INSTRUMEN-INSTRUMEN PASAR MODAL SYARI’AH
Ada berbagai macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah
instrumen penting yang dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut
hukum Islam dan diperbolehkan, diantaranya:
1.
Dana
Mudharabah (Mudharabah Fund)
Merupakan instrumen keuangan bagi investor untuk pembiayaan proyek
besar berdasarkan prinsip bagi hasil.
2.
Saham
Biasa Perusahaan (Common Stock)
Saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk
kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam.
3.
Obligasi
Muqarabah (Muqarabah Bond)
Obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan
uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4.
Obligasi
Bagi Hasil (Profit Sharing Bond)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya
sesuai dengan syari’ah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil.
5.
Saham
Preferen (Preferred Stock)
Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti dividen tetap dan
prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga),
maka di larang menurut hukum Islam. Namun masih menjadi perdebatan.[1]
Adapun
instrumen pasar modal di Indonesia yaitu:
a.
Saham Syariah
Saham atau stocks
adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal di perusahaan terbatas.
Kepemilikan saham menjadi bukti bahwa yang bersangkuran adalah bagian dari
pemilik perusahaan.Semakin besar saham yang dimilikinya, semakin besar pula
kekuasaannya diperusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham
dikenal dengan namadeviden. Pembagian deviden ditetapkan pada penutupan
laporan keuangan berdasarkan RUPS yang menentukan berapa dividen yang dibagi
dan laba ditahan.
Adapun saham
syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan perusahaan yang
diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha dan cara pengelolaannya tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Saham merupakan surat berharga yang
mempresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam
prinsip syariahpenyertaan modal dilakukan di perusahaan-perusahaan yang tidak
melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi
barang yang diharamkan, seperti minuman beralkohol. Penyertaan modal dalam
bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya
tidak bertentangandengan prinsip syariah dapat dilakukan berdasarkan akad
musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya
dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah
umumnya dilakukan pada perusahaan publik.
b.
Obligasi Syariah (Sukuk)
Obligasi atau bonds
secara konvensional merupakan bukti utang dari emiten yang dijamin oleh
penanggung yang mengandung janji bahwa pembayaran bunga atau janji lainnya dan
pelunasan pokok pinjaman dilakukan pada tanggal jatuh tempo.
Adapun obligasi
syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegng saham syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ margin/
fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan
demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam
bentuk bunga melainkan dalam bentuk bagi hasil/ margin/ fee.
c.
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) dapat disebut sukuk negara adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing. SBSN memiliki karakteristik yaitu:
1)
Sebagai
bukti kepemilikan asset berwujud atau hak manfaat (beneficial title),
pendapatan berupa imbalan (kupon), margin, dan bagi hasil sesuai jenis akad
yang digunakan.
2)
Terbebas dari unsure riba, gharar, dan
maysir.
3)
Penerbitannya melalui wali amanat berupa special
purpose vehicle (SPV).
4)
Memerlukan underlying asset (sejumlah
tertentu aset yang akan menjadi objek perjanjian (underlying asset)).
Aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat berupa
asset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan sedang dibangun.
5)
Penggunaan proceeds harus sesuai
prinsip syariah.
Sedangkan, tujuan dari diterbitkannya sukuk
negara yaitu:
1)
Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran
negara.
2)
Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah.
3)
Menciptakan benchmark di pasar keuangan
syariah.
4)
Diversifikasi basis investor.
5)
Mengembangkan alternative instrumen investasi.
6)
Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara.
7)
Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum
terjaring oleh sistem keuangan konvensional.
d.
Reksadana Syariah
Reksadana
syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariat
Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib
al-mal/ rabb al-mal) dengan manajer investasi. Begitu pula pengelolaan dana
investasi sebagai wakil shahib al-mal maupun antara manajer investasi
sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
e.
Efek Beragun Aset Syariah
Efek beragun
asset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA
Syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang
timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul pada kemudian hari,
jual beli pemilikan asset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi
yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/ arus kas serta
asset keuangan setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
f.
Warran Syariah
Fatwa DSN-MUI
Nomor: 66/ DSN-MUI/ III/ 2008 tentang Warran Syariahpada tanggal 6 Maret 2008
memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti
pada instrumen efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk
derivatifnya. Produk turunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai
dengan criteria DSN adalah warran. Berdasarkan fatwa pengalihan saham dengan
imbalan (warran), seorang pemegang saham diperbolehkan untuk mengalihkan
kepemilikan sahamnya kepada orang lain dengan mendapat imbalan.
Mekanisme
warran bersifat opsional, yaitu warran merupakan hak untuk membeli sebuah saham
pada harga yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula.
Misalnya, warran saham ABCD jatuh tempo pada November 2010, dengan exercise
price Rp 1000,-. Artinya, jika investor memiliki warran saham ABCD, dia
berhak untuk membeli satu saham ABCD itu pada bulan November 2010 pada harga Rp
1000,-. Warran sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan. Hasil penjualan warran
tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang memilikinya. [2]
[1]
Muhamad, 2016, Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqh & Keuangan,
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, hal. 555.
[2]
Farid Kafah, Investasi dan Pasar Modal Syariah,
http://farid-kaffah.blogspot.co.id/2009/06/instrumen-pasar-modal-syariah.html
di akses pada tanggal 10 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar