Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.
Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017
A. Pendahuluan
Kegiatan bisnis asuransi kini makin
berkembang, yang membawa konsekuensi berkembang pula hukum bisnis asuransi.
Salah satu kegiatan bisnis asuransi yang muncul dalam masyarakat adalah bisnis
asuransi syariah. Dalam undang-undang yang mengatur tentang bisnis
perasuransian, belum diatur tentang asuransi syariah. Namun, dalam praktik
perasuransian ternyata bisnis asuransi syari’ah sudah banyak dikenal
masyarakat.
Asuransi syariah merupakan bidang
bisnis asuransi yang cukup memperoleh perhatian besar di kalangan masyarakat
Indonesia. Sebagai bisnis asuransi alternatif, asuransi syriah boleh dikatakan
relatif baru dibandingkan dengan bidang bisnis asuransi konvensional. Kebaruan
bisnis asuransi syariah adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari alquran dan hadis serta fatwa para
ulama terutama yang terhimpun dalam majelis ulama Indonesia (MUI).
Pada prinsipnya, yang membedakan
asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah asuransi syariah
menghapuskan unsur ketidakpastan (gharar), unsur spekulasi alias perjudian
(maisir), dan unsur bunga uang (riba) dalam kegiatan bisnisnya sehingga peserta
asuransi (tertanggung) merasa terbebas dari praktik kezaliman yang merugikan
nya.
B. Definisi
Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau
Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah yang
dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan
maksiat.
1. Akad
tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
2. Akad
tabarru' adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolongmenolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Premi adalah kewajiban peserta Asuransi
untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
Klaim adalah hak peserta Asuransi yang
wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
C. Praktik
Implementasi
Akad dalam Asuransi
1.
Akad yang dilakukan antara
peserta dengan perusahaan terdiri atas akad mudharabah musytarakah.
2.
Akad yang dilakukan
antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad Wakalah bil ujrah.
3.
Akad yang dilakukan
antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad Tabarru.
Ketentuan
1.
Mudharabah Musytarakah
Umum
a)
Asuransi adalah asuransi
jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi
Syariah.
b)
Peserta adalah peserta
asuransi atau perusahaan asuransi dalam
reasuransi.
Hukum
a)
Mudharabah Musytarakah
boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi, karena merupakan bagian dari hukum
Mudharabah.
b)
Mudharabah Musytarakah
dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan
(saving) maupun non tabungan.
Akad
1.
Akad yang digunakan
adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan
akad Musyarakah.
2.
Perusahaan asuransi
sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana
peserta.
3.
Modal atau dana
perusahaan asuransi dan dana peserta diinvestasikan secara bersama-sama dalam
portofolio.
4.
Perusahaan asuransi
sebagai mudharib mengelola investasi dana tersebut.
5.
Dalam akad, harus
disebutkan sekurang-kurangnya:
a. hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi;
b. besaran nisbah, cara dan waktu pembagian hasil investasi;
c. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan produk asuransi yang
diakadkan.
6.
Hasil investasi :
Pembagian hasil
investasi dapat dilakukan dengan salah satu alternatif sebagai berikut:
Alternatif I :
a. Hasil investasi
dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dengan peserta (sebagai
shahibul mal) sesuai dengan nisbah yang disepakati.
b. Bagian hasil
investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai mudharib)
dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan para peserta
sesuai dengan porsi modal atau dana masing-masing.
Alternatif II :
a. Hasil investasi
dibagi secara proporsional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik)
dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing.
b. Bagian hasil
investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai musytarik)
dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan
nisbah yang disepakati.
7.
Apabila terjadi kerugian
maka perusahaan asuransi sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi
modal atau dana yang disertakan.
2.
Wakalah bil Ujrah
Umum
a)
Asuransi adalah asuransi
jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah.
b)
Peserta adalah peserta
asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari’ah.
Hukum
c)
Wakalah bil Ujrah boleh
dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta.
d) Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan
asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee).
e)
Wakalah bil Ujrah dapat
diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun
unsur tabarru’ (non-saving).
Akad
B. Akad yang digunakan adalah akad Wakalah bil Ujrah.
C. Objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
1.
kegiatan administrasi
2.
pengelolaan dana
3.
pembayaran klaim
4.
underwriting
5.
pengelolaan portofolio
risiko
6.
pemasaran
7.
investasi
D. Dalam akad Wakalah bil Ujrah, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
1.
hak dan kewajiban
peserta dan perusahaan asuransi;
2.
besaran, cara dan waktu
pemotongan ujrah fee atas premi;
3.
syarat-syarat lain yang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
3.
Tabarru
Hukum
1.
Akad Tabarru’ merupakan
akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
2.
Akad Tabarru’ pada
asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
3.
Asuransi syariah yang
dimaksud pada point 1 adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.
Akad
1.
Akad Tabarru’ pada
asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan
dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2.
Dalam akad Tabarru’,
harus disebutkan sekurang-kurangnya:
a.
hak & kewajiban
masing-masing peserta secara individu;
b.
hak & kewajiban
antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti
badan/kelompok;
c.
cara dan waktu pembayaran
premi dan klaim;
d.
syarat-syarat lain yang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Pengelolaan
1.
Pengelolaan
asuransi syariah hanya boleh dilakukan
oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2.
Perusahaan
Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul
atas dasar akad tijarah (mudharabah).
3.
Perusahaan
Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru'
(hibah).
D.
Analisis Fiqhiyah
An – Nisa 29
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.”
Maksudnya
adalah bahwa di dunia ini kita memikirkan masa yang akan datang, kita belumj
mengetahui kedepannya sehingga kita perlu menyiapkan diri dan keluarga, selain
ilmu asuransi juga perlu.
Al – Hasyr`18
“Hai orang yang
beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. al-Hasyr
[59]: 18)
Dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa asuransi
syariah merupakan proteksi yang bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri dan
keluarga, namun juga bermanfaat bagi orang lain. Karena dalam berasuransi
syariah, kita bisa saling tolong menolong dengan sesama peserta asuransi yang
diambil dari dana tabarru.
E.
Kesimpulan
Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui inventasi dalam
bentuk asset atau tabarru’ memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Kehadiran asuransi syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal
ini sesuai dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan
ketentuan pelaksanaan bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa
asuransi syariah guna mendukung permodalan dan investasi dana.
Alquran dan hadis merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam
menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syariah,
parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam.
Konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul
risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas
dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan
dana tabarru’ atau dana kebajikan
(derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem operasional,
asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama,
yaitu gharar,maisir, dan riba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar