ANALISIS MANAJEMEN RISIKO GUNA MEMINIMALKAN RISIKO PEMBIAYAAN PADA
KSPPS “BINA WARGA SEJAHTERA” SLEMAN
Mini Riset
Dosen Pengampu: Izra Berakon, S.E.I., M.Sc.
Disusun Oleh:
Kelompok VI
1.
Rico
Paryanto (15830012)
2.
Bagas
Tri Atmaja (15830033)
3.
Miftahul
Huda (15830057)
4.
Riska
Yanty (15830074)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lembaga pembiayaan
(financing institution) di Indonesia mulai berkembang dengan
dikeluarkannya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi
20 Desember (Pakdes 88). Eksistensi Lembaga pembiayaan di Indonesia diatur
berdasarkan Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
yang disempurnakan dengan Peraturan Presiden RI No. 9 Tahun 2009 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan Pasal 1 butir (1) Peraturan
Presiden No 9 tahun 2009 yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal.
Pembiayaan
merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan masyarakat, pembiayaan tidak
mengenal ras suku ataupun budaya. Ketika seseorang memerlukan pembiayaan maka
pembiayaan tersebut akan ada untuk mereka. Pembiyaan banyak diberikan oleh
lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank ataupun non bank. Produk yang
diberikan dalam pembiayaan memiliki banyak macam dan banyak tipe. Pembiayaan
menjadi sangat dekat dengan masyarakat karena kebutuhan masyarakat akan
pembiayaan itu sendiri.
Pembiayaan tidak
mengenal kalangan atas menengah ataupun bawah, pembiayaan ini sendiri yang
memudahkan masyarakat baik dalam melakukan usaha atupun juga untuk keperluan
lain. Perkembangan menjadikan semua aspek ikut berkembang, tidak terkecuali
dalam aspek pembiayaan ini. Dewasa ini pembiayaan telah banyak berkembang
sesuai yang ditawarkan oleh penyedia pembiayaan itu sendiri.
Kebutuhan
masyarakat dan perkembangan pun menghasilkan banyak pembiayaan yang sesuai
dengan hukum syariat islam. Hal ini menjadi jalan keluar bagi masyarakat yang
tidak hanya butuh pembiayaan namun juga butuh akan kesadaran beragama.
Kesadaran beragama adalah melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya, maka pembiayaan yang sesuai dengan syariah semakin diburu, karena
hal ini dianggap dapat memenuhi kebutuhan duniawi juga kehidupan di akhirat
kelak.
Berbicara mengenai
pembiayaan pastinya tidak lepas dari adanya risiko. Risiko ini dapat berupa
risiko bagi nasabah atau risiko bagi lembaga yang memberikan pembiayaan baik
risiko yang berasal dari dalam atau dari faktor luar. Risiko yang ada ini dapat
menjadi peluang terjadinya kerugian baik bagi nasabah ataupun lembaga
penyedianya.
Risiko yang ada
dalam pembiayaan ini dapat menjadi bumerang baik bagi nasabah ataupun terlebih
bagi lembaga penyedianya. Lembaga penyedia pembiayaan yang awalnya bermaksud
mendapatkan profit dari pembiayaan ini ketika risiko menjadi bumerang malah
akan dapat merugikan lembaga itu sendiri. Risiko pembiayaan ini dapat berasal dari manapun,
maka manajemen risiko dalam hal ini menjadi sangat vital.
Kebutuhan
masyarakat akan suatu pembiayaan juga menjadikan lembaga pembiayaan ditunutut
untuk profesional dalam pengelolaan risikonya. Dalam suatu ilmu pemasaran
disebutkan pelanggan adalah partner.
Maka dengan usaha lembaga mengelola risiko pembiayaan dengan profesional
,erupakan usaha untuk menjaga kepercayaan nasabah dan menghindarkan kerugian
yang dapat diterima baik nasabah ataupun lembaga sendiri.
Risiko pembiayaan
yang ketika terjadi awalnya hanya akan menggagalkan suatu pembiayaan atau
kerugian terhadap lembaga, namun pada tahap selanjutnya dapat menjadi suatu
cikal bakal akan kegagalan lembaga dalam melaksanakan usahanya secara garis
besar. Hal ini dikarenakan ketika risiko pembiayaan terjadi dan menyebabkan
kegagalan yang menyebabkan kerugian baik nasabah ataupun lembaga penyedia, hal
ini menjadikan sedikit banyak dari nasabah tersebut akan mengalihkan
kepercayaannya pada lembaga lain. Maka hal ini akan menjadi sengat fatal bagi
lembaga yang sudah mulai kehilangan kepercayaan dari nasabah.
Ketika risiko
pembiayaan ini tidak dikelola dengan baik dan profesional, maka lembaga
penyedia harus mulai was was pada ancaman kebangkrutan atas usaha lembaga
tersebut. Risiko pembiayaan yang awalnya dianggap sepele malah dapat menjadi
titik dimana cikal bakal kebangkrutan akan tumbuh. Maka dengan latar belakang
di atas kami tertarik untuk membuat riset dari suatu lembaga yang berjudul “ANALISIS MANAJEMEN RISIKO GUNA MEMINIMALKAN RISIKO
PEMBIAYAAN PADA KSPPS BINA WARGA SEJAHTERA”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
dampak dari suatu risiko pembiayaan ketika terjadi di KSPPS Bina Warga
Sejahtera?
2.
Bagaimana
manajemen risiko pembiayaan di KSPPS Bina Warga Sejahtera?
3.
Bagaimana
mekanisme minimalisasi atau mitigasi risiko pembiayaan oleh KSPPS Bina Warga
Sejahtera?
- Tujuan
1.
Menjelaskan
dampak dari suatu risiko pembiayaan ketika terjadi di KSPPS Bina Warga
Sejahtera
2.
Menjelaskan
manajemen risiko pembiayaan di KSPPS Bina Warga Sejahtera
3.
Menjelaskan
mekanisme minimalisasi atau mitigasi risiko pembiayaan oleh KSPPS Bina Warga Sejahtera
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
Definisi Risiko
Risiko berkaitan dengan kemungkinan (probability) kerugian terutama yang menimbulkan masalah. Risiko
atau risk adalah sama dengan uncertainty atau ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian
seringkali digunakan dalam arti yang sama, penggunaannya saling dipertukarkan
dengan maksud yang sama[1]. Risiko
menurut PBI No 5/8/2003 risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian.
Risiko juga dapat dianggap sebagai penghambat/kendala pencapaian suatu tujuan.
Dengan kata lain risiko adalah kemungkinan yang berpotensi memberikan dampak
negatif kepada sasaran yang ingin dicapai[2].
Dalam pengertian lain menyebutkan bahwa risiko adalah kerugian dari
kejadian yang tidak diharapkan[3].
Kejadian yang diharapkan ini dapat muncul dari berbagai sumber. Kerugian karena
pergerakan harga, misalnya harga saham atau nilai tukar disebut risiko pasar.
Kerugian karena mitra transaksi (counterparty)
tidak memenuhi kewajibannya disebut risiko kredit. Kerugian karena kesalahan
orang, proses, atau sistem disebut risiko operasional.
Pengelompokan risiko dapat dilakukan berdasarkan konsep risiko
murni dan spekulatif. Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua
kemungkinan, kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan yang merugikan.
Risiko spekulatif juga bisa dinamakan risiko bisnis. Kerugian akibat risiko
spekulatif akan merugikan individu tertentu, tetapi akan menguntungkan individu
lainnya. Misalkan suatu perusahaan mengalami kerugian akibat penjualannya
turun, perusahaan lain barangkali akan memperoleh keuntungan dari situasi
tersebut[4].
Sedangkan risiko murni adalah risiko yang hanya mengandung satu kemungkinan
yaitu satu kemungkinan rugi. Contohnya bencana alam. Asuransi biasanya lebih
banyak berurusan dengan risiko murni.
2.
Risiko Kredit
Menurut Djohanputro (2004) mendefinisikan risiko kredit sebagai
risiko dimana debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan
memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya kualitas
debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin
tinggi. Sedangkan Tampubolon (2005), mendefinisikan risiko kredit adalah exposure yang ada atau potensial
mengancam penghasilan dan modal perusahaan, yang timbul karena kegagalan
debitur (obligor) untuk memenuhi syarat yang tertuang dalam kontrak dengan
perusahaan sebagaimana yang telah diperjanjikan.
3.
Bentuk dan Jenis Risiko Kredit
Menurut
Djohanputrio (2004), ada tiga jenis dalam risiko kredit yaitu:
a.
Risiko
Gagal Bayar
Ukuran risiko gagal bayar adalah probabilitas terjadinya gagal
bayar pada periode tertentu. Untuk mengukur probabilitas gagal bayar,
perusahaan dapat melakukan pemeringkatan (rating).
b.
Risiko
Exposure
Risiko Exposure merupakan
risiko yang melekat besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Bagi
perusahaan perdagangan, banyaknya transaksi secara kredit merupakan besarnya
eksposure. Bagi perbankan, kredit merupakan komitmen dalam bentuk line of credit yang termasuk bagian dari
exposure. Jenis-jenis kredit yang
berimplikasi terhadap besarnya exposure,
yaitu:
1)
Kesepakatan
transaksi yang dapat dikembalikan (recovable),
perusahaan dapat membatalkan transaksi tanpa menunggu kesepakatan dari
konsumen. Perusahaan da;am hal ini mengidentifikasi adanya risiko gagal bayar
dari konsumen maka dilakukan pembatalan.
2)
Kesepatan
bersifat irrecovable, perusahaan
tidak dapat membatalkan kesepakatan secara sepihak kecuali berdasarkan
kesepakatan kedua pihak.
3)
Status
transaksi dan kreditn dalam kondisi ketidakpastian. Hal ini terjadi apabila
konsumen sudah mentransfer pembayaran sedangkan perusahaan belum menerima
pembayaran tersebut.
4)
Status
terselesaikan (settled). Hal ini
terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke dalam rekening perusahaan.
5)
Status
gagal (failed). Hal ini terjadi pada
saat ditetapkan, konsumen dinyatakan gagal bayar.
c.
Risiko
Recovery
Risiko recovery berkaitan
dengan terjadinya gagal bayar dari konsumen. Tingkat recovery adalah sejauh mana
perusahaan dapat tetap mengupayakan agar nilai kredit dengan status gagal bayar
tersebut dapat diupayakan berapapun nilai nominal yang dapat diperoleh. Semakin
kecil kemungkinan perolehan dari kredit macet, semakin besar risiko recovery. Semakin kecil risiko yang
terkait dengan jaminan dan eksekusinya, semakin kecil risiko recovery dan semakin besar tingkat recovery. Risiko recovery dinyatakan dalam bentuk persentase kemungkinan recovery dan kredit macet. Risiko-risiko
yang merupakan bagian dari risiko recovery
yaitu:
1)
Risiko
Jaminan
Risiko ini
terkait dengan kejelasan status hukum jaminan, fluktuasi nilai likuidasi dan
kemudahan eksekusi.
2)
Risiko
Jamianan Pihak Ketiga
Selain jaminan
dalam bentuk aset, ada jaminan berupa kepercayaan. Jaminan ini memiliki
kegagalan eksekusi yang sangat tinggi.
3)
Risiko
Hukum
Risiko ini
berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan mengubah kontrak dan status pinjaman
untuk mengakomodasikan kepentingan dan kemampuan perusahaan dan debitur.
Perubahan kontrak berupa reschedule pinjaman,
pemotongan pinjaman, dan penukuran pinjaman menjadi setoran modal (debt to equity swap). Kegagaln untuk
melakukan renegoisasi menyebabkan tindakan hukum harus ditempuh.
4.
Prinsip Pengkreditan
Menurut Siamat
(2005) prinsip pengkreditan adalah sebagai berikut:
1)
Character
Penilaian debitur merupakan masalah yang berkaitan dengan watak dan
perilaku seseorang baik secara individual maupun dalam komunitas atau
lingkunagn usahanya. Pejabat analisis dalam melakukan penilaian karakter
debitur perlu memperhatikan terutama sifat-sifat sebagai berikut: kejujuran,
ketulusan, kecerdasan, kesehatan, kebiasaan, temperamental. Informasi lain yang
juga patut untuk diketahui adalah apakah calon debitur tersebut masuk dalam
daftar hitam atau tidak. Pada prinsipnya penilaian karakter debitur ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana niat baik dan kemauan debitur untuk
melunasi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian kredit.
2)
Capacity
Capacity berkaitan dengan kemampuan peminjam mengelola usahanya secara sehat
untuk kemudian memperoleh laba sesuai yang diperkirakan. Penilaian kemampuan
tersebut perlu untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha debitur dalam membayar
semua kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit.
Selanjutnya untuk mengukur capacity
debitur harus dilakukan penelitian terhadap kemampuannya dalam bidang
manajemen, keuangan, pemasaran, dana kemampuan dalam bidang teknis. Dengan
demikian penilaian kemampuan ini pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan
debitur mengelola usahanya sehingga dapat berkembang dengan memanfaatkan kredit
bank.
3)
Capital
Penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah debitur memiliki
modal yang memadai untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.
Semakin besar jumlah modal yang ditanamkan oleh debitur kedalam usaha yang akan
dibiayai dengan dana bank semakin menunjukkan keseriusan debitur untuk
menjalankan usahanya tersebut.
4)
Collateral
Penilaian barang jaminan (collateral)
yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit bank yang diperolehnya
adalah untuk mengetahui sejauhmana nilai barang jaminan atau agunan tersebut
dapat menutupi risiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur.
Fungsi jaminan disini sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan tidak mampunya
debitur melunasi kewajibannya.
5)
Conditional of Economy
Kondisi ekonomi berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu saat
yang secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha debitur. Begitu pula
peraturan-peraturan dan kebijakan pemerintah yang mungkin akan berdampak pada
perekonomian secara regional, nasional, dan internasional terutama yang
berhubungan dengan sektor usaha debitur.
5.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko pada hakikatnya merupakan serangkaian metodologi
dan prosedur yang digunakan untuk mengidenntifikasi, mengukur, melakukan
mitigasi, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan
usaha bank maupun lembaga keuangan lainnya. Manajemen risiko merupakan upaya
untuk mengelola risiko agar peluang mendapatkan keuntungan dapat diwujudkan
secara berkesinambungan (sustainable)
karena risiko terhadap aktivitas sudah diperhitungkan.
Manajemen risiko merupakan metode logis dan sistematik dalam
identifikasi, kuantifikasi, menetukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan
monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses[5]. Dengan
suatu cara atau metode yang mempelajari jenis risiko, bagaimana risiko itu
terjadi dan mengelola risiko tersebut dengan tujuan agar terhindar dari
kerugian, atau usaha untuk menggunakan sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran dan usaha seorang manajer untuk mengatasi kerugian secara
rasional agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Dalam konteks organisasi, organisasi juga akan menghadapi banyak risiko. Jika
organisasi tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan baik, maka organisasi
tersebut akan mengalami kerugian yang signifikan. Manajemen risiko pada
dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini[6]:
a.
Identifikasi
Risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko
apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh
organisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh karyawan, dan lain sebagainya.
Ada beberapa teknik dalam mengidentifikasi risiko, mulai dari menelusuri sumber
risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Pada beberapa
situasi, risiko yang dihadapi oleh perusahaan cukup standar. Sebagai contoh,
bank menghadapi risiko terutama risiko kredit (kemungkinan debitur tidak
melunasi hutangnya). Untuk bank yang juga aktif dalam perdagangan sekuritas,
maka bank terssebut juga akan menghadapi risiko pasar. Setiap bisnis akan
menghadapi risiko yang berbeda-beda tergantung dari jenis bisnisnya.
b.
Evaluasi
dan Pengukuran Risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik dengan
lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan
lebih mudah dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk
“mengukur” risiko tersebut.
Ada beberapa teknik pengukuran risiko tergantung dari jenis risiko
tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas risiko suatu
kejadian buruk terjadi. Sebagai contoh risiko kebakaran dengan probabilitas
0.6, karena probabilitas yang tinggi, maka risiko ini perlu diperhatikan secara
ekstra. Contoh tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik
probabilitas kita bisa melakukan prioritasi risiko, sehingga kita bisa lebih
memfokuskan pada risiko yang mempunyai kemungkinan yang besar terjadi.
Teknik lain yang bisa dilakukan untuk mengukur risiko adalah
menggunakan matriks dengan sumbu horisontal adalah probabilitas terjadinya
risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan konsekuensi risiko tersebut
(severity, atau besarnya kerugian
yang timbul akibat risiko tersebut). Setiap risiko bisa dievaluasi kemudian
dimasukkan kedalam matriks tersebut. Sebagai contoh risiko kebakaran mempunyai
probabilitas 0.6 (tinggi). Jika kebakran terjadi, maka kerugian yang
diakibatkan akan besar juga (tinggi). Dengan demikian risiko kebakaran
ditempatkan dalam kuadran probabilitas tinggi dan severity tinggi. Untuk risiko lain, evaluasi dan pengukuran yang
berbeda bisa dilakukan. Sebagai contoh, risiko perubahan tingkat bunga bisa
diukur dengan teknik duration
(durasi). Risiko pasar bisa dievaluasi dengan teknik VAR (Value at Risk).
c.
Pengelolaan
Risiko
Risiko harus dikelola, jika organisasi gagal dalam mengelola
risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius. Risiko bisa dikelola
dengan benar seperti penghindaran, ditahan (retention),
diversifikasi, atau transfer ke pihak lainnya. Ereta kaitannya dengan manajemen
risiko adalah pengendalian risiko (risk
control), dan pendanaan risiko (risk
financing).
1)
Penghindaran.
Cara paling mudah dan aman adalah penghindaran. Akan tetapi cara ini dinilai
kurang optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin memperoleh keuntungan dari
bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi risiko tersebut,
kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
2)
Ditahan
(retention). Dalam beberapa situasi
akan lebih baik jika kita menahan risiko tersebut.
3)
Diversifikasi.
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak
terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. sebagai conntoh, kita memiliki
aset berupa saham A, saham B, Obligasi C, properti, dan lain sebagainya. Jika
terjadi kerugian di satu aset, maka kerugian tersebut dapat ditutupi oleh aset
yang lain.
4)
Transfer
Risiko. Jika kita tidak mau menanggung risiko tersebut, kita bisa mentransfer
risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menanggung risiko tersebut.
Dalam hal ini adalah pihak asuransi.
5)
Pengendalian
Risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan
probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai
contoh, untuk mengurangi risiko terjadinya kebakaran, kita bisa memasang alarm
asap kebakaran.
6)
Pendanaan
Risiko. Pendanaan risiko memiliki arti
bagaimana kita mandanai kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul.
6.
Risiko Kredit Dalam Islam
Risiko kredit muncul ketika lembaga keuangan mengharapkan
pembayaran yang telah disepakati secara kontrak antara lembaga dan pihak
rekanan dan pihak obligor tidak dapat atau dengan kata lain default untuk memenuhi kewajiban mereka.
risiko kredit juga dimulai ketika ada perubahan atau meremehkan peringkat pihak
lawan[7]. Lembaga
keuangan yang menyediakan produk keuangan Islam juga terkena risiko kredit
karena penekanan pada pinjaman di kontrak Murabaha,
Leasing di kontrak Ijarah, menjanjikan untuk memberikan
atau membeli di kontrka Istishna’ dan
Salam, dan investasi kinerja bisnis
dalam kontrak Musyarakah dan Murabahah. Permasalahan keuangan terkait
dengan individu atau counterparty
atau situasi yang lebih umum dapat menjadi beberapa alasan bagi para obligor
untuk gagal bayar.
Faktor-faktor seperti globalisasi pasar keuangan, kondisi ekonomi
negara, dan karakteristik budaya individu di berbagai daerah dan pasar
meningkatkan komplektisitas manajemen risiko kredit. Berbeda dengan kontrak
konvensional, mayoritas penilaian risiko kredit untuk produk keuangan Islam
didasarkan pada analisis subyektif. Bank yang beroperasi di wilayah Islam atau
menyediakan kontrak Islam dalam banyak kasusu dimotivasi oleh informasi yang
berasal dari berbagai obligor, dan hasilnya mungkin subjektif dan berdasarkan
para ahli untuk menyetujui kontrak.
Secara tradiosional lembaga keuangan sangat menekankan hubungan
dengan pelanggan mereka, namun lembaga saat ini juga harus dapat memprediksi
dan kemudian mempertimbangkan perilaku pelanggan mereka dalam hal kewajiban
pembayaran mereka. memiliki sejumlah besar peminjam dengan status keuangan yang
berbeda dan dari berbagai sektor pasar, lembaga keuangan harus menerapkan
metodologi untuk menerapkan model untuk meningkatkan sistem manajemen risiko
kredit dan menyetujui menolak secara
objektif untuk kontrak Islam.
7.
Identifikasi Eksposur Risiko Kredit
Dalam analisis eksposur risiko kredit, faktor kunci adalah
identifikasi hugungan antara rekanan, kontrak keuangan Islam, dan jaminan atau
agunan yang digunakan untuk menutupi persentase potensi kerugian dalam kasusu
gagal bayar. Setiap counterparty terkait
dengan satu atau lebih kontrak, selain itu dapat dikaitkan degan piha lain yang
didefinisikan sebagai jaminan. Kenyataannya, didalam institusi ada banyak
rekanan yang mungkin terkait dengan beberapa kontrak. Selain itu banyak kontrak
keuangan Islam yang terkait denga sejumlah besar pihak rekanan dan berbagai
jenis jaminan digunakan untuk menutupi secara paralel eskposur dari beberapa
kontrak dan pihak rekanan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Lokasi
dan waktu penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Bina Warga, Sambiroto, RT.02
RW.01 Purwomartani, Kalasan, Sleman. Pada tanggal 21 Mei 2018.
Observasi kami lakukan dalam waktu satu hari dan mengumpulkan data langsung di
KJKS Bina Warga.
B.
Jenis
penelitian
Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini dikategorikan sebagai jenis
penelitian kualitatif deskriptif. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan,
fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan
menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi.
C.
Populasi
dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah
yang melakukan pembiayaan di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Bina Warga, dan
sampel dari penelitian ini adalah, nasabah yang mengalami masalah kredit macet.
D.
Jenis
dan sumber data
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data primer
diperoleh melalui pengamatan, pencatatan, pengumpulan data dan wawancara
langsung dengan staf ahli dalam hal ini manager yang terkait dengan penelitian
ini. Pengamatan dilakukan langsung ditempat penelitian dengan mengamati proses
kredit di tempat tersebut. Sedangkan wawancara dilakukan terhadap staf ahli
atau manager koperasi tersebut. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini
adalah melalui data historis KJKS Bina Warga, dan laporan keuangan bulanan KJKS
Bina Warga pada tahun 2017.
C. Instrumen
penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode lapangan melalui wawancara dan beberapa data pendukung
dari narasumber. Adapun instrumen yang digunakan adalah :
1. Pertanyaan
wawancara
2. Data
pendukung dari KJKS Bina Warga (Laporan Keuangan Bulanan tahun 2017)
E.
Metode
Pengolahan Data
Dalam penelitian ini,
pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Pengolahan secara kualitatif
dilakukan dengan mengkaji konsep manajemen risiko kredit KJKS Bina Warga
berdasarkan teori-teori serta prinsip yang telah berkembang. Metode kualitatif
digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko kredit dan menganalisis
pengelolaan serta pengendalian risiko kredit, serta digunakan untuk mengukur kualitas manajemen
risiko kredit oleh KJKS Bina Warga.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Gambaran umum KSPPS Bina Warga Sejahtera Yogyakarta
1. Sejarah Berdirinya KSPPS Bina Warga Sejahtera Yogyakarta
Sejarah berdirinya KJKS BMT Bina Warga
merupakan cetusan dari paguyuban BINA WARGA. Untuk memenuhi pelayanan simpan
pinjam yang berbasis syari’ah terhadap masyarakat Sambiroto dan sekitarnya
khususnya kecamatan Kalasan, yang sebagian besar terdiri dari masyarakat
muslim, maka paguyuban BINA WARGA mendirikan koperasi yang operasionalnya
berdasarkan syari’ah yang diberi nama Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS)
Bina Warga disingkat KJKS BW.
KSPPS Bina Warga Sejahtera mulai
beroperasi pada tangal 07 Februari 2013 dengan ketua pengurus Bapak Tugiran BA
selaku Lurah desa Purwomartani Kalasan Sleman. KSPPS Bina Warga Sejahtera resmi
berbadan hukum BH:116/BH/XV.4/KAB.SLM/II/2015. KSPPS Bina Warga Sejahtera
merupakan badan usaha yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan yang
bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan lapisan masyarakat yang
berpedoman pada prinsip syari’ah.
2.
Letak
geografis KSPPS Bina Warga Sejahtera Yogyakarta
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah (KSPPS) Bina Warga Sejahtera terletak di Timur Provinsi Yogyakarta yang
berlokasi di Jl Sambiroto 03/02 Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten
Sleman Yogyakarta.
3.
Visi
dan Misi KSPPS Bina Warga Sejahtera Yogyakarta
1.
Visi
Lembaga
keuangan syariah yang sehat dan unggul dalam pemberdayaan umat.
2.
Misi
1.
Menerapkan
nilai syari’ah unutk kesejahteraan bersama.
2.
Mmberikan
pelayanan yang terbaik dalam jasa keuangan mikro syariah.
3.
Mewujudkan
kehidupan umat islam.
3.
Tujuan
1.
Meningkatkan
kesejahteraan anggota, pengelola dan ummat.
2.
Turut
berpartisipasi aktif dalam membumikan ekonomi ummat.
3.
Menyediakan
permodalan islami bagi usaha mikro.
4.
Motto
“Syari’ah itu
Indah”
4.
Pengurus
KSPPS Bina Warga Sejahtera
Adapun sumberdaya yang ada pada BMT
Bina Warga Sejahtera yaitu sebagai berikut:
a.
Pengawas
Syariah : Ketua : M. Mufid Al Ashari
Anggota : Edy Susanto
b.
Pengawas
Manajemen : Ketua : KH. Ummarul Yahya Al Faruk
Anggota : H. Ir. M. Yamin,
ST.MT
c.
Pengurus :
Ketua I : Tugiran, BA
Ketua II : Hj. Dra. Sri Harti Widiastuti
Sekretaris : Ngahadi
Bendahara I : Hj. Heni Purwanti, SH
Bendahara II : Bugiman, Spd
d.
Pengelola : Manajer :
Nuning Agustina A, SE, MM
Staf Accounting : Endah
Wulandari
Staf Teller :
Bravi Wulansari
Account Officer : Ika Retno
Wulandari
Anton Sulistyono
Feri Ardhianto
5.
Jenis
Produk atau Jasa KSPPS Bina Warga Sejahtera
a.
Produk
Simpanan
1)
Simpanan
Wadi’ah (Penitipan Murni dengan Seijin Penitip)
KSPPS bertindak sebagai penerima dana
titipan dan anggota bertindak sebagai pemilik dana titipan. Dana titipan disetor
penuh kepada KSPPS dan dinyatakan dalam jumlah nominal. Dana titipan tidak
dapat diambil setiap saat. Tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan
atau bonus kepada anggota. KSPPS menjamin pengembalian dana titipan anggota.
2)
Simpanan
Mudharabah Umum
Pada akad simpanan berdasarkan
mudharabah, KSPPS bertindak sebagai pengelola dana dan anggota bertindak
sebagai pemilik dana. Dana disetor penuh kepada KSPPS dan dinyatakan dalam
jumlah nominal. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan
dalam bentuk nisbah. Pada akad simpanan berdasarkan mudharabah, anggota wajib
menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh KSPPSdan
tidak dapat ditarik oleh anggota kecuali dalam rangka penutupan rekening. KSPPS
anggota tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan. KSPPS sebagai
mudharib menutup biaya operasional simpanan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya. KSPPS tidak diperbolehkan mengurangi bagian
keuntungan tanpa persetujuan
anggota yang
bersangkutan dan KSPPS tidak menjamin dana anggota.
3)
Simpanan
Mudharabah Berjangka
Pada prinsipnya simpanan berdarkan
mudharabah berjangka sama dengan jenis simpanan mudharabah, yang membedakan
antara keduanya adalah dana hanya dapat ditarik oleh anggota sesuai jangka
waktu yang telah ditentukan dalam akad. KSPPS Bina Warga Sejahtera
memberlakukan 4 produk simpanan mudharabah berjangka, yaitu mudharabah
berjangka dengan jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 12 bulan dan 24 bulan dengan
porsi hitungan bagi hasil yang disepakati.
b.
Produk
Simpanan Penyertaan
Pada prinsipnya produk simpanan
penyertaan menggunakan akad mudharabah berjangka dan akan digunakan oleh KSPPS
sebagai modal penyertaan. Produk simpanan penyertaan biasanya dengan jangka
waktu penyimpanan yang relatif lama yaitu minimal 2 tahun penyimpanan.
c.
Produk
Pembiayaan
1)
Skim
Bagi hasil
Pembiayaan Musyarakah (MSA) yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada anggota dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko ditanggung
bersama. Apabila untung, maka setiap pihak akan mendapat bagi hasil secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modalnya. Apabila merugi, maka kerugian
akan ditanggung secara proporsi.
2)
Skim
Jual Beli
Pembiayaan Murabahah (MBA) yaitu pembiayaan
dengan sistem jual beli barang pada harga asal dengan tambahan margin atau
keuntungan yang telah disepakati. Pembayaran dilakukan secara angsuran atau
jatuh tempo yang telah ditetapkan oleh pihak KSPPS.
B.
Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Pada KSPPS Bina Warga
Sejahtera
1. Dampak dari suatu risiko pembiayaan ketika terjadi
Pembiayaan bermasalah
bagaimanapun akan berdampak
negatif baik secara mikro
(bagi bank dan
nasabah) maupun secara makro (sistem perbankan dan
perekonomian Negara. Dampak dari pembiayaan bermasalah tersebut sangat
berpengaruh pada:
a.
Kolektivitas
dan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) semakin meningkat.
b.
Kerugian
semakin besar sehingga laba yang diperoleh semakin turun.
c. Modal
semakin turun karena terkuras membentuk PPA, akibatnya Lembaga Keuangan`
Syariah tidak dapat melakukan ekspansi pembiayaan.
d.
CAR
dan tingkat kesehatan lembaga keuangan syariah menurun.
e. Menurunnya
reputasi lembaga keuangan syariah berakibat investor tidak berminat terhadap
lembaga keuangan syariah dan dapat membahayakan sistem perbankan maka ijin
usaha lembaga keuangan syariah dapat dicabut menanamkan modalnya atau
berkurangnya investor atau berpindahnya investor.
f. Dari
aspek moral,lembaga keuangan syariah telah bertindak tidak hati-hati dalam
menyalurkan dana sehingga lembaga keuangan syariah tidak dapat memberikan bagi
hasil untuk nasabah yang telah menempakan dananya.
g.
Meningkatnya
biaya operasional untuk penagihan.
h.
Meningkatkan
biaya operasional jika berbicara secara litigasi, dan
i.
Jika
pembiayaan bermasalah yang dihadapi (Lewis dan Algaoud, 2001: 48).
2.
Manajemen
risiko pembiayaan di KSPPS Bina Warga Sejahtera
Hampir setiap bank mengalami
pembiayaan bermasalah alias nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi kreditnya.
Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
a.
Dari
pihak perbankan
Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang
teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam
melakukan perhitungan dengan rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang
seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu kredit dapat
pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur
sehingga dalam analisisnya dilakukan secara tidak obyektif.
b.
Dari
pihak nasabah.
Kemacetan kredit yang disebabkan oleh
nasabah diakibatkan 2 hal yaitu:
1)
Adanya
unsur kesengajaan.
Artinya nasabah sengaja tidak mau
membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendiri
macet.
2)
Adanya
unsur tidak sengaja.
Artinya nasabah memiliki kemauan untuk
membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai terkena musibah
misalnya kebanjiran atau kebakaran (Kasmir, 2002: 115).
KSPPS Bina Warga Sejahtera berusaha untuk
meminimalkan kerugian minimal 1 juta rupiah dimana KSPPS tersebut lebih fokus
pada pembiayaan-pembiayaan kecil. KSPPS Bina Warga Sejahtera hanya melayani pembiayaan untuk anggota warga
lokal yaitu Sleman, sedangkan jika berasal dari luar daerah disebut calon
anggota.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Nuning
Agustina A selaku manajer di KSPPS Bina Warga Sejahtera mengatakan kualitas
pembiayaan yang ada di KSPPS Bina Warga Sejahtera tidak dapat dikatakan semua
lancar, namun ada juga anggota yang dalam kategori pembiyaan bermasalah.
Sesuai laporan rekap nominatif pembiayaan
per 31 Desember 2017 pada KSPPS Bina Warga Sejahtera, adapun persentase
rinciannya sebagai berikut:
Tabel
1.1
Kode
|
Keterangan
|
Jumlah Rekening
|
Persen
|
L
|
Lancar
|
260
|
69,15 %
|
KL
|
Kurang Lancar
|
11
|
2,93 %
|
D
|
Diragukan
|
49
|
13,03 %
|
M
|
Macet
|
56
|
14,89 %
|
Pembiayaan yang disalurkan oleh
KSPPS Bina Warga Sejahtera sejauh ini juga ada yang dapat dikategorikan dalam
pembiayaan bermasalah. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan
bermasalah di KSPPS Bina Warga Sejahtera, antara lain:
a.
Anggota
memiliki banyak hutang di kelompoknya atau di koperasi lain. Pada saat survei,
anggota tidak mau mengaku jika memiliki hutang.
b. Anggota
keluar atau kehilangan pekerjaannya. Biasanya terjadi pada anggota yang
mengajukan pembiayaan dengan akad ijarah.
c.
Usaha
yang dimiliki anggota sepi, banyak pesaingnya terutama pedagang sayuran.
Dalam menangani pembiayaan mudharab yang
bermasalah maka, perlu adanya upaya-upaya penanganan pembiayaan bermasalah yang
dilakukan oleh KSPPS Bina Warga Sejahtera. Adapun upaya-upaya tersebut, antara
lain:
a.
Dikelompokkan.
Sebelum dilakukan tindakan, maka pihak
KSPPS akan mengelompokkan pembiayaan ke dalam kategori lancar, kurang lancar,
diragukan dan juga macet. Ketentuan pengelompokan tersebut yaitu:
1)
Lancar,
jika anggota tidak pernah telat membayar.
2)
Kurang
lancar, jika anggota 1-3 kali tidak membayar.
3)
Diragukan,
jika anggota 4-6 kali tidak membayar.
4)
Macet,
jika anggota lebih dari 6 kali tidak membayar.
Untuk pembiayaan
musyarakah, jika anggota telat membayar 1 kali sudah dikategorikan macet karena
memiliki risiko paling tinggi.
b.
Peringatan
melalui surat tagihan.
Setelah membuat daftar kolektabilitas yang
termasuk kedalam kurang lancar, diragukan, dan macet akan diberitahukan melalui
surat tagihan. Dengan tujuan mengingatkan anggota bahwa sudah waktunya untuk
membayar angsuran pembiayaannya setelah diberikan toleransi 1-2 bulan.
c.
Silaturrahmi/Kunjungan
anggota.
Anggota yang tergolong ke dalam kurang
lancar, diragukan, dan macet akan mendapatkan jadwal kunjungan oleh pihak KSPPS
setelah anggota diketahui tidak membayar angsuran sebanyak 2 kali. Pihak KSPPS
akan melakukan kunjungan guna mengingatkan, menanyakan, dan mencari tahu
kondisi sebenarnya yang telah dialami oleh anggota sehingga menyebabkan
ketidakmampuan anggota membayar angsuran secara tepat waktu atau kurang lancar
dalam membayar atau sama sekali tidak membayar angsuran baik pokok maupun bagi
hasilnya.
d. Setelah
3 kali tidak membayar angsuran, maka anggota akan diinformasikan untuk
penarikan jaminan. Manajer akan turun tangan pada tahap ini.
3.
Minimalisasi
atau mitigasi risiko pembiayaan oleh KSPPS Bina Warga Sejahtera
Untuk meminimalisasi atau mitigasi
risiko pembiayaan, KSPPS Bina Warga Sejahtera melakukan analisa pembiayaan.
Adapun pendekatan analisa yang digunakan KSPPS Bina Warga Sejahtera dalam
melakukan analisa pembiayaan yaitu pendekatan analisa 5C.
a. Character,
KSPPS Bina Warga Sejahtera akan melakukan analisa yang meliputi watak, sifat,
dari calon nasabahnya. Informasi karakter calon nasabah diperoleh dengan
menanyakan pada tetangga sekitar calon nasabah minimal 3 orang terkait
penghasilan, pengeluaran, dan anak sekolah yang dimiliki calon nasabah.
b. Capacity,
kemampuan calon nasabah KSPPS Bina Warga Sejahtera dalam mengembalikan pinjaman
pokok dan juga bagi hasil yang sudah menjadi kesepakatan di awal pinjaman.
c. Capital,
modal yang dimiliki sendiri oleh calon nasabah diluar dari modal pembiayaan
dari KSPPS Bina Warga Sejahtera.
d. Collateral,
nilai jaminan yang diajukan oleh calon nasabah KSPPS Bina Warga Sejahtera
sepadan atau tidak nilainya dengan nilai pembiayaan yang diberikan. Jaminan
untuk pembiayaan kurang dari 2 juta rupiah menggunakan kartu keluarga dan KTP,
sedangkan untuk pembiayaan lebih dari 2 juta rupiah menggunakan BPKB, kartu
keluarga, akta anak, dan surat nikah. Untuk pembiayaan lebih dari 30 juta
menggunakan sertifikat berharga atas nama sendiri. Jaminan bukan pokok untuk
meminimalisir risiko, akan tetapi dilihat dari tabungan yang dimiliki calon nasabah.
e.
Condition,
kondisi usaha nasabah.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Faktor penyebab
pembiayaan bermasalah di KSPPS Bina Warga Sejahtera yaitu kondisi
usaha anggota yang
sedang menurun baik
dalam segi keuntungan maupun mobilitas usaha, memiliki banyak hutang di
kelompoknya maupun koperasi lain, kurang
telitinya pihak KSPPS Bina Warga
Sejahtera dalam menganalisa saat survey kepada
calon anggota pembiayaan.
Adapun upaya-upaya pasti yang
dilakukan oleh pihak KSPPS Bina Warga Sejahtera dalam mencegah terjadinya lagi
pembiayaan bermasalah yaitu, melaksanakan standar operasional pemberian
pembiayaan kepada anggota dengan benar serta menerapkan prinsip 5C secara tepat
terhadap anggota pembiayaan.
B.
Saran
Untuk penelitian
yang serupa disarankan
untuk mengembangkan objek penelitian
di tempat lain,
sehingga fenomena yang
ditemui lebih beragam. Penelitian
ini hanya dijadikan sebagai bahan acuan semata.
Untuk nasabah
maupun anggota pembiayaan
diharap agar lebih memahami konsep pembiayaan yang akan
diajukan, agar dikemudian hari tidak
terjadi masalah dalam
pembiayaan, sedangkan untuk KSPPS Bina Warga Sejahtera supaya lebih
teliti lagi dan
berhati-hati dalam memberikan pembiayaan kepada
anggota serta lebih
memberikan pemahaman kepada anggota pembiayaan. Harus adanya
tindakan maupun ketegasan
kepada nasabah maupun anggota
pembiayaan yang menunda-nunda
pembayaran angsuran serta lebih
mengeratkan hubungan antara
pihak KSPPS Bina Warga Sejahtera dengan para anggota pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Akkizidiz, I. dan S. Khandelwal. Financial Risk Management for Islamic Banking and Finance. (New
York: Palgrave Macmillan, 2008)
Hanafi, Mamduh M.. Manajemen
Risiko. (Jakarta: Unversitas Terbuka, 2014)
Idroes, Ferry N.. Manajemen
Risiko Perbankan. (Jakarta: Rajawali Press, 2008)
Ikatan Bankir Indonesia (IBI). Manajemen
Risiko 1. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
Kasmir. 2002. Manajemen Perbankan. RajaGrafindo Persada:
Jakarta.
Lewis
& Algout. 2001. Perbankan Syariah Prinisp, Praktik, dan Prospek.
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Marzuqoh, Ngamilatul. 2016. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
pada Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Alfa Dinar Simo
Boyolali. Tugas Akhir IAIN Salatiga.
Riyadi, Fuad & Sri Puji Lestari. 2017. Analisis Implementasi
Penanganan Pembiayaan Mudharabah Bermasalah DI KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera
Cabang Mijen Kudus. BISNIS, Vol. 5, No. 2, Desember 2017.
Siahaan, Hinsa. Manajemen
Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo
2007)
Sunaryo. Manajemen Risiko
Finansial. (Jakarta: PT Salemba Empat, 2007)
Wawancara
Nuning Agustina A. Wawancara Manajer. KSPPS Bina Warga Sejahtera
Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman, 21 Mei 2018.
[1] Hinsa Siahaan, Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan
Implementasi, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo 2007) hlm. 4
[2] Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Manajemen Risiko 1, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2012) hlm. 6
[3] Sunaryo, Manajemen Risiko Finansial, (Jakarta: PT Salemba Empat, 2007), hlm.
12
[4] Mamduh M. Hanafi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2014) hlm. 1.7
[5] Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta:
Rajawali Press, 2008) hlm. 5
[6] Mamduh M. Hanafi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Unversitas
Terbuka, 2014) hlm. 1.10
[7] I. Akkizidiz dan S. Khandelwal, Financial Risk Management for Islamic
Banking and Finance, (New York: Palgrave Macmillan, 2008) Hlm. 109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar