Page

Jumat, 31 Maret 2017

TAX AMNESTY



ISU KOMPREHENSIF “TAX AMNESTY”
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu : Yayu Putri Senjani, SE. M.Si



Disusun Oleh:

1.          Fathul Haris Rohadi                14830002
2.          Riska Yanty                            15830074
3.          Nor Nabilla Muhammad         15830041
4.          Kustanti Nurul Ulva                15830024
5.          Isti Arum Sari                         14830045


PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2016/2017




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penerimaan negara dalam perpajakan semakin tahun semakin menurun, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu nya yaitu ketidakdisiplinan para Wajib pajak untuk membayar pajak atas penghasilan ataupun pajak atas asetnya. Untuk mendorong penerimaan negara, tahun ini 2016 pemerintah mengusulkan kebijakan tax amnesty. Kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak ini harus dilihat sebagai kebijakan ekonomi yang bersifat mendasar , tidak semata-mata kebijakan terkait fiskal apalagi khususnya pajak. Jadi kebijakan ini dimensi nya lebih luas, yaitu kebijakan ekonomi secara umum. Dengan adanya tax amnesty maka ada potensi penerimaan akan bertambah dalam APBN untuk tahun ini atau tahun-tahun yang akan datang dan akan membuat APBN lebih sustainable. APBN lebih sustainable dan kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar sehingga otomatis kebijakan ini akan banyak membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki ketimpangan sosial. Namun disisi lain, di luar fiskal atau pajaknya, dengan kebijakan tax amnesty ini diharapkan dengan diikuti repatriasi sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri maka akan sangat membantu stabilitas ekonomi makro. Apakah itu dilihat dari nilai tukar rupiah, cadangan devisa, nerca pembayaran atau dilihar dari likuiditas perbankan.

1.2 Rumusan Masalah
1.        Apa saja kebijakan dalam tax amnesty selain dari penghapusan sanksi pajak?
2.        Berapa perkiraan tambahan penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak dengan ada nya tax amnesty ini?
3.        Apa saja tantangan dan hambatan dari pelaksanaan tax amnesty?
4.        Bagaimana kesiapan Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan dalam pelaksanaan tax amnesty?


1.3 Tujuan dan Manfaat
1)        Mengetahui kebijakan dalam tax amnesty selain dari penghapusan sanksi pajak
2)        Mengetahui perkiraan tambahan penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak dengan ada nya tax amnesty ini
3)        Mengetahui saja tantangan dan hambatan dari pelaksanaan tax amnesty
4)        Mengetahui bagaimana kesiapan Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan dalam pelaksanaan tax amnesty















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum Tax Amnesty
A.    Undang-undang republic Indonesia nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak
Pasal 1
Ketentuan umum
a.       Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b.      Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
c.       Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.      Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.

Pasal 2
Asas dan Tujuan
1)      Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keadilan;
c. kemanfaatan; dan
d. kepentingan nasional.
2)    Pengampunan Pajak bertujuan untuk:
a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta yang antara lain berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi                                       
b. mendorong reformasi perpajakan menuju system perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
Pasal 3
Subject dan object pengampunan pajak
1)      Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2)      Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1). diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
3)      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:
a.       dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
b.      dalam proses peradilan; atau
c.       menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
4)      Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.
Pasal 4
Tarif dan cara menghitung uang tebusan
1)      Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar:

a.       2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
b.      3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c.       5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
2)      Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar:
a.       4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;
b.      6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c.       10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
3)      Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar:
a.       0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
b.      2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan,
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
Pasal 5
1)      Besarnya Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan.
2)      Dasar pengenaan Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
Pasal 6
1)      Nilai Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a.       nilai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan
b.      nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
2)      Nilai Harta yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir

Pasal 7
1)      Nilai Utang yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a.       nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir; dan
b.      nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b.
2)      Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat  diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:
a.       Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai harta tambahan; atau
b.      Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta tambahan.
3)      Nilai Utang yang telah dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.


2.2 Implementasi
2.2.1 Kebijakan dalam tax amnesty selain dari penghapusan pajak
Tax amnesty memiliki kebijakan lain didalamnya dapat disebut juga dengan repatriasi, penerapan aturan repatriasi kemudian instrumen apa saja yang dipakai, dan menentukan arah investasinya. Yaitu masalah uang tebus, dan tarif dari uang tebus. Uang tebus 2% tidak sama dengan tarif pajak yang normal yaitu 25% untuk badan hukum dan 30% untuk perorangan. Tarif pajak dikenakannya terhadap pendapatan, sedangkan 2% dikenakan terhadap aset. Aset pasti jauh lebih besar daripada income sehingga yang dibayarkan oleh para peminta amnesty cukup besar karena yang dilihat adalah aset bukan income nya. Jadi tidak semua yang ikut amnesty adalah Wajib pajak nakal, dan uang tebus itu bukan tarif normal, uang tebus ini adalah uang presentase terhadap aset yang belum pernah dilaporkan, sedangkan tarif pajak normal dikalikan dengan income yang diterima dalam setahun.

2.2.2 Perkiraan tambahan penerimaan negara dan berapa target Wajib pajak                             dengan ada nya tax amnesty

Menurut Bambang P.S Brodjonegoro 60 mungkin merupakan angka minimum, 60 bisa lebih. Sebenarnya potensi uang orang Indonesia di luar negeri sangat banyak karena berbagai data menunjukkan, mengindikasikan, meskipun uangnya itu berasal dari Indonesia, namun disimpannya lebih banyak di luar negeri dengan berbagai alasan, salah satunya agar terhindar dari pemungutan pajak. Bambang dan pihak Kementrian keuangan melihat potensinya sebenarnya bisa diatas 100 triliun, minimalnya. Belum lagi ditambah dengan Wajib pajak yang sudah memiliki NPWP dan yang belum memiliki NPWP. Jumlah target wajib pajak yang diharapkan yaitu 2 kali lipatnya dari wajib pajak sekarang yaitu 27 juta. Namun pemerintah tidak hanya berharap terhadap kuantitas wajib pajak, tetapi juga berharap pada jumlah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajaknya sendiri.

2.2.3 Tantangan dan hambatan dari pelaksanaan tax amnesty
Tantangan di dalam Negeri

Tantangan di Luar Negeri
Di luar negeri, tantangan terbesar atas kebijakan tax amnesty pemerintah datang dari negara-negara  yang dijadikan lokasi ‘penimbunan uang’ oleh warga Negara Indonesia. Salah satu negara itu adalah Singapura. Selain Singapura, orang kaya Indonesia juga disebut gemar menyimpan dana di Swiss, Luxemburg, sampai Cayman Islands.
Tantangan ini telah diprediksi oleh Menteri Keuangan, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, ketika ditanya perihal tantangan kebijakan pengampunan pajak. “ Ya, pertama tentunya bisa dipungkiri ada juga kepentingan asingnya, ya karena dengan kalau kita melakukan tax amnesty, apalagi cukup banyak repatriasi, maka akan ada beberapa negara yang selama ini diuntungkan dengan adanya uang Indosnesia di luar negeri dan kemudian harus mengalami kerugian atau dampak negatif dari adanya tax amnesty kita. Jadi, mungkin kita juga bekerja melalui berbagai cara untuk mempengaruhi opini di Indionesia”.
Kemungkinan yang lain adalah kemungkinan salah pengertian karena sempat diawal pernah ada ide ini adalah total amnesty, jadi langsung menghapuskan semua jenis tindak pidana.

2.2.4 Perspektif penyusun
Tax amnesty merupakan ide briliant untuk menjawab kegelisahan perekonomian Indonesia yang semakin merosot jauh dibawah harapan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa tingkat kecurangan terhadap pelaporan pajak semakin tinggi setiap harinya, dan apabila hal ini semakin meluas akan berdampak pada beberapa sektor. Maka dari itu pemerintah khususnya kementrian Keuangan mencetuskan kebijakan baru yaitu pengampunan pajak (Tax Amnesty) ini untuk menanggulangi berbagai masalah perpajakan. Dalam pengimplementasiannya kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, antusiasme Wajib pajak untuk melaporkan aset nya terlihat sangat tinggi, dilihat dari kuantitas kunjungan ke kantor Direktorat Jendral Pajak. Keikutsertaan masyarakat untuk berpartisippasi dalam program tax amnesty ini sangat berdampak baik pada perekonomian Indonesia, dapat dilihat dengan berlangsungnya program tax amnesty ini mata uang Rupiah menguat sebesar Rp. 12.900,- dan tentunya diharapkan akan terus stabil.
Namun dalam penerapan nya program tax amnesty ini banyak menghadapi berbagai macam masalah, seperti yang telah disinggung di atas, salah satu contohnya intervensi dari pihak luar seperti Singapura untuk menjegal program pengampunan pajak ini, seperti yang telah ramai diperbincangkan adanya Wajib pajak yang memiliki aset di Singapura namun takut akan dilaporkan otoritas Singapura. Tetapi Dirjen Pajak Kementrian Keuangan tidak tinggal diam dan mengambil langkaha cepat dengan mengerahkan intelijen untuk menyelidiki pemberitaan media massa tersebut. Sri Mulyani pun telah meminta klarifikasi dari Deputy Prime Minister of Singapore dan menerima penjelasan resmi dari pemerintah Singapura terkait permasalahan ini. Menurut beberapa fakta menunjukkan bahwa banya Wajib pajak dengan harta di Singapura tidak memiliki kendala atau kekhawatiran dalam mengikuti program Amnesti pajak, dan pemerintah Indonesia mengimbau seluruh Wajib pajak, khususnya Wajib pajak besar agar menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki kepatuhan perpajakan dan berpartisipasi dalam pembanguna Indonesia dengan memanfaatkan tarif yang rendah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengampunan Pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.





















Daftar Pustaka/Referensi:

http://kemenkeu.go.id
http://Liputan6.com
http://Nasional.sindonews.com
http://Merdeka.com
http://Tempo.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar