Page

Minggu, 12 Juni 2016

Kebijakan Fiskal dan Anggaran Belanja dalam Islam



MAKALAH
ILMU EKONOMI SYARIAH

Kebijakan Fiskal dan Anggaran Belanja dalam Islam
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD KHAFIDH MUSTA'IN (15830066)
MUHAMMAD RAFLI FATKHURROZI (15830070)
RISKA YANTY (15830074)
AHMAD ABIDI (15830075)


PROGRAM STUDI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015/2016

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah yang berjudul “Kebijakan Fiskal dan Anggaran Belanja dalam Islam“. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah: Ilmu Ekonomi Syariah (IES) yang dibimbing oleh Bapak M. Yazid Afandi, M.Ag.
Melalui proses yang tidak mudah, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah ini. Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang  tidak terlampau kepada Bapak M. Yazid Afandi, M.Ag. selaku pembimbing.
Semoga makalah ini dapat membantu bagi teman-teman dan siapa saja yang membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Kebijakan Fiskal dan Anggaran Belanja dalam Islam“. Namun demikian makalah ini, kiranya masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang  bersifat membangun sangat saya harapkan untuk masa yang akan datang.
Yogyakarta, 20 Mei 2016
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal ................................................................................................ 5
1.      Pengertiannya ............................................................................................. 5
2.      Tujuan Kebijakan Fiskal Dalam Islam ........................................................ 5
3.      Bentuk-Bentuk Kebijakan Fiskal ............................................................... 6
4.      Kebijakan Pengeluaran ............................................................................... 8
5.      Kebijakan Pemasukan ................................................................................. 9
6.      Kebijakan Pemasukan terhadap Non-Muslim ............................................ 10
7.      Mekanisme Kebijakan Fiskal ...................................................................... 10
B. Kebijakan Anggaran Belanja ............................................................................. 11
1.      Anggaran Belanja Zaman Islam Dini ......................................................... 11
2.      Pengertian Anggaran Belanja Modern ....................................................... 12
3.      Negara Islam dan Anggaran Belanja Modern ............................................ 12
4.      Anggaran Belanja Defisit dan Pembiayaan Defisit .................................... 13
5.      Pemasukan Dalam Negeri ........................................................................... 13
C. Kecenderungan Modern dalam Anggaran Belanja ............................................ 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain:
1.      Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam perekonomian pasar.
2.      Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa-jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum.
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya. Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pengertian, tujuan, bentuk, mekanisme, dan konsep kebijakan fiskal?
2.      Bagaimanakan pengertian dan konsep anggaran belanja dalam Islam?
3.      Bagaimanakah kecenderungan modern dalam anggaran belanja?
C. Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian, tujuan, bentuk, mekanisme, dan konsep kebijakan fiskal
2.      Menjelaskan pengertian dan konsep anggaran belanja dalam Islam
3.      Menjelaskan kecenderungan modern dalam anggaran belanja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal
1.      Pengertiannya
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah, dengan kata lain kebijakan fiscal adalah kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Dalam Islam kebijakan fiscal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual padatingkat yang sama. Menurut Profesor R. W. Lindson, “Dalam membuat pengeluaran pemerintah, dan dalam memperoleh pemasukan pemerintah, penentuan jenis, waktu dan prosedur lah yang harus diikuti.”  Tentu saja hal ini diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan fiscal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dapat dipengaruhi melalui insentif atau meniadakan insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran pemerintah).
Jadi, kebijakan fiscal dalam islam secara garis besar adalah kegiatan yang menambah pengeluaran dan yang menarik penghasilan Negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomidan social tertentu dalam kerangka umum Hukum Islam seperti ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
2.      Tujuan Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam akan berbeda dengan penafsiran system ekonomi sekuler. Namun mereka memiliki kesamaan, yaitu sama sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktifitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan hidup manusia.
Pada system ekonomi sekuler, kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini.
Dalam islam, konsep kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan di dunia dan diakhirat dan peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material. Sementara itu, ekonomi sekuler adalah bebas nilai, dalam system ekonomi islam, nilai moral secara efisien adalah pusatnya.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk:
a.       Pengalokasian sumber daya secara efisien
b.      Pencapaian stabilitas ekonomi
c.       Mendorong pertumbuhan ekonomi
d.      Pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai

Sebagaimana ditunjukan oleh Faridi dan Salama (2 orang ekonomi muslim) bahwa tujuan ini akan tetap sah diterapkan dalam system ekonomi islam, walaupun penafsiran mereka akan berbeda.
Selanjutnya, kebijakan fiskal dalam ekonomi islam juga akan bertujuan “at safe guarding and spreading the religion whitin the country as well as in the world at large” bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi islam, tujuan tujuan tersebut akan menjadi subservient untuk tujuan menanggulangi kaum muslim dan islam sebagai suatu entitas politis dan agama dan dakwah menyebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.[1]
3.      Bentuk-Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu :[2]
a.       Penstabil otomatik
Penstabil otomatik adalah bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi. Dalam suatu perekonomian modern, penstabil otomatik yang utama adalah :
1)      Sistem perpajakan yang progresif dan proporsional
Sistem pajak progresif ialah suatu sistem perpajakan yang mengenakan persentase lebih tinggi seiring dengan semakin tingginya jumlah pendapatan, biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan dikonkretkan hampir disemua negara. Sementara pajak proporsional ialah suatu sistem perpajakan yang mengenakan persentase yang sama terhadap seluruh tingkat pendapatan. Sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat. Kedua sistem perpajakan ini cendrung untuk mengurangi fruktuasi kegiatan perekonomian dari satu periode ke periode lainnya.
2)      Kebijakan harga minimum
Kebijakan harga minimum merupakan suau sistem pengendalian harga yang bertujuan menstabilkan pendapatan para petani dan pada waktu yang sama menjaga agar pendapatannya cukup tinggi. Permintaan dan penawaran barang pertanian sifatnya inelastis. Sebagai akibatnya fruktuasi dalam penawaran akan menimbulkan fruktuasi harga yang cukup besar dan mempengauhi kestabilan pendapatan petani. Tujuan kebijakan ini adalah untuk menstabilkan harga dan pendapatan serta membantu mengurangi fruktuasi kegiatan keseluruhan ekonomi.
3)      Sistem asuransi pengangguran
Sistem ini adalah suatu bentuk jaminan sosial yang diberikan kepada penganggur. Sistem ini pada dasarnya mengaharuskan, (1) tenaga kerja yang sedang bekerja untuk membayar asuransi pendapatan, (2) menerima sejumlah pendapatan yang ditentukan pada saat menganggur.

b.      Kebijakan fiskal diskresioner
Kebijakan fiskal diskosioner adalah langkah-langkah dalam bidang pengeluaran peerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Secara umum kebijakan fiskal diskresioner dapat digolongkan dalam dua bentuk, yaitu :
1)      Kebijakan fiskal ekspansi (expansionary fiscal policy)
Pada kondisi perekonomian yang rendah ketika menghadapi masalah pengangguran, dibutuhkan suatu kebijakan yang mampu mendoron perekonomian agar mampu tumbuh dan mengurangi jumlah penganguran. Bentuk kebijakan yang dilakukan adalah menambah pengeluaran pemerintah dan mengurangi tingkat presentase pengenaan pajak. Pertambahan pengeluaran pemerintah tersebut biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan ekonomi lain, sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional. Penurunan presentase pajak akan mampu mengurangi beban, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2)      Kebijakan fiskal kontraksi (contractionary fiscal policy)
Kebijakan ini dilakukan ketika masalah inflasi yang dihadapi atau perekonomian telah mencapai kesempatan kerja penuh dan tingkat pengangguran sangat rendah. Tujuan dari kebijakan mengatasi inflasi adalah menurunkan tingkat inflasi ke tingkatan yang normal dengan tetap menjamin agar kesempatan kerja penuh tercapai. Mengurangi pengeluaran pemerintah merupakan kebijakan fiskal diskresioner yang paling efektif dalam menekan tingkat inflasi. Menentukan kebijakan fiskal untuk mengatasi masalah stagflasi jauh lebih rumit dari pada merumuskan kebijakan mengatasi inflasi yang biasannya dilakukan adalah kebijakan pengeluaran ketat terhadap anggaran pemerintah.
4.      Kebijakan Pengeluaran
Kegiatan pengeluaran Negara mempunyai dampak tertentu pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Dalam Al-Qur’an telah menetapkan perintah-perintah yang sangat tepat mengenai kebijakan Negara tentang pengeluaran pendapatan negara. Jelaslah kegiatan ini tidak diserahkan pada kekuasaan Kepala Negara, juga tidak kepada apa yang disebut kehendak perundang-undangan modern. Dalam Al-Quran, dicantumkan pada surat At-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk kaum fakir, kaum miskin, para pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdeka kan budak, mereka yang berhutang, untuk jalan Allah, dan mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Hal penting yang hendak dikemukakan dalam hal ini adalah bahwa zakat juga boleh digunakan  uhntuk kalangan non-muslim. Zakat bukan hanya pemberian makan atau uang, melainkan  lebih dari itu, zakat juga dapat memperbaiki keadaan pariwisata, sarana umum, keamanan, jalan, dan sebaagainya. Hal ini tidak hanya untuk kaum muslimin tapi juga untuk kalanan kaum non-muslim.
Karena itu, tanah Arab pada masa nabi SAW, unsur tersebut dapat menuntaskan segala kebutuhan dan keperluan negara yang tumbuh dan masyarakat yangbaru lahir. Hukum Keuagan Islam memiliki elastisitas yang besar untuk perluasan selanjutnya guna memenuhi persyaratan setiap zaman dan setiap peradaban. Al-Quran juga telah menetapkan suatu kebijakan pengeluaran untuk seluruh lapisan masyarakat, Islam menyuruh untuk tidak mengakumulasi kekayaan tetapi menganjurkan untuk lebih banyak melakukan pengeluaran dalam hal ini pengeluaran yang bersifat produktif.
Dalam Alquran dikatakan “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. (Q.S. Al Baqarah 2:219). Yang berarti Islam melarang pemborosan. Penimbunan juga dilarang karena kekayaan tidak dapat beredar dan manfaat penggunaannya tidak dapat dinikmati si pemakai atau pun masyarakat.
5.      Kebijakan Pemasukan
Zakat dan Sedekah tidak hanya meliputi pajak pada uang tunai, tapi juga penerimaan tanah dan pajak pada binatang piaraan, termasuk pajak pertambangan, pada harta terpendam yang ditemukan dan sebagainya. Negeri Arab empat belas tahun yang lalu dan dunia modern, mengungkapkan suatu perubahan pokok dalam pola sosio-politik dan sosio-ekonomi masyarakat. Maka tidak ada alasan untuk menganggap bahwa unsur uang kena pajak dantarif yang dikenakan dimaksudkan untuk tidak berubah dengan keadaan yang berubah. Seorang tokoh Hadrat membawa beberapa perubahan tertentu mengenai rincian zakat. Diriwayatkan bahwa ia menurunkan tarif bea impor yang berlaku pada barang-barang konsumsi yang datang dari Madinah, dari sepuluh persen menjadi hanya lima persen.
Sistem perpajakan yang rumit merupakan cerminan kehidupan masyarakat modern itu sendiri. Sistem perpajakan dalam Islam menerapkan sanksi ganda yaitu duniawi dan rohani. Kegiatan negara yang yang menarik penghasilan, harus dikendalikan oleh prinsip kebajikan dan pemeliharaan bagi orang yang tidak punya. Dinilai dari standar ini, sistem perpajakan modern, terutama cara menarik penerimaan melalui perpajakan tak langsung, menjadi sasaran gencar karena beban lebih berat dari pajak tak langsung ini terutama untuk si miskin yaotu pajak tak langsung yang umumnya dikenakan pada kebutuhan hidup.
Pajak tak langsung sering bersifat regresif terutama bila komoditi yang kena pajak  merupakan suatu kebutuhan hidup dipandang dari segi adanya struktur pajak progresif, sesungguhnya pajak langsung jauh lebih dikehendaki daripada pajak tidak langsung. Sistem perpajakan Islam harus menjamin bahwa golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihanlah yang memikulbeban utama perpajakan. Barangkali karena hal ini, maka pendapatan tidak dipajak pada sumbernya, atau bila pendapatan ini bertambah, tetapu pada tabungan dan penimbunan pajak.
6.      Kebijakan Pemasukan terhadap Non-Muslim
Sesungguhnya suatu negara islam cenderung memperlakukan kaum Muslimin dan non-Muslimin secara berbeda, dalam hal pengumpulan pemasukan. Bila pemasukan zakat dipungut dari kaum Muslimin dan dikeluarkan bagi kesejahteraan kaum Muslimin dan yang Non-Muslim, maka dapat dipertimbangkan agar negara islam dapat memungut suatu jumlah tertentu dari penghasilan kalangan non-Muslim. Dipungutnya pajak Jizyah dan kharaj selama ada ministrasi keuangan pada waktu islam dini, merupakan pembenaran mengenai hal ini. Di zaman modern pun soal kebijakan penghasilan yang berbeda terhadap kalangan non-Muslim yang mungkin sudah memiliki perdagangan dan perniagaan yang makmur, sehingga merugikan kaum muslimin. Dinilai dari norma keadilan dan persamaan mana pun, hal ini tidak sesuai dengan prinsip umum keadilan sosial.
Pada tahap ini, haruslah jelas diakui bahwa pemungutan zakat mempunyai sanksi ganda-rohani dan duniawi, dan bukan bersifat ganda-religius dan sekular. Kini bila pemasukan Zakat dipungut dari kaum Muslimin dan dikeluarkan untuk kesejahteraan golongan miskin Muslimin maupun non-Muslimin, maka kaum Muslimin bertindak sesuai dengan suruhan Al-qur’an dan dengan demikian melaksanakan kewajiban agama mereka. Kini timbul pertanyaan apakah suatu negara islam modern harus mengenakan suatu jenis pajak kesejahteraan pada minoritas non-Muslim. Penulis menyetujui dikenankanya pajak kesejahteraan  demikian pada kalangan non-Muslim hanya bila ini Khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga non-Muslim hanya bila ini khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga non-Muslim yang miskin di suatu negara islam.
7.      Mekanisme Kebijakan Fiskal
Tujuan dan fungsi yang paling penting untuk dijadikan bahan diskusi dalam rangka mengenali karakteristik fundamental system keuangan dan fiskal dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut:
a.       Kekayaan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
b.      Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
c.       Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat digunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
d.      Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari system perbankan

Jika suatu Negara mengalami defisit anggaran, maka solusi untuk mengatasinya antara lain:
a.       Melakukan pinjaman / utang, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri
b.      Mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang mendesak
c.       Melakukan kebijakan pengeluaran uang ketat
d.      Menaikan tingkat pajak[3]
Didalam islam, tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dipisahkan dari ideology dan keyakinan. Tujuan membawa sanksi, dan sejauh tujuan tujuan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka menjadi keharusan, bukan persoalan tawar menawar, politik, dan untung ungtungan.
Pendayagunaan sumber daya insan secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan system yang islami. Sebab , hal ini tidak hanya membantu pencapaian tujuan kelayakan ekonomi yang luas, melainkan juga menyadarkan manusia akan harga diri yang dituntut oleh status mereka sebagai khalifah Allah.
Konsep islam yang berkaitan dengan penciptaan keadilan social-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan adalah ditempuh dengan built in program melalui zakat, dan sejumlah cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia. Dengan demikian, hal ini merupakan hal penting bahwa system keuangan dan perbankan serta kebijaksanaan moneter di rancang semuanya itu pada akhirnya saling kait mengait kedalam nilai nilai islam dan memberikan sumbangan secara positif untuk mengurangi ketidakadilan daripada sebaliknya.[4]
B. Kebijakan Anggaran Belanja
1.      Anggaran Belanja Zaman Islam Dini
Sebelum melakukan upaya untuk merumuskan suatu kebijakan anggaran belanjauntuk suatu negara islam, baiklah kita memperhatikan sistem anggaran belanja di masa islam dini. Di masa Nabi SAW anggaran sangat sederhana dan tidak serumit sistem anggaran modern. Hal ini sebagian karena telah berubahnya keadaan sosio-ekonomik secara fundamental, dan sebagian lagi karena negara islam yang didirikan dan dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW, dimulai pada tahun pertama Hijrah hanya dalam beberapa jalan di kota kecil adinah. Walaupun dalam Jangka waktu sepuluh tahun sampai akhir hayat Nabi  Muhammad Saw, seluruh Arab dan bagian Palestina Selatan dan Irak berada dibawah yurisdiksinya, namun anggaran tidaklah rumit. Pendapatan Negara berbeda dari tahun ke tahun, dan bahkan dari hari ke hari. Berbagai bagian Negara mengirimkan sejumlah tertentu dari penghasilannya sesudah membayar pengeluaran administratif dan pengeluaran mereka lainnya.
2.      Pengertian Anggaran Belanja Modern
Tidak hanya di masa islam periode awal, tapi di akhir-akhir ini pun ruang lingkup anggaran sangat sempit dan terbatas hingga bila jumlah yang dianggarkan terbelanjakan, para pejabat yang berkepentingan menganggap bahwa tugas mereka telah selesai. Dewasa ini tekanan tidak hanya pada tindakan mengeluarkan uang tetapi, tekananterdapat dalam hubungan antara  pengeluaran dan dipenuhinya rencana-rencana, karena perencanaan dan anggaran dianggap sebagai  opersai yang saling melengkapi. Demikianlah anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan di masa depan dengan tujuan rangkap meningkatkan dan memperbaiki pengelolaan kemasyarakatan di masa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara.
Tetapi konsep modern suatu anggaran ganda melliputi anggaran pendapatan maupun anggaran modal, telah menimbulkan persoalan pokok- persoalan apakah anggaran modal harus berimbang atau tidak.
3.      Negara Islam dan Anggaran Belanja Modern
Negara Islam modern harus menerima konsep anggaran modern dengan  perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran.  Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan, dan mencari jalan serta cara-cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak ata dengan mengambil kredit dari sistem perbankan atau dari luar negeri.
Hal ini berdasarkan alasan sebagai berikut:
a.       Karena berbagai sebab ekonomik dan historik kebanyakan negeri islam(kecuali negeri negeri islam surplus modal kekayaan minyak), baik yang paling kurang berkembang atau sedang berkembang. Sumber daya domestik mungkin tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan perekonomian ini.
b.      Dalam banyak hal modal asing diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya negeri-negeri Islam yang luas sekali.
4.      Anggaran Belanja Defisit dan Pembiayaan Defisit
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa bila penerimaan kurang dari pengeluaran terjadi defisit anggaran. Namun suatu pemerintah mempunyai surplus anggaran, bila penerimaan melebihi pengeluaran, dan bila penerimaan sekarang sama dengan pengeluaran sekarang, terjadi anggaran berimbang.
Maka bila suatu pemerintah melakukan pengeluaran, tanpa menaikkan pajak, pengeluaran ekstranya  dapat disebut dibiayai melalui defisit. Tampaknya terdapat kontroversi di kalangan ahli ekonomi Islam. Beberapa di antaranya mengemukakan bahwa suatu negara islam tidak seharusnya melakukan pembiayaan defisit karena hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan pemerintah meminjam dengan bunga. Pengeluaran yang bertambah ini juga dapat menyebabkan pengeluaran yang boros.
5.      Pemasukan Dalam Negeri
Telah kita lihat bahwa selama masa Islam dini, penerimaan zakat dan sedekah merupakan sumber pokok pendapatan. Jelaslah, dizaman modern, penerimaan ini tidak dapat memenuhi persyaratan anggaran yang berorientasikan pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam. Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya demi kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-Sunnah dengan jelas menyatakan tentang hal ini: “selalu ada yang harus dibayar selain zakat.” Maka Rasulullah Saw. berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan masyarakat. Sabdanya : “kekayaan harus diambil dari si kaya dan dikembalikan kepada si miskin”. (HR. Bukhari).[5]
Setiap warga negara harus menyumbangkan keuangan negara sesuai dengan kemampuanya yaitu sesuai dengan pendapatnya. Menurut prinsip ekonomi, biaya pungutan pajak tidak boleh melebihi pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri. Akan tetapi mengenai masalah zakat, pungutan zakat tidak memerlukan sistem organisasi yang lengkap yang membutuhkan biaya yang besar. Zakat merupakan bentuk ibadah seperti amalan shalat setiap hari atau berpuasa sehingga kebanyakan orang berlomba-lomba mau menunjukkan melaksanakan tanggung jawab ini secepat mungkin.[6]
Terangkum dengan jelas bahwa sistem perekonomian yang mengenai anggaran belanja, menjadi suatu perbedaan yang mendasar mengenai sistem anggaran belanja Islam dengan modern. Islam menitik beratkan pada masalah pelayanan terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan oleh syara’ dan ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran belanja modern lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana dan proyek.
C. Kecenderungan Modern dalam Anggaran Belanja – Konsep Program dan Pelaksanaan Anggaran Belanja dan Negara-Negara Islam
Dalam usaha untuk menolong negara-negara yang berkembang dalam perluasan modal mereka, maka di tahun-tahun belakangan ini telah dikembangkan sejumlah metode baru pada anggaran. Beberapa negara menyiapkan anggaran tunai terkonsolidasi sebagai pelengkap bagi anggaran konvensional mereka yang memberikan informasi berguna tentang arus uang dan suatu dasar untuk perkiraan jangka pendek tentang akibat operasi fiskal pemerintah. Sejumlah negeri terutama negeri-negeri Skandinavia, telah menerima dua sistem anggaran-anggaran yang berjalan atau berlaku dan anggaran modal. Ini merupakan upaya untuk merukunkan konflik yang nyata antara suatu anggaran berimbang dan biaya pengeluaran modal yang besar dengan peminjaman.
Dua sistem anggaran yang terpenting adalah yang berdasarkan program dan yang berdasarkan prestasi. Karena sistem anggaran yang berdasarkan prestasi sangat rumit dan didasarkan atas sistem akutansi biaya yang sulit, maka suatu sistem anggaran berdasarkan program dan prestasi di negeri-negeri Islam pada umumnya hanya dapat dilaksanakan bila terdapat prasarana administratif yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana dan tenaga-tenaga ahlilainnya. Karena itu Angaran berdasarkan program dan prestai di negeri-negeri islam harus digunakan menurut tahap yang direncanakan dengan baik.[7]
Jadi jelaslah bahwa suatu ahli akonomi Islam yang benar-benar memegang suatu perekonomian yang sesuai dengan syara’. Akan dapat menjadikan negara menjadi maju dengan sistem yang ditunjang oleh kejujuran yang dapat bermamfaat bagi masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan Fiskal; kitab suci  al-Qur`an barangkali adalah satu-satunya yang memuat firman tentang kebijakannegara mengenai pengeluaran pendapatan negara secara cermat. Penerimaan zakat yang di pungut dari kaum Muslimin dapat juga dipergunakan untuk kesejahteraan kalangan non-Muslim. Dan Sesungguhnya, bila kita memperhatikan jiwa administrasi keuangan Nabi saw. tidak ada suatu kesulitan pun dalam menyimpulkan bahwa hukum Islam mengenai keuangan negara sangat elastis sehingga dapat diperluas untuk memenuhi persyaratan zaman modern.
Kebijakan Anggaran Belanja; Dalam suatu negara Islam, yang menjadi dasar anggaran tidak lagi penerimaan yang akan menentukan jumlah yang tersedia bagi pengeluaran. Dalam negara islam pengeluaran yang sangat dibutuhkanlah yang akan menjadi dasar dari anggaran.
Kecenderungan Modern dalam Anggaran Belanja; Di tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bentuk baru anggaran telah berkembang, yang terpenting ialah anggaran berdasarkan program dan anggaran berdasarkan prestasi. Di negeri-negeri Islam pada umumnya Anggaran belanja berdasarakan program dan berdasarakan prestasi hanya dapat dilaksanakan bila terdapat prasarana administratif yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana dan tenaga-tenaga ahli lainnya.
 
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam. Jakarta: Salemba Empat, 2002.
M. Nur Riyanto Al-Arif. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: PT. Era Adicitra Intermedia. 2011.
Mannan, Muhammad Abdul. Ekonomi Islam: Teori dan Praktek (Dasar-dasar Ekonomi Islam). Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf. 1993.
Rahman, Azalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid II. Yogyakarta. 1995.



[1] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002, hlm. 197
[2] M. Nur Riyanto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo: PT. Era Adicitra Intermedia, 2011, hlm. 218
[3] Ibid, hlm. 244-245
[4] Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002, hlm. 198-201
[5] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek (Dasar-dasar Ekonomi Islam), Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, 1993, hlm. 238
[6] Azalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, Yogyakarta, 1995, hlm. 335
[7] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek (Dasar-dasar Ekonomi Islam), Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, 1993, hlm. 240


Tidak ada komentar:

Posting Komentar