Page

Sabtu, 12 Agustus 2017

JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)



JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.




Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017

A.    Pendahuluan
Semakin berkembangnya abad, maka semakin berkembang juga sebuah  ilmu pengetahuan dan tentunya semakin berkembang pula sistem ekonomi yang dianut oleh manusia. Yang dahulunya dengan sistem barter, sekarang sudah menggunakan mata uang. Perkembangan dalam sistem ekonomi yang lainnya juga adalah, sistem ekonomi kapitalis yang bersifat global yang sudah dianut oleh sebagian negara di dunia. Dengan adanya sistem ekonomi global ini, maka secara otomatis alat pembayaran yang digunakan juga berbeda. Oleh karenanya diciptakanlah apa yang disebut valuta asing agar mempermudah menjalani proses perekonomian global tersebut.
Tetapi valuta asing adalah hal yang baru ada di zaman modern seperti sekarang. Sebagai seorang yang beragama Islam yang segala sesuatunya telah ditentukan dalam al-Quran dan al-Hadis maka sistem baru tersebut haruslah sesuai dengan dasar petunjuk umat Islam. Maka dari itu dalam makalah ini akan kamin analisis sesuai fatwa DSN MUI No 28. Apa definisinya, seperti implementasinya, dan analisis fiqih nya.

B.     Definisi
Jual beli mata uang asing dalam fiqih kontemporer disebut dengan istilah tijarah an-naqdatau al-ittijaar bi al-‘umlat. Dalam kitab-kitab fiqih disebut al-sharf (pertukaran uang, currency exchange). Syarat transaksi sharf perbankan syariah adalah mata uang asing yang diperjualbelikan harus jenis mata uang yang berbeda dan penyerahannya harus dilakukan pada transaksi spot (tunai)  dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi. 

C.    Implementasi
1.       Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari  dan merupakan transaksi internasional.

2.      Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

3.      Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atas penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram,karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
                                                          
4.      Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperolehhak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

D.    Analisis Fiqih

Merujuk pada firman Allah Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 275: 
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."
Bahwasanya Allah SWT membolehkan jual beli dan mengharamkan riba, artinya jual beli mata uang juga diperbolehkan asal masih sesuai dengan syariat. Kemudian menurut Hadits Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. al-Baihaqi dan ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban),
 artinya dalam praktek jual beli itu diperbolehkan atas dasar kerelaan antara penjual dan pembeli, tidak ada yang saling memberatkan satu sama lain. 
Dipertegas dalam Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”  
Dan dari hadits ini juga dapat dipahami bahwa diperbolehkannya al-Sharf pada saat terjadi transaksi mata uang yang jenis nya sama harus dengan jumlah yang sepadan dan juga secara tunai atau cash. Apabila berbeda jenis mata uangnya maka harus disesuaikan dengan kurs atau nilai tukar mata uang pada saat itu dan juga harus secara tunai atau cash.
Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.
“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
Hadits tersebut menegaskan larangan untuk penambahan antara satu barang yang sejenis karena kelebihan antara barang yang sejenis tersebut termasuk dalam riba al-fadil, dan hadits tersebut juga mengisyaratkan bahwwa kegiatan jual beli tersebut harus dalam bentuk tunai, agar dapat menghindari dari riba nasiah. Walaupun hadits diatas menjelaskan tentang pertukaran emas dengan perak, namun hukumnya berlaku pula untuk mata uang saat ini karena sifat yang ada pada emas dan perak saat itu juga sebagaimana mata uang pada saat ini. Maka jual beli mata uang asing hukumnya boleh selama memenuhi syarat-syaratnya, jika tidak ada maka hukumnya haram.

E.     Kesimpulan
Al-Sharf yaitu pertukaran antara uang satu dengan uang lain yag sejenis atau mata uang satu dengan mata uang lain. Landasan hukum yang dapat digunakan dalam melaksanakan transaksi Al-Sharf antara lain dari Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 275, Hadits nabi ; ” Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
”Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”. “Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah). Dan Fatwa DSN/MUI NO: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar