PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.
Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017
A. Pendahuluan
Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan,
menghimpun dana, menyalurkan dana, atau kedua-duanya.
Lembaga keuangan yang memberikan jasa paling lengkap adalah bank. Adanya
lembaga perbankan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian suatu negara, oleh
karena itu bank dikatakan sebagai jantung perekonomian. Semakin maju suatu
negara maka akan semakin besar pula peran bank dalam mengendalikan negara
tersebut. Dalam artian, posisi dunia perbankan sangat dibutuhkan pemerintah dan
masyarakatnya.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan
kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu
dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Seorang
pebisnis, biasanya menggandeng atau bersekutu dengan orang lain atau badan lain
untuk melancarkan kegiatan bisnisnya, dalam hal ini bisa disebut dengan istilah
kerjasama. Kerjasama inilah yang dimaksud dengan Musyarakah atau syirkah.
Komisi Fatwa Dewan Syariah Nasional
telah merumuskan fatwa terkait Musyarakah Mutanaqishah ini,
dengan keputusan No. 01/DSN-MUI/X/2013 yaitu tentang Pedoman Implementasi
Musyarakah Mutanaqisah dalam produk pembiayaan yang masih ada kaitannya
juga dengan fatwa No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah
dan Musyarakah yaitu Fatwa No. 08/DSN-MUI/IV/2000. Lembaga Keuangan
Syariah dapat mengambil fatwa tersebut untuk mengembangkan produknya. Sehingga
kesenjangan akad pada pembiyaan tersebut dapat terselesaikan dan
keterbatasan-keterbatasan yang ada pada akad murabahah dapat ditutupi oleh akad
Musaraqah Mutanaqisah ini. Kemudian, dampak dari variasi akad akan
membuat nasabah memilih sesuai dengan keinginan, kemampuan dan kebutuhannya.
B. Definisi
Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau
syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
Musyarakah mutanaqisah merupakan produk
turunan dari akad musyarakah. Musyarakah mutanaqisah (diminishing
partnership) sendiri adalah bentuk kerjasama antar dua pihak atau
lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini
akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain
bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme
pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan
pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak yang lain.
Musyarakah mutanaqisah dapat diaplikasikan
sebagai suatu produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip syirkah ‘inan,
dimana porsi modal (hishshah) salah satu syarik (mitra) yaitu
bank berkurang disebabkan oleh pembelian atau pengalihan komersial secara
bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadh mutanaqisah) kepada syarik
(mitra) yang lain yaitu nasabah.
Dalam fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 yang dimaksud dengan :
1. Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal
salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap
oleh pihak lainnya;
2. Syarik adalah mitra, yakni
pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah);
3. Hishshah adalah porsi atau
bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’;
4. Musya’ (مشاع)adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah
(milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara
fisik.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Musyarakah
Mutanaqishah adalah akad kerajasama antara dua pihak (Bank dengan Nasabah),
dalam kepemilikan suatu asset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung
asset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang
satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara
bertahap.
C. Praktik
Implementasi
Pembiayaan
Musyarakah Mutanaqisah merupakan bentuk pembiayaan kemitraan berbasis bagi
hasil antara pihak BUS/UUS dan pihak nasabah dalam rangka kepemilkan suatu aset
properti tertentu yang dimiliki bersama berdasarkan prinsip syirkah ‘inan
dimana hishshah (porsi modal) pihak bank berkurang dan beralih secara bertahap
kepada pihak nasabah melalui mekanisme pembelian angsuran atau pengalihan
secara komersial (bai’). Bagi hasil antara pihak bank dan pihak nasabah
didasarkan pada hasil penggunaan manfaat atas aset bersama tersebut secara
komersial berupa pendapatan ujroh dari penyewaan asset dengan akad ijarah
(sewa) sesuai nisbah bagi hasil dan biaya sewa yang disepakati.
Di
dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa
(ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dna dan kerjasama
kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu
pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah
mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut. Berkaitan dengan
syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad
syirkah dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan
yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah
1. Masing – masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk
saling bekerjasama.
2. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain.
3. Dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masing-masing
dalam kepemilikan obyek akad tersebut.
Sementara
berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi: penyewa (musta’jir)
dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee) dan
barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus
jelas dan dapat diketahui kedua pihak.
Dalam
musyarakah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang
harus dibayar nasabah. Dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat
yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa,
dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar kecilnya
sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.
Karena
ada syirkah dan ijarah, maka kedua ketentuan dari akad tersebut harus
terpenuhi.
Ketentuan akad Syirkah:
a.
Pihak yang bekerjasama.
b.
Modal dan obyek yang
akan dimiliki.
c.
Kesepakatan kedua pihak
untuk bekerjasama, serta saling percaya antara kedua pihak.
d.
Adanya pencampuran hak
masing-masing dalam kepemilikan asset.
Ketentuan akad ijarah:
a.
Penyewa (nasabah), dan
yang menyewakan (Bank).
b.
Kesepakatan antara
keduanya.
c.
Benda yang
disewakan/diangsurkan.
d.
Pembayaran sewa, jumlah
pembayaran dan jangka waktu pembayaran harus jelas dan disetujui keduanya.
Dalam ketentuan syariah, syarat-syarat sahnya akad
musyarakah mutanaqisah merupakan gabungan dari akad musyarakah dan akad ijarah.
Hal ini dikarenakan akad musyarakah mutanaqishah merupakan penerapan dari
gabungan akad tersebut. Adapun syarat-syarat akad musyarakah mutaqishah meliputi:
a.
Para pelaku dalam
musyarakah mutanaqishah harus cakap hukum dan baligh.
b.
Modal musyarakah
mutanaqishah harus diberikan secara tunai.
c.
Modal yang sudah
diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur, tidak boleh dilakukan pemisahan
untuk kepentingan khusus.
d.
Penentuan nisbah harus
disepakati di awal akad untuk menghindari risiko perselisihan diantara mitra.
e.
Masing-masing pihak
harus rela, artinya tidak ada unsur paksaan.
f.
Objek musyarakah
mutanaqishah harus jelas.
g.
Kemanfaatan objek yang
diperjanjikan dibolehkan oleh agama.
h.
Biaya sewa objek
musyarakah mutanaqishah dibagi sesuai presentase porsi kepemilikan.
Perjanjian dengan akad musyarakah mutanaqishah harus
memenuhi rukun sebagai berikut:
a.
Pihak yang berakad
(aqid), bank dan nasabah keduanya merupakan penyedia dan penyerta modal
(shahibul maal) dan pemilik properti yang akan disewakan (mu’jir) sedangkan
nasabah selain sebagai pemilik modal juga bisa sebagai penyewa properti bersama
tersebut (musta’jir).
b.
Modal, masing-masing
pihak bank dan nasabah menyertakan modal dengan tujuan untuk membeli suatu
properti tertentu yang akan disewakan kepada nasabah (atau pihak lain).
c.
Objek akad, berupa aset
properti yang akan dimiliki bersama, disewakan dan menghasilkan keuntungan bagi
para pihak.
d.
Ijab dan qabul,
penyertaan penawaran (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dinyatakan oleh para
pihak terkait untuk menunjukkan kehendak masing-masing dalam mengadakan
perjanjian (akad).
e.
Nisbah bagi hasil,
pembagian porsi keuntungan yang akan diperoleh para pihak dalam bentuk
presentase bukan jumlah uang yang tetap.
Perjanjian pembiayaan musyarakah mutanaqishah harus
menyatakan secara jelas tujuan dilaksanakannya akad diantara para pemilik
modal, baik dalam hal kepemilikan aset properti maupun penyewaannya yang
bertujuan mencari keuntungan.
Pembiayaan dengan akad
musyarakah mutanaqishah ini diperuntukkan bagi nasabah yang ingin memiliki aset
berupa properti dengan berbagai pilihan baik berupa properti baru (ready
stock), Properti lama (second). Jenis properti yang bisa dibiayai adalah
sebagai berikut:
a.
Rumah tinggal
b.
Rumah susun
c.
Rumah toko
d.
Rumah kantor
e.
Apartemen
Ketentuan pihak-pihak
terkait
a.
Para pihak dalam kontrak musyarakah mutanaqishah adalah pihak yang
diperbolehkan yang termasuk ke dalam orang-perorangan dan/atau perusahaan/badan
usaha.
b.
Para pihak dalam kontrak musyarakah mutanaqishah harus mempunyai kapasitas
hukum untuk melaksanakan kontrak.
c.
Kotrak musyarakah mutanaqishah harus disertai dengan penawaran (ijab) dan
penerimaan (qabul) dari kedua belah pihak.
d.
Salah satu atau kedua belah pihak diperbolehkan melaksanakan kontrak
melalui perantara yang sah, dibuktikan dengan surat pernyataan perwakilan yang
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan.
e.
Para pihak harus terikat oleh ketentuan yang telah disepakati kedua belah
pihak dalam kontrak yang mana seluruh ketentuan tersebut tidak ada satu pun
yang melanggar kepatuhan prinsip syariah di dalamnya.
D.
Analisis Fiqhiyah
QS. Shad 24
"…Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim
kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh;
dan amat sedikitlah mereka ini…."
Dalam
ayat Al-Quran tersebut menjelaskan bahwa dalam berserikat ada dua hal yang
harus dipegang teguh, yaitu beriman dan mengerjakan amal shaleh. Karena dengan
dua hal tersebut kita akan memenuhi aturan-aturan yang telah ada dalam
ketentuan berserikat, sehingga tidak akan ada kata curang ketika kita dalam
pelaksanaan berserikat.
Pendapat Ulama’
“Apabila salah satu
dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik
lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain"
Dalam pendapat ulama’ tersebut
dijelaskan bahwa kepemilikan tidak hanya pada murabahah, dalam hal ini ada
sistim lain yang di jelaskan yakni kepemilikan dengan membeli kepemilikan pihak
lain yang ada dalam akad musyarakah. Musyarakah yang notabene mempunyai akad syirkah
dengan memiliki dan mengeluarkan modal untuk perjanjian. Perbedaannya di sini
kepemilikan modal akan berangsur-angsur dimiliki oleh satu pihak hingga
kepemilikan secara keseluruhan.
E.
Kesimpulan
Islam memiliki cara bagi umatnya untuk mendapatkan kepemilikan
seutuhnya dengan tidak memberatkan pihak-pihak lain. Salah satunya menyediakan
fasilitas
pembiayaan kepada
nasabah baik perorangan maupun perusahaan dalam rangka memperoleh dan/atau menambah modal usaha dan/atau aset (barang) berdasarkan sistem bagi hasil. Modal usaha yang dimaksud adalah modal usaha secara umum
yang sesuai syariah.
Aset (barang) yang dimaksud antara lain, namun
tidak terbatas pada:
a) Properti (baru/bekas),
b) Kendaraan bermotor (baru/bekas),
c) Barang
lainnya yang sesuai syariah (baru/bekas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar