Nasional.sindonews.com
http://Merdeka.com
http://Tempo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar