Page

Jumat, 24 Maret 2017

Metode Pendanaan Wakaf dengan Cara Menggalang Bantuan Dana dari Publik



HUKUM ZAKAT DAN WAKAF

Metode Pendanaan Wakaf dengan Cara Menggalang Bantuan Dana dari Publik
Dosen Pengampu April Purwanto, M.Si





Disusun Oleh:
RISKA YANTY (15830074)

PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017


Metode Pendanaan Wakaf dengan Cara Menggalang Bantuan Dana dari Publik
Menggalang dana dari publik berarti nazhir wakaf memilih satu bentuk keberlangsungan dalam pengurusan wakaf dan proyek pengembangan yang berkenaan dengan wakaf, dan tidak membiarkan hal itu dilakukan oleh donatur. Nazhir wakaf merealisasikan tujuan tersebut dengan menggunakan cara pendanaan yang direncanakan oleh pengurus, yaitu dengan menggalang dana dari publik, misalnya membuat rekomendasi penggalangan dana secara bertahap dan nazhir dalam praktiknya dapat menunjuk pengurus wakaf untuk mewakilinya.[1]
Ada lima macam kertas berharga yang bisa diusulkan kepada masyarakat dalam menggalang dana umum untuk mendanai pengembangan harta wakaf. Kertas berharga ini bagi pemiliknya yaitu pembeli atau pendana dapat menguntungkan selama dimilikinya. Kelima macam kertas berharga ini yaitu sebagai berikut; quota produksi (khishash intaj), saham kerjasama (ashum al-musyarakah), obligasi penyewaan (sanadat al-ijarah), saham monopoli (ashum at-tahkir), dan obligasi pinjaman (sanadat al-muqaradhah).
1.      Quota Produksi
Quota produksi adalah kertas berharga yang mempunyai kesamaan nilai dan dikeluarkan oleh nazhir wakaf bagi para pemberi dana. Ini merupakan salah satu bentuk kepemilikan bagian pada bangunan investasi yang dibangun oleh nazhir di atas tanah wakaf dari harta yang diperoleh melalui pemegang quota produksi atau yang mewakilinya. Quota produksi bisa diputar setelah proyek investasi mulai beroperasi, atau bisa dijual lebih dari harga semestinya atau sama dari bentuk hutang menjadi bentuk barang, hak, dan manfaat. Hubungan antara nazhir wakaf dengan pemegang quota produksi:
a.       Adanya izin dari nazhir wakaf kepada pemegang quota produksi untuk membangun di atas tanah wakaf
b.      Adanya ajakan dari nazhir wakaf sebagai pelaku mudharabah kepada masyarakat untuk membeli quota produksi dengan sejumlah uang tertentu dengan syarat yang terpenting adalah sebagai berikut:
·         Adanya izin dari nazhir wakaf untuk membuat bangunan di atas tanah wakaf sebagai proyek dengan spesifikasi dan biaya terinci
·         Adanya wakil dari nazhir sebagai badan hukum untuk menggunakan harta yang dipegangnya dari para pembeli quota produksi untuk bangunan yang akan dibangun
·         Menentukan wakaf sebagai pelaku mudharabah yang membayar pokok tetap dan mencakup bangunan yang dimiliki oleh pemilik quota atau bangunan serta semua perlengkapannya kalau ada
·         Pembagian produksi keseluruhan terhadap terhadap proyek setelah selesai dibangun dan mulai beroperasi antara pemilik harta (pemilik quota produksi) dengan pelaku mudharabah yang tidak lain adalah wakaf
·         Membuat prosentasi pembagian total produksi antara wakaf sebagai pelaku mudharabah dengan pemilik bangunan (pemilik quota, dan tidak disediakan dana untuk tanah, akan tetapi prosentase wakaf dapat meningkat dari ganti hasil yang dikhususkan untuk tanah)
c.       Nazhir melakukan pembangunan sebagai wakil dari pemilik quota produksi
d.      Setelah bangunan selesai, nazhir menyerahkannya dan mengelola investasi sebagai pelaku mudharabah
e.       Penentuan pembagian total keuntungan, misalnya uang sewa yang diperoleh dari penyewa bangunan antara pelaku mudharabah dengan pemilik quota produksi sesuai kesepakatan bersama[2]
Misalnya, proyek berupa rumah sakit yang akan dibangun di atas tanah wakaf dan disewakan kepada Departemen Kesehatan. Sehingga nazhir wakaf mengeluarkan quota produksi untuk menggalang dana. Quota produksi ini juga bisa tetap dimiliki oleh para investor tanpa berpindah ke wakaf.
2.      Saham Kerjasama dalam Wakaf
Saham kerjasama biasanya dapat dikeluarkan dengan nilai yang sama, yaitu menyerupai saham pada perusahaan saham perseroan, dan dikeluarkan oleh wakaf atau nazhirnya. Dalam brosur penerbitan saham ini dimuat perwakilan wakaf dengan menggunakan nilai pengeluaran saham kepada bangunan yang berada di atas tanah wakaf. Jadi nilai tersebut dapat mewakili bangunan setelah selesai pembangunannya. Di sini pemilik saham ikut serta dalam kepemilikan bangunan sesuai jumlah saham yang dimilikinya. Sedangkan wakaf atau nazhir wakaf dalam kapasitasnya sebagai badan hukum menjadi manajer bangunan dengan gaji yang layak.[3]
Seperti dalam perusahaan perseroan biasa, keuntungan bersih dibagikan kepada pemilik saham setelah dikurangi semua beban kerusakan, dana cadangan, dan gaji manajer. Kepemilikan bangunan bisa tetap berada di tangan pemilik saham secara berlanjut tanpa memindahkan kepemilikan itu kepada wakaf. Sedangkan wakaf juga bisa memiliki bangunan dengan membeli saham dari pasar. Atau kepemilikan bisa berpindah kepada wakaf dengan cara diberikan.
3.      Obligasi Benda yang Disewakan
Obligasi benda yang disewakan adalah cek atau kertas berharga berupa bagian yang sama dari kepemilikan bangunan yang disewakan, dimana wali wakaf mengeluarkan obligasi ini dan menjualnya kepada publik dengan harga yang sama dengan prosentase bagian obligasi dari bangunan, dengan jumlah biaya bangunan yang direncanakan pembangunannya. Apabila biaya bangunan sepuluh juta dinar dan bangunan dibagi ke dalam satu juta unit, maka dikeluarkan sebanyak satu juta obligasi benda yang disewakan, maka harga jual satu obligasi ketika dikeluarkan oleh nazhir wakaf adalah sebesar 10 Dinar.[4]
Dengan demikian, obligasi dikeluarkan oleh wakaf untuk menanggung biaya bangunan di atas tanah wakaf. Dalam obligasi memuat kesepakatan agar pemegang obligasi dapat menyewakan bangunan tersebut dengan uang sewa yang telah disepakati.
4.      Saham            Monopoli
Saham monopoli adalah tingkatan dari beberapa obligasi barang yang disewakan dan saham kerjasama, sebab saham monopoli menyerupai keduanya dari beberapa segi. Dikatakan menyerupai obligasi barang yang disewakan karena saham monopoli berupa bagian yang sama dalam kepemilikan bangunan sejak dilakukan akad penyewaan selama masa investasi. Bangunan ini didirikan dengan sistem perwakilan di atas tanah wakaf.
Saham monopoli juga dikatakan menyerupai saham kerjasama karena hasilnya berupa keuntungan bersih yang menjadi perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran pada proyek investasi, yang tidak ditentukan sebelumnya, dan berbeda dengan pendapat barang yang disewakan.[5]
Jadi, saham monopoli adalah saham yang berupa bagian sama dalam membangun bangunan di atas tanah wakaf yang disewakan dengan akad penyewaan dalam jangka waktu yang sangat lama, yaitu akad monopoli, dan dengan uang sewa yang telah ditentukan hingga selesainya masa akad. Dalam hal ini, nazhir wakaf menjadi pengurus (manajer) bangunan dengan gaji atau tanpa gaji mendirikan bangunan kemudian mengurus investasi secara keseluruhan. Pendapatan dari investasi digunakan untuk gaji, sedangkan keuntungan bersihnya dibagikan kepada pemegang saham monopoli.
5.      Obligasi Pinjaman
Saham pinjaman dilakukan sama dengan akad mudharabah, seperti halnya juga wadi’ah investasi yang ada di bank-bank Islam. Dalam obligasi pinjaman nazhir wakaf menerima uang cash dalam kapasitasnya sebagai pelaku mudharabah, sama seperti halnya bank Islam menerima wadi’ah uang investasi. Bedanya, nazhir wakaf menerima uang ini dan mengeluarkan dokumen yang nilainya sama dengan uang yang diterima.[6]
Jadi saham pinjaman adalah saham dengan nilai yang sama dengan namanya, berupa modal yang diberikan kepada wakaf. Dari modal inilah pemiliknya mendapatkan keuntungan proyek wakaf sesuai yang telah disepakati, dan menanggung semua kerugian sesuai bagian mereka yang ada pada modal proyek.
Nazhir mempergunakan harta ini untuk tujuan investasi terbatas yang disepakati dengan pemiliknya. Penggunaan ini adalah pengembangan harta wakaf seperti membangun rumah sakit kemudian dibisniskan. Pada setiap penutupan buku, nazhir menghitung keuntungan dan kerugian serta membagikannya sesuai dengan perjanjian. Kemudian nilai barangnya dikembalikan dalam bentuk uang setelah berakhirnya mudharabah kepada pemilik saham pinjaman, dan hal itu dilakukan dengan menguangkan harta mudharabah.


[1] Mundzir Qahaf, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Khalifa, hal. 278.
[2] Ibid, hal. 284.
[3] Ibid, hal. 286.
[4] Ibid, hal. 287.
[5] Ibid, hal. 289.
[6] Ibid, hal. 290.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar