Page

Sabtu, 23 September 2017

MAYSIR



MAYSIR
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.




Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017

A.    Pendahuluan
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Asia pada khususnya serta resesi dan ketidakseimbangan ekonomi global pada umumnya, adalah suatu bukti bahwa asumsi di atas salah total, bahkan ada sesuatu yang “tidak beres” dalam sistem yang kita anut selama ini. Tidak adanya nilai-nilai Illahiyah yang melandasi operasional Perbankan dan lembaga keuangan lainnya telah menjadikan lembaga “penyuntik darah” pembangunan ini sebagai “sarang-sarang perampok berdasi” yang meluluhlantahkan sendi-sendi perekonomian bangsa.
Dengan latar belakang inilah, maka seluruh praktik perbankan modern, yang mulai tumbuh dan berkembang sejak abad ke-16, sistem operasionalnya tidak bisa lepas dari riba. Akibat terlalu lama dan mendalamnya sistem riba dalam sistem perbankan ini menyebabkan hal tersebut sangat sukar untuk dipisahkan. Bahkan telah berakar dan berkarat dalam kerangka pikiran para bankir konvensional bahwa riba adalah darah dan nadi dari seluruh sistem perbankan.
Sekarang saatnya para Bankir yang masih mengimani Al Qur’an sebagai pedoman hidupnya dan Hadits sebagai panduan aktivitasnya berperan aktif dalam memajukan sistem Perbankan Syari’ah.
Oleh karena itu, akan sedikit kami ulas secara singkat tentang Maisir/Judi baik kecil ataupun besar,  merupakan faktor yang dominan atau faktor kecil dari sebuah transaksi hukumnya adalah haram. Biasanya judi adalah merupakan untuk mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan.

B.     Definisi
Dalam literatur Islam istilah maysir, secara lughawi berasal dari yasara atau yusr yang bermakna mudah; atau yasar bermakna kekayaan. Secara istilahi maysir adalah bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan orang yang menang dalam permainan itu berhak mendapatkan taruhan tersebut. Di dalam prakteknya, zaman dahulu, maysir telah menjadi alat untuk sebuah status sosial, harga diri, dan jalan untuk mendapatkan sesuatu dengan cara pintas. Hal yang pasti, akibat praktek ini kemudian muncul pertentangan kelompok, permusuhan dan berbagai ekses negatif lainnya.
Pada masa jahiliyah dikenal dua bentuk maysir; yaitu al-Mukhatharah dan al-tajzi’ah. Dua bentuk judi ini seolah-olah telah menjadi budaya masyarakat. Al-Mukhatarah adalah taruhan di mana dua orang atau lebih menempatkan harta atau istri mereka sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan permainan itu berhak mengambil harta atau istri dari pihak yang kalah. Harta atau istri yang sudah menjadi milik pemenang itu dapat diperlakukan sekehendak hatinya. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan mengawininya, namun jika tidak menyukainya maka perempuan itu dijadikannya sebagai gundik atau budak.
Dalam bentuk al-tajzi’ah, judi dipraktekkan dengan cara sebagai berikut sepuluh orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu (mungkin karena ketika itu kertas belum banyak dikenal). Kartu yang disebut al-azlam atau al-aqlam itu berjumlah sepuluh buah. Terdiri dari:
-          al-faz berisi satu bagian
-          al-tau’am berisi dua bagian
-          al-raqib berisi tiga bagian
-          al-Khalish berisi empat bagian
-          al-Nafis berisi lima bagian
-          al-musbil berisi enam bagian
-          al-mualli berisi tujuh bagian, merupakan bagian terbanyak
-          tiga potong merupakan kartu kosong masing-masing diberi nama al-safih, al-manih dan al-waqdl.
Dari kartu yang telah diisi tersebut semua berjumlah 28 bagian. Kemudian seekor unta dipotong menjadi 28 bagian sesuai dengan jumlah isi kartu tersebut. Selanjutnya kartu dengan nama-nama sepuluh buah itu dimasukkan ke dalam sebuah karung dan diserahkan kepada seseorang yang dapat dipercaya. Kartu tersebut kemudian dikocok dan dikeluarkan satu-per satu hingga habis. Setiap peserta mengambil bagian dari daging unta itu sesuai dengan isi atau bagian yang tercantum dalam kartu tersebut. Mereka yang mendapatkan kartu kosong, -yaitu tiga orang sesuai dengan jumlah kartu kosong,-  dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan merekalah yang harus membayar unta tersebut.
Sementara itu, mereka yang menang sedikitpun tidak mengambil daging unta hasil kemenang$an itu, melainkan seluruhnya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling membangga-banggakan diri dan membawa-bawa serta melibatkan pula suku atau kabilah mereka masing-masing. Di samping itu, mereka menghina dan mengejek mereka yang kalah dengan menyebut-nyebut dan mengolok-ngolok kabilah mereka. Tindakan ini selalu berakhir dengan percekcokan dan permusuhan diantara mereka.
Dari dua bentuk al-maysir tersebut dapat dipahami bahwa unsur penting lainnya dari permainan yang disebut al-maysir ini adalah berhadap-hadapan langsung dan tidak ada pihak ketiga yang menjadi perantara. Di samping itu, ada unsur taruhan yang akan membawa nasib seorang yang terlibat di dalam pada kondisi ”menang – kalah”; dimana unsur menang-kalah ini didapatkan dari proses yang tidak wajar, bahwa mengandung unsur impian.
Kondisi seperti inilah yang menjadi sasaran al-Qur’an, ketika al-Qur’an mengharamkan al-maysir ini. Al-Qur’an menyebut kata al-maysir sebanyak tiga kali:  al-Baqarah 219, al-Maidah 90 dan 91. Berdasarkan tiga ayat ini, para Ulama’ sepakat bahwa al-maysir haram hukumnya. Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa unsur keharaman al-maysir terletak pada adanya ”unsur taruhan” yang ada di dalamnya. Dalam pandangan mereka ”unsur taruhan” ini merupakan illat dari diharamkannya maysir. Oleh sebab itu, semua bentuk permainan yang ada ”taruhannya” maka permainan itu dipandang sebagai judi dan hukumnya haram. Ibrahim Hosein, menambahi di samping unsur taruhan, di dalam maysir juga ada unsur berhadap-hadapan atau secara langsung. Maka baginya, permainan yang mengandung unsur taruhan tetapi tidak dilaksanakan secara berhadap-hadapan (langsung) tidak dipandang sebagai maysir. Inilah yang menjadi alasan mengapa Ibrahim Husen memandang bahwa SDSB pada masa dulu tidak haram.
Dalam perkembangannya, sebuah praktek yang mengandung unsur taruhan ini berkembang sedemikian luas. Dengan modus operandi yang berbeda-beda, orang menyediakan fasilitas untuk mendapatkan keuntungan besar dengan cara yang tidak wajar dan patut dicurigai ada unsur taruhan di dalamnya. Bahkan saat ini sulit dibedakan antara prilaku yang mengandung unsur taruhan dengan yang tidak. Semuanya berawal dari banyaknya bentuk permainan.  
Jika anda memasukan satu dolar  ke mesin uang koin dan menarik tuasnya, hasilnya adalah anda menang atau kalah. Itulah definisi sederhana dari perjudian, dimana setiap transaksi didasarkan pada satu pihak yang menang dan pihak lain kalah. Secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
C.    Implementasi
Pada jaman sekarang ini bentuk-bentuk perjudian sudah berkembang demikian pesatnya dan dikemas dengan indah. Contoh-contoh bentuk perjudian yang dikemas dalam bentuk investasi, permainan dan lainnya adalah:
1.      Bermain valas
Bermain valas dikategorikan perjudian karena pemilik dana menyerahkan sejumlah uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli valas yang sesungguhnya. Transaksi ini dikemas dengan nama investasi pada pasar uang. Sesungguhnya tidak ada barang yang ditransaksikan, semuanya bersifat semu. Pemilik dana tidak menerima valuta asing yang dibelinya, agen tidak menyerahkan valas yang diamanatkan untuk dibeli oleh pemilik dana. Transaksi seperti ini dikategorikan perjudian dan haram dilakukan.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait jual beli mata uang, yaitu NO: 28/DSN-MUI/III/2002. Transaksi valas yang diijinkan adalah berbentuk transaksi Spot. Transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (mimmaa laa budda minhu) karena merupakan transaksi internasional. Adapun transaksi valas yang tidak diperbolehkan berbentuk forward, swap dan option. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Transaksi forward hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati (mengandung gharar dan dharar ), kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Transaksi swap hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
2.      Bermain Indeks Harga Saham
Berbeda dengan jual beli saham, di mana pemilik dana membeli saham dan memperoleh sertifikat saham senilai uang yang diserahkannya. Dalam transaksi ini yang ditransaksikan adalah indeks harga sahamnya dan bukan sahamnya. Pemilik dana menyerahkan uang tertentu (dikemas dengan nama investasi) kepada manajer investasi (agen) untuk ditransaksikan dalam indeks harga saham. Salah satu contoh adalah Indeks Hanseng, merupakan salah satu bursa saham cukup besar di Hongkong. Manajer investasi akan memberikan informasi kepada investor (pemilik dana) mengenai perkembangan indeks harga saham dan memberikan saran untuk membeli atau menjual. Transaksi seperti ini haram karena mengandung unsur maisir (perjudian). Tidak ada transaksi barang di dalamnya, yang ada adalah jual beli secara semu. Investor mempertaruhkan uangnya untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi (permainan) tersebut tanpa adanya transaksi jual beli secara riil.
3.      Bermain Bursa Emas
Tidak jauh berbeda dengan dua contoh di atas, dalam kegiatan ini emas yang ditransaksikan bersifat semu. Pemilik dana menyerahkan sejumlah uang kepada agen (manajer investasi) untuk dimainkan dalam bursa emas. Manajer investasi akan memberitahukan perkembangan harga emas dunia dan memberikan saran untuk membeli atau menjual emas yang dimiliki pemilik dana. Emas yang dimaksud di sini tidak pernah diterima barangnya oleh pemilik dana. Karena bersifat permainan untuk mengambil keuntungan tanpa adanya transaksi riil, maka hukumnya haram karena masuk dalam kategori jual beli ’inah atau jual beli yang tidak terpenuhi syarat rukunnya.
Contoh lain dari maysir yaitu praktek kuis sms. Praktek kuis sms hakekatnya bertujuan untuk meraup keuntungan besar yang diperoleh dari para pemegang HP dengan menawarkan impian. Dalam kasus kuis sms, sangat besar kemungkinan adanya unsur taruhan di dalamnya. Sementara itu, unsur taruhan ini adalah telah disepakati ulama’ sebagai illat diharamkannya judi. Maka, kuis sms dengan berbagai macam modus operandinya dapat dipersamakan dengan judi.
Meski demikian, para ulama’ mencoba melakukan klarifikasi terhadap sebuah praktek, bilamana praktek tersebut (kuis sms) sama dengan judi. Kuis sms dapat dipersamakan dengan judi jika mengandung unsur-unsur;
1.      Para penebak membayar sejumlah dana (dalam bentuk pulsa) sebagai syarat untuk kemungkinan berhasil memperoleh keuntungan dengan resiko kerugian hilangnya dana yang telah dibayarkan.
2.      Pihak penyelenggara memperoleh keuntungan yang bersumber dari pembayaran sejumlah dana oleh para penebak.
3.      Keuntungan bagi pihak penyelenggara dan hadiah bagi sebagian penebak itu berkibat pada kerugian bagi para penebak lain dengan hilangnya dana yang telah dibayarkan.[1]
Secara tehnis dapat diklarifikasi; Pertama, apakah hadiah yang akan diberikan kepada para pemirsa tersebut diambilkan dari akumulasi nilai SMS yang masuk, ataukah ada sponsor yang kerjasama? Bila hadiah itu diambil dari akumulasi SMS yang masuk, maka kuis SMS berhadiah itu termasuk maysir. Kedua, Apakah penentuan harga SMS dalam kuis tersebut dilakukan untuk meraup keuntungan atau ditujukan untuk pengganti biaya administrasi penyelenggaraan kuis? Bila ditujukan untuk meraup keuntungan, maka dapat dikategorikan sebagai maysir. Tapi bila ditujukan untuk biaya penyelenggaraan dan memenuhi sarana-prasarana program, maka tidak dikatakan sebagai maysir. Ketiga, apakah pemenang kuis SMS berhadiah tersebut ditentukan berdasar jawaban-jawaban yang benar yang diberikan pengirim ketika menjawab pertanyaan penyelenggara, ataukah berdasarkan hasil undian? Bila pertanyaan yang diterima pengirim SMS berfungsi sebagai sarana seleksi pemenang kuis, maka kuis tersebut tidak dinilai judi. Namun, jika jawaban yang diberikan oleh peserta kuis tersebut hanya untuk diundi kembali, dan pemenang ditentukan dengan cara undian tersebut, maka ia masuk kategori maysir.
Dalam prakteknya, modus operandi dari kuis sms ini konon telah mencapai kurang lebih 60 jenis. Sepanjang semuanya mengandung hal-hal sebagaimana yang di ungkapkan di atas, yang berpangkal pada unsur taruhan di dalamnya, maka tidak ada keraguan lagi bahwa kuis sms itu patut dipersamakan dengan judi dan hukumnya haram. Akan jauh lebih baik jika umat Islam berhati-hati dalam menyikapi hal tersebut untuk tidak melibatkan diri dalam perjudian berbentuk kuis sms ini.
Namun demikian, ada ”taruhan” yang menurut fiqh tidak masuk dalam kategori maysir. Yaitu  Pertama, barang yang dijaidkan taruhan tersebut disediakan oleh pihak ketiga (pemerintah) atau orang lain. Misalnya, pemerintah atau pihak III berkata kepada dua orang atau lebih dalam suatu perlombaan. Siapa yang berhasil keluar sebagai pemenang akan diberi hadiah. Berdasarkan kriteria ini maka perlombaaan olah raga yang disponsori pemerintah atau pihak III dengan menyediakan hadiah tertentu baik berupa uang maupun penghargaan untuk para pemenang tidak termasuk kategori al-maysir.
Kedua, taruhan itu bersifat sepihak. Yaitu berasal dari salah satu pihak yang ikut dalam perlombaan tersebut. misalnya seseorang yang berkata pada temannya yang diajaknya bertanding dalam suatu perlombaan. Jika kamu bisa mengalahkan saya, saya akan memberimu hadiah. Akan tetapi jika kamu kalah tidak ada kewajiban apapun atasmu untuk saya. Kriteria ini dipahami dari hadis Rasululab SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud. Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa Rukanah, salah seorang kafir Quraish pernah mengajak Rasululah SAW untuk mengikuti permainan gulat dengannya. Dia menawarkan beberapa ekor kambing jika Rasulullah SAW menang. Dalam pertandingan itu ternyata Rasulullah menang dan akhirnya Rukanah masuk Islam.
Contoh : anda dan teman anda bertaruh masing-masing Rp. 100.000, dimana jika pasar sahan naik pada satu hari tertentu, anda menang. Namun, jika bursa saham merosot, teman anda yang menang. Membayar untuk ikan yang ada didalam laut juga bentuk perjudian karena laba seseorang tidaklah pasti. Juga, tidak ada cukup informasi bagi kedua pihak untuk membuat kesepakatan yang sama-sama menguntungkan.
yang membuat judi lebih buruk adalah juka itu terjadi di kasino, dimana peluang memng sangatlah kecil buat anda. Islam tidak menoleransi perempasan kekayaan orang lain secara tidak adil semacam ini, sesuatu yang melumpuhkan kaum miskin, dan memperlebar kesenjangan kekayaan antara si kaya dan si miskin.


D.    Analisis
Al-Quran melarang dengan tegas segala bentuk judi. Perhatikan Firman Allah SWT selanjutnya tentang Maysir atau Judi dan efek negatif:

يَسْأَلُونَكَ عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِر ِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ   وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا  [البقرة:219].
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan maysir.Katakanlah, ”Pada keduanya terdapat dosa yang besar  dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada  manfaatnya….
( QS Al-Baqarah  2:219).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
““Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan  setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
(QS. Al-Maidah, 5:90-91)
Ayat-ayat tersebut secara tegas menunjukkan keharaman judi. Selain judi itu rijs yang berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, sampai budaya. Bahkan, pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sebab setiap perbuatan yang melawan perintah Allah SWT pasti akan mendatangkan celaka.
Akad judi menurut Dr. Husain Hamid Hisan merupakan akad gharar, karena masing-masing pihak yang berjudi dan bertaruh tidak menentukan pada waktu akad, jumlah yang diambil atau jumlah yang ia berikan, itu bisa ditentukan nanti, tergantung pada suatu peristiwa yang tidak pasti, yaitu jika menang maka ia mengetahui jumlah yang diambil, dan jika kalah maka ia mengetahui jumlah yang ia berikan.
Jadi unsur perjudian merupakan salah satu dari ketiga hal yang dilarangan paling mendasar dalam setiap  muamalat/bisnis. Larangan judi sering dijadikan alasan kritik atas praktek pembiayaan konvensional seperti spekulasi, asuransi konvensional dan derivative.
Jelas dari keternagan di atas bahwa Islam melarang semua benuk kejahtan apapun, artinya semua perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

E.     Kesimpulan
Maysir atau Qimaar : adalah Perjudian, yakni segala bentuk transaksi yang mengandung unsur untung-untungan, taruhan, yang ketika akad itu terjadi hasil yang akan diperolehnya belum jelas, dalam transaksi tersebut akan ada sebagian pihak yang diuntungkan dan sebagian pihak yang dirugikan. Judi merupakan kejahatan yang memiliki mudharat (dosa)  lebih besar daripada manfaatnya (QS Al-Baqarah :219).
Contoh bentuk perjudian yaitu:
1.       Bermain valas
2.       Bermain Indeks Harga Saham
3.       Bermain Bursa Emas
Titik kritik agama terhadap praktek perjudian (maysir) setidaknya terletak pada dua hal; yaitu maysir akan menyeret pelakunya pada kehidupan boros. Seseorang yang dihinggapi impian muluk-muluk tanpa mau berpijak pada realitas akan mudah terseret pada sikap tabdzir. Akibat lebih serius dari sifat ini adalah menjauhkan manusia dari solidaritas sosial yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan bermasyarakat. Mereka akan selalu mengejar angan-angan kosongnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berlimpah dengan cara mudah. Sementara agenda membantu orang yang membutuhkan di sekitarnya tidak pernah mereka hiraukan. Bahkan kebuthan sendiri yang seharusnya mendapatkan prioritas tergadaikan oleh keborosannya.
Kedua, maysir akan menghadirkan sikap permusuhan antar kelompok. Pemenang taruhan akan membawa dirinya sebagai orang yang merasa mampu mempecundangi lawannya. Dan dalam diri yang kalah, akan muncul perasaan ”dipecundangi” yang pada akhirnya memunculkan sifat permusuhan. Ilustrasi yang kami kutip di awal tulisan ini, adalah bukti konkrit dari titik kritik agama terhadap maysir ini. Wallhu a’lam bi al-shawab.

Sumber:
1.      Miswati. 2016. Maysir dan Gharar dalam Islam. https://miswati79.blogspot.co.id/2016/10/makalah-maysir-dan-gharar-dalam-islam.html diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
2.      Afandi, M. Yazid. KUIS SMS: Samakah Dengan Judi (haram)?


[1] Penjelasan di atas merupakan rangkuman dari penjelasan Syeikh Manshur ibn Yunus ibn Idris Al-Bahutiy di dalam Kasysyaf al-Qina' (Jilid VI, H.424), Syeikh Sulaiman ibn 'Umar ibn Muhammad al-Bujairimi di dalam Hasyiyah al-Bujairimi 'Ala al-Iqna' (Jilid 3, H. 348), Syeikh Muhammad 'Ali Ash-Shabuniy di dalam Rawai' al-Bayan Tafsir Ayat Al-Qur'an (Jilid I, H. 279), dan Syaikh Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh (Jilid VII, H.4981-4982).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar