Page

Sabtu, 14 Oktober 2017

INSTRUMEN-INSTRUMEN PASAR MODAL SYARI’AH



INSTRUMEN-INSTRUMEN PASAR MODAL SYARI’AH
Ada berbagai macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah instrumen penting yang dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hukum Islam dan diperbolehkan, diantaranya:

1.      Dana Mudharabah (Mudharabah Fund)
Merupakan instrumen keuangan bagi investor untuk pembiayaan proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.
2.      Saham Biasa Perusahaan (Common Stock)
Saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam.
3.      Obligasi Muqarabah (Muqarabah Bond)
Obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4.      Obligasi Bagi Hasil (Profit Sharing Bond)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan syari’ah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil.
5.      Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti dividen tetap dan prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga), maka di larang menurut hukum Islam. Namun masih menjadi perdebatan.[1]
Adapun instrumen pasar modal di Indonesia yaitu:
a.     Saham Syariah
Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal di perusahaan terbatas. Kepemilikan saham menjadi bukti bahwa yang bersangkuran adalah bagian dari pemilik perusahaan.Semakin besar saham yang dimilikinya, semakin besar pula kekuasaannya diperusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan namadeviden. Pembagian deviden ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan RUPS yang menentukan berapa dividen yang dibagi dan laba ditahan.
Adapun saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha dan cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Saham merupakan surat berharga yang mempresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip syariahpenyertaan modal dilakukan di perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan, seperti minuman beralkohol. Penyertaan modal dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak  bertentangandengan prinsip syariah dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada perusahaan publik.
b.    Obligasi Syariah (Sukuk)
Obligasi atau bonds secara konvensional merupakan bukti utang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji bahwa pembayaran bunga atau janji lainnya dan pelunasan pokok pinjaman dilakukan pada tanggal jatuh tempo.
Adapun obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegng saham syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil/ margin/ fee.
c.     Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat disebut sukuk negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. SBSN memiliki karakteristik yaitu:
1)       Sebagai bukti kepemilikan asset berwujud atau hak manfaat (beneficial title), pendapatan berupa imbalan (kupon), margin, dan bagi hasil sesuai jenis akad yang digunakan.
2)      Terbebas dari unsure riba, gharar, dan maysir.
3)      Penerbitannya melalui wali amanat berupa special purpose vehicle (SPV).
4)      Memerlukan underlying asset (sejumlah tertentu aset yang akan menjadi objek perjanjian (underlying asset)). Aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa asset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan sedang dibangun.
5)        Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Sedangkan, tujuan dari diterbitkannya sukuk negara yaitu:
1)      Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara.
2)      Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah.
3)      Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
4)      Diversifikasi basis investor.
5)      Mengembangkan alternative instrumen investasi.
6)      Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara.
7)      Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh sistem keuangan konvensional.
d.      Reksadana Syariah
Reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariat Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/ rabb al-mal) dengan manajer investasi. Begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
e.       Efek Beragun Aset Syariah
Efek beragun asset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul pada kemudian hari, jual beli pemilikan asset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/ arus kas serta asset keuangan setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
f.       Warran Syariah
Fatwa DSN-MUI Nomor: 66/ DSN-MUI/ III/ 2008 tentang Warran Syariahpada tanggal 6 Maret 2008 memastikan  bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti pada instrumen efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya. Produk turunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan criteria DSN adalah warran. Berdasarkan fatwa pengalihan saham dengan imbalan (warran), seorang pemegang saham diperbolehkan untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan mendapat imbalan.
Mekanisme warran bersifat opsional, yaitu warran merupakan hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula.  Misalnya, warran saham ABCD jatuh tempo pada November 2010, dengan exercise price Rp 1000,-. Artinya, jika investor memiliki warran saham ABCD, dia berhak untuk membeli satu saham ABCD itu pada bulan November 2010 pada harga Rp 1000,-. Warran sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan. Hasil penjualan warran tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang memilikinya. [2]






[1] Muhamad, 2016, Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqh & Keuangan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, hal. 555.
[2] Farid Kafah, Investasi dan Pasar Modal Syariah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar