JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.
Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017
A.
Pendahuluan
Semakin berkembangnya abad, maka
semakin berkembang juga sebuah ilmu
pengetahuan dan tentunya semakin berkembang pula sistem ekonomi yang dianut
oleh manusia. Yang dahulunya dengan sistem barter, sekarang sudah menggunakan
mata uang. Perkembangan dalam sistem ekonomi yang lainnya juga adalah, sistem
ekonomi kapitalis yang bersifat global yang sudah dianut oleh sebagian negara di
dunia. Dengan adanya sistem ekonomi global ini, maka secara otomatis alat
pembayaran yang digunakan juga berbeda. Oleh karenanya diciptakanlah apa yang
disebut valuta asing agar mempermudah menjalani proses perekonomian global
tersebut.
Tetapi valuta asing adalah hal yang
baru ada di zaman modern seperti sekarang. Sebagai seorang yang beragama Islam
yang segala sesuatunya telah ditentukan dalam al-Quran dan al-Hadis maka sistem
baru tersebut haruslah sesuai dengan dasar petunjuk umat Islam. Maka dari itu dalam
makalah ini akan kamin analisis sesuai fatwa DSN MUI No 28. Apa definisinya,
seperti implementasinya, dan analisis fiqih nya.
B.
Definisi
Jual beli mata uang
asing dalam fiqih kontemporer disebut dengan istilah tijarah an-naqdatau al-ittijaar bi al-‘umlat. Dalam
kitab-kitab fiqih disebut al-sharf (pertukaran uang, currency
exchange). Syarat
transaksi sharf perbankan syariah adalah mata uang
asing yang diperjualbelikan harus jenis mata uang yang berbeda dan
penyerahannya harus dilakukan pada transaksi spot (tunai) dengan nilai tukar
(kurs) yang berlaku pada saat transaksi.
C.
Implementasi
1.
Transaksi Spot, yaitu transaksi
pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over
the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua
hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua
hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2.
Transaksi
Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang,
antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram,
karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah)
dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu
penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali
dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak
dapat dihindari (lil hajah).
3.
Transaksi
Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atas penjualan valas dengan harga
spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama
dengan harga forward. Hukumnya haram,karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4.
Transaksi
Option, yaitu kontrak untuk memperolehhak dalam rangka membeli atau hak
untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada
harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram,
karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
D.
Analisis Fiqih
Merujuk pada firman Allah Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]:
275:
… وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا …
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba…."
Bahwasanya Allah SWT membolehkan jual
beli dan mengharamkan riba, artinya jual beli mata uang juga diperbolehkan asal
masih sesuai dengan syariat. Kemudian menurut Hadits
Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا
الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya
boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR.
al-Baihaqi dan ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban),
artinya dalam praktek jual beli itu
diperbolehkan atas dasar kerelaan antara penjual dan pembeli, tidak ada yang
saling memberatkan satu sama lain.
Dipertegas dalam Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn
Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ،
سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ
فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah)
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan
sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan
sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika
dilakukan secara tunai.”
Dan
dari hadits ini juga dapat dipahami bahwa diperbolehkannya al-Sharf pada saat
terjadi transaksi mata uang yang jenis nya sama harus dengan jumlah yang
sepadan dan juga secara tunai atau cash. Apabila berbeda jenis mata uangnya
maka harus disesuaikan dengan kurs atau nilai tukar mata uang pada saat itu dan
juga harus secara tunai atau cash.
Hadits
Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ
تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ
إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ
تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah
kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan
sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali
sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan
janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
Hadits
tersebut menegaskan larangan untuk
penambahan antara satu barang yang sejenis karena kelebihan antara barang yang
sejenis tersebut termasuk dalam riba al-fadil, dan hadits tersebut juga
mengisyaratkan bahwwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai,
agar dapat menghindari dari riba nasiah. Walaupun hadits diatas menjelaskan
tentang pertukaran emas dengan perak, namun hukumnya berlaku pula untuk mata
uang saat ini karena sifat yang ada pada emas dan perak saat itu juga
sebagaimana mata uang pada saat ini. Maka jual beli mata uang asing hukumnya
boleh selama memenuhi syarat-syaratnya, jika tidak ada maka hukumnya haram.
E.
Kesimpulan
Al-Sharf
yaitu pertukaran antara uang satu dengan uang lain yag sejenis atau mata uang
satu dengan mata uang lain. Landasan hukum yang dapat digunakan dalam
melaksanakan transaksi Al-Sharf antara lain dari Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
Ayat 275, Hadits nabi ; ” Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali
seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah
emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
”Nabi
melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan
Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami, dan menjual
perak dengan emas sesuka kami”. “Kami telah diperintahkan untuk membeli perak
dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah
berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau
menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku
dengar.” (HR. Abu Hurairah). Dan Fatwa DSN/MUI NO: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang
Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar