Page

Sabtu, 26 Agustus 2017

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISHAH



PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.




Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017

A.    Pendahuluan
Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana, atau kedua-duanya. Lembaga keuangan yang memberikan jasa paling lengkap adalah bank. Adanya lembaga perbankan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian suatu negara, oleh karena itu bank dikatakan sebagai jantung perekonomian. Semakin maju suatu negara maka akan semakin besar pula peran bank dalam mengendalikan negara tersebut. Dalam artian, posisi dunia perbankan sangat dibutuhkan pemerintah dan masyarakatnya.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Seorang pebisnis, biasanya menggandeng atau bersekutu dengan orang lain atau badan lain untuk melancarkan kegiatan bisnisnya, dalam hal ini bisa disebut dengan istilah kerjasama. Kerjasama inilah yang dimaksud dengan Musyarakah atau syirkah.
Komisi Fatwa Dewan Syariah Nasional telah merumuskan fatwa terkait Musyarakah Mutanaqishah ini, dengan keputusan No. 01/DSN-MUI/X/2013 yaitu tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam produk pembiayaan yang masih ada kaitannya juga dengan fatwa No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah dan Musyarakah yaitu Fatwa No. 08/DSN-MUI/IV/2000. Lembaga Keuangan Syariah dapat mengambil fatwa tersebut untuk mengembangkan produknya. Sehingga kesenjangan akad pada pembiyaan tersebut dapat terselesaikan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada akad murabahah dapat ditutupi oleh akad Musaraqah Mutanaqisah ini. Kemudian, dampak dari variasi akad akan membuat nasabah memilih sesuai dengan keinginan, kemampuan dan kebutuhannya.

B.     Definisi
Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
Musyarakah mutanaqisah merupakan produk turunan dari akad musyarakah. Musyarakah mutanaqisah (diminishing partnership) sendiri adalah bentuk kerjasama antar dua pihak atau lebih  untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak yang lain.
Musyarakah mutanaqisah dapat diaplikasikan sebagai suatu produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip syirkah ‘inan, dimana porsi modal (hishshah) salah satu syarik (mitra) yaitu bank berkurang disebabkan oleh pembelian atau pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadh mutanaqisah) kepada syarik (mitra) yang lain yaitu nasabah.
Dalam fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 yang dimaksud dengan :
1.      Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya;
2.      Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah);
3.      Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’;
4.      Musya’ (مشاع)adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Musyarakah Mutanaqishah adalah akad kerajasama antara dua pihak (Bank dengan Nasabah), dalam kepemilikan suatu asset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung asset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.

C.    Praktik Implementasi
            Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah merupakan bentuk pembiayaan kemitraan berbasis bagi hasil antara pihak BUS/UUS dan pihak nasabah dalam rangka kepemilkan suatu aset properti tertentu yang dimiliki bersama berdasarkan prinsip syirkah ‘inan dimana hishshah (porsi modal) pihak bank berkurang dan beralih secara bertahap kepada pihak nasabah melalui mekanisme pembelian angsuran atau pengalihan secara komersial (bai’). Bagi hasil antara pihak bank dan pihak nasabah didasarkan pada hasil penggunaan manfaat atas aset bersama tersebut secara komersial berupa pendapatan ujroh dari penyewaan asset dengan akad ijarah (sewa) sesuai nisbah bagi hasil dan biaya sewa yang disepakati.
            Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dna dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut. Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah
1. Masing – masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama.
2. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain.
3. Dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.
            Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi: penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee) dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak.
            Dalam musyarakah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.
            Karena ada syirkah dan ijarah, maka kedua ketentuan dari akad tersebut harus terpenuhi.
Ketentuan akad Syirkah:
a.       Pihak yang bekerjasama.
b.      Modal dan obyek yang akan dimiliki.
c.       Kesepakatan kedua pihak untuk bekerjasama, serta saling percaya antara kedua pihak.
d.      Adanya pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan asset.
Ketentuan akad ijarah:
a.       Penyewa (nasabah), dan yang menyewakan (Bank).
b.      Kesepakatan antara keduanya.
c.       Benda yang disewakan/diangsurkan.
d.      Pembayaran sewa, jumlah pembayaran dan jangka waktu pembayaran harus jelas dan disetujui keduanya.
Dalam ketentuan syariah, syarat-syarat sahnya akad musyarakah mutanaqisah merupakan gabungan dari akad musyarakah dan akad ijarah. Hal ini dikarenakan akad musyarakah mutanaqishah merupakan penerapan dari gabungan akad tersebut. Adapun syarat-syarat akad musyarakah mutaqishah meliputi:
a.       Para pelaku dalam musyarakah mutanaqishah harus cakap hukum dan baligh.
b.      Modal musyarakah mutanaqishah harus diberikan secara tunai.
c.       Modal yang sudah diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur, tidak boleh dilakukan pemisahan untuk kepentingan khusus.
d.      Penentuan nisbah harus disepakati di awal akad untuk menghindari risiko perselisihan diantara mitra.
e.       Masing-masing pihak harus rela, artinya tidak ada unsur paksaan.
f.       Objek musyarakah mutanaqishah harus jelas.
g.      Kemanfaatan objek yang diperjanjikan dibolehkan oleh agama.
h.      Biaya sewa objek musyarakah mutanaqishah dibagi sesuai presentase porsi kepemilikan.
Perjanjian dengan akad musyarakah mutanaqishah harus memenuhi rukun sebagai berikut:
a.       Pihak yang berakad (aqid), bank dan nasabah keduanya merupakan penyedia dan penyerta modal (shahibul maal) dan pemilik properti yang akan disewakan (mu’jir) sedangkan nasabah selain sebagai pemilik modal juga bisa sebagai penyewa properti bersama tersebut (musta’jir).
b.      Modal, masing-masing pihak bank dan nasabah menyertakan modal dengan tujuan untuk membeli suatu properti tertentu yang akan disewakan kepada nasabah (atau pihak lain).
c.       Objek akad, berupa aset properti yang akan dimiliki bersama, disewakan dan menghasilkan keuntungan bagi para pihak.
d.      Ijab dan qabul, penyertaan penawaran (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dinyatakan oleh para pihak terkait untuk menunjukkan kehendak masing-masing dalam mengadakan perjanjian (akad).
e.       Nisbah bagi hasil, pembagian porsi keuntungan yang akan diperoleh para pihak dalam bentuk presentase bukan jumlah uang yang tetap.
Perjanjian pembiayaan musyarakah mutanaqishah harus menyatakan secara jelas tujuan dilaksanakannya akad diantara para pemilik modal, baik dalam hal kepemilikan aset properti maupun penyewaannya yang bertujuan mencari keuntungan.
Pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqishah ini diperuntukkan bagi nasabah yang ingin memiliki aset berupa properti dengan berbagai pilihan baik berupa properti baru (ready stock), Properti lama (second). Jenis properti yang bisa dibiayai adalah sebagai berikut:
a.       Rumah tinggal
b.      Rumah susun
c.       Rumah toko
d.      Rumah kantor
e.       Apartemen
Ketentuan pihak-pihak terkait
a.       Para pihak dalam kontrak musyarakah mutanaqishah adalah pihak yang diperbolehkan yang termasuk ke dalam orang-perorangan dan/atau perusahaan/badan usaha.
b.      Para pihak dalam kontrak musyarakah mutanaqishah harus mempunyai kapasitas hukum untuk melaksanakan kontrak.
c.       Kotrak musyarakah mutanaqishah harus disertai dengan penawaran (ijab) dan penerimaan (qabul) dari kedua belah pihak.
d.      Salah satu atau kedua belah pihak diperbolehkan melaksanakan kontrak melalui perantara yang sah, dibuktikan dengan surat pernyataan perwakilan yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan.
e.       Para pihak harus terikat oleh ketentuan yang telah disepakati kedua belah pihak dalam kontrak yang mana seluruh ketentuan tersebut tidak ada satu pun yang melanggar kepatuhan prinsip syariah di dalamnya.

D.    Analisis Fiqhiyah
QS. Shad 24
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
            Dalam ayat Al-Quran tersebut menjelaskan bahwa dalam berserikat ada dua hal yang harus dipegang teguh, yaitu beriman dan mengerjakan amal shaleh. Karena dengan dua hal tersebut kita akan memenuhi aturan-aturan yang telah ada dalam ketentuan berserikat, sehingga tidak akan ada kata curang ketika kita dalam pelaksanaan berserikat.
Pendapat Ulama’
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain"

            Dalam pendapat ulama’ tersebut dijelaskan bahwa kepemilikan tidak hanya pada murabahah, dalam hal ini ada sistim lain yang di jelaskan yakni kepemilikan dengan membeli kepemilikan pihak lain yang ada dalam akad musyarakah. Musyarakah yang notabene mempunyai akad syirkah dengan memiliki dan mengeluarkan modal untuk perjanjian. Perbedaannya di sini kepemilikan modal akan berangsur-angsur dimiliki oleh satu pihak hingga kepemilikan secara keseluruhan.

E.     Kesimpulan
            Islam memiliki cara bagi umatnya untuk mendapatkan kepemilikan seutuhnya dengan tidak memberatkan pihak-pihak lain. Salah satunya menyediakan fasilitas pembiayaan kepada nasabah baik perorangan maupun perusahaan dalam rangka memperoleh dan/atau menambah modausaha dan/atau aset (barang) berdasarkan sistem bagi hasil. Modausaha yang dimaksud adalah modal usaha secara umum yang sesuai syariah. Aset (barang) yang dimaksud antarlainnamun tidak terbatas pada:
a)             Properti (baru/bekas),
b)             Kendaraan bermotor (baru/bekas),
c)             Barang lainnya yang sesuai syariah (baru/bekas).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar