Page

Sabtu, 16 September 2017

PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG (MLM)



PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG (MLM)
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu: H. Mukhamad Yazid Afandi, S.Ag., M.Ag.




Disusun Oleh:
DIKI MANDALA (15830015)
RISKA YANTY (15830074)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016/2017


A.    Pendahuluan
Dunia semakin maju, teknologi semakin canggih dan sistem perdagangan pun semakin banyak, semarak dan beraneka ragam. Kaum kafir memang masih menguasai ekonomi, bisnis dan perdagangan dunia. Umat islam masih jauh ketinggalan, bahkan nampak semakin tercekik, tidak bisa banyak berbuat, apalagi mengamalkan dan mempraktikkan hukum-hukum islam.
Sejak beberapa tahun ini, muamalah MLM (Multi Level Marketing) semakin marak dan banyak diminati orang, lantaran perdagangan dan muamalah dengan sistim MLM ini menjanjikan kekayaan yang melimpah tanpa banyak modal dan tidak begitu ruwet. Betulkah yang mereka harapkan itu terjadi? Jaringannya tersebar di seluruh dunia, tidak terkecuali negara tercinta kita Indonesia. Mungkin jika kita bertanya kepada orang, apa sih MLM itu?  Mereka sudah banyak yang tahu dan bisa memberikan jawabannya dengan mendetail.  Tetapi jika kita bertanya, apa sih sebenarnya hukum muamalah MLM itu? Mungkin tidak banyak yang bisa atau bersedia menjawabnya, apalagi menjawabnya dengan jujur dan sesuai dengan hukum islam.
Memang, ekonomi sebuah negara itu dapat dijadikan sebagai tolok ukur atau alat menilai sehat atau sakitnya rakyat negara tersebut. Kebejadan ekonomi, praktik riba, jumlah kriminalitas yang semakin meningkat, kefakiran yang semakin membumbung, dan seluruh problematika yang selalu dikhawatirkan oleh setiap orang muncul lantaran ekonomi yang sakit. Para ahli juga mengakui masalah ini dengan tegas.
Dalam dasawarsa terakhir ini, dengan hubungan, jaringan internet, dan teknologi-teknologi yang semakin meluas, kita menyaksikan banyak kesempatan untuk menuai pendapatan. Sayangnya, kesempatan-kesempatan ini kadang-kadang telah menimbulkan banyak problematika di tengah kehidupan masyarakat luas. Perniagaan elektronik adalah sebuah kosa kata yang sudah kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Perniagaan ini telah memudahkan urusan perniagaan kita dan mempermudah hubungan kita dengan seantara dunia. Di samping itu, fenomena ini juga banyak mewujudkan perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu perubahan ini adalah kelahiran network marketing. Kosa kata ini tentu sangat berbeda dengan electronik marketing.


B.     Definisi
Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai down line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar. Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.
Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan.
MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.
Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.
Dari paparan diatas jelas menunjukan bahwa MLM sebagai bisnis pemasaran tersebut bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu; bias top down (atas bawah) atau lift-right (kiri-kanan), vertikal atau horizontal, atau perpaduan antara keduanya. Namum, formasi ini tidak akan hidup  dan berjalan jika tidak ada benefit (keuntungan) berupa bonus. Bentukya dapat berupa potongan harga, bonus pembelian langsung, bonus jaringan, istilah lainnya komisi kepemimpinan. Dari ketiga jenis bonus tersebut, jenis bonus ketigalah yang diterapkan di hamper semua bisnis MLM, baik yang secara langsung menanamkan bisnis MLM maupun tidak, seperti Gold Quest.
Sementara itu, bonus jaringan bonus jaringan adalah bonus yang diberikan karena faktor jasa tiap-tiap member dalam membangun formasi jaringannya. Dengan kata lain bonus ini diberikan kepada member yang bersangkutan karena telah berjasa menjualkan produk perusahaan secara tidak langsung. Meski peusahaan tersebut tidak menyebutkan secara langsung dengan istilah referee (pemakelaran) seperti kasus Gold Quest istilah lainnya sponsor, promotor bonus jaringan seperti ini pada dasarnya juga merupakan referee (pemakelaran) karena itu, posisi member dalam jaringan MLM ini tidak lepas dari dua posisi pembeli langsung dan makelar. Seseorang disebut pembeli langsung ketika sebagai member, dia melakukan transaksi pembelian secara langsung, baik pada perusahaan baik pada perusahaa maupun melalui distributor atau pusat stok. Seseorang disebut makelar karena dia telah menjadi pelantara melalui perekrutan yang telah ia lakukan – bagi orang lain yang untuk menjadi member dan membei produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi pada bisnis MLM yang menamakan multilevel marketing dan referral bisiness
Dari sini, kasus tersebut dapat dikaji berdasarkan dua fakta di atas, yaitu fakta pembelian langsung dan fakta mekelar. Dalam prakteknya, pembelian langsung yang dilakukan disamping mendapatkan bonus langsung berupa potongan dan poin akan dinominalkan secara akumulatif dengan sejumlah uang tertentu. Pada saat yang sama, melalui formasi jaringan yang dibentukanya, orang tersebut bisa mendapatkan bonus tidak langsung. Padahal, bonus kedua merupakan bonus yang dihasilkan melalui proses pemakelaran seperti yang telah dikemukakan diatas.

C.    Implementasi
Praktik Penjualan Langsung Berjenjang Syariah wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
  2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
  3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
  4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
  5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
  6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
  7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
  8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra'.
  9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
  10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
  11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
  12. Tidak melakukan kegiatan money game.
Syarat agar  MLM menjadi syari’ah:
1.      Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
2.      Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah).
3.      Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah.
4.      Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
5.      Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama  yang memahami masalah ekonomi.
6.      Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.
7.      Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
8.      Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara  orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir
9.      Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
10.  Tidak menitik beratkan  barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
11.  Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan  pesta pora, karena sikap itu  tidak syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.
12.  Perusahaan MLM harus berorientasi pada kesehatan ekonomi ummat.
Status MLM perlu diklasifikasikan berdasarkan fakta masing-masing. Dilihat dari aspek shafqatain fi shafqah atau bai’atain fi bai’ah, dapat disimpulkan hal-hal berikut.
1.      Ada MLM yang membuka pendaftaran member dimana orang yang akan menjadi member tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member apapun istilahnya, apakah membeli posisi ataupun yang lain disertai membei produk. Pada waktu yang sama, dia menjadi referee (makelar) bagi perusahaan dengan mrekrut orang. Praktik MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori hadis shafqatain fi shafqah atau bai’atin fi bai’ah. Dalam hal ini, orang tersebtu telah melakukan transaksi jual beli dengan pemakelaran secara bersama-sama dalam satu akad. Karena itu, praktek sperti ini jelas diharamkan sebagaimana hadis di atas.
2.      Ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk, meski orang tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Padahal waktu yang sama, membership (keaggotaan) mempunyai dampak diperbolehkan bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya dikemudian hari maupun dari jaringan dibawahnya. Karena itu, praktek ini juga termasuk dalam kategori shafqatain fi shafqah atau bai’atin fi bai’ah.

Pada saat yang sama, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk. Akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Namun, akad ini mendapat jaminan menerima bonus jika di kemudian hari membeli barang. Kasus ini persis seperti asuransi untuk mendapatkan jaminan PT Asuransi. Hal itu berbeda dengan orang yang memberi prosuk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon yang dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual-beli teradap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendaptkan bonus. Karena itu, MLM seperti ini juga telah melanggar ketentuan akad syar’I sehingga hukumnya tetap haram.
MLM yang diperbolehkan: misalnya, jika seorang penjual barang menyatakan bahwa saya jual rumah rumah ini kepada anda dengan harga 50 juta, maka itu adalah bentuk penawaran (ijab). Jika si pembeli menyatakan bahwa saya beli rumah anda dengan harga 50 juta, maka itu adalah penerimaan (qabul). Dampak ijab qabul ini adalah setiap pihak mendapatkan hasil dari akadnya; si penjual berhak mendapatkan uang sebesar 50 juta dan pembeli berhak mendapatkan rumah si penjual tadi. Inilah bentuk yang diperbolehkan oleh syara’.
D.    Analisis
Allah SWT berfirman
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
المُسْلِمُوْنَ عَلي شُرُوْطِهِمْ

Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)

Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' yang prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: - Riba' - Ghoror (penipuan) - Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain) - Jahalah (tidak transparan).
2.      Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut: - Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.
-          Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
-          Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3.      MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.
4.      Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.



E. Kesimpulan
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing  yang juga disebut  dengan istilah Network Marketing. Dalam bahasa Indonesia  MLM dikenal dengan istilah Pemasaran Berjenjang, atau Penjualan Langsung Berjenjang, sedangkan dalam bahasa arabnya adalah لتسويق  الشبكي .
MLM atau Pemasaran Langsung Berjenjang adalah sistem penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan yg bergerak dalam industry MLM hanya menjual produk-produknya secara langsung kepada konsumen yg sudah terdaftar (member), tidak melalui agen/penyalur; selain itu perusahaan juga memberikan kesempatan  kepada setiap konsumen yg sudah terdaftar (member) untuk menjadi tenaga pemasar  atau penyalur. Dengan cara ini maka seorang konsumen secara otomatis menjadi tenaga pemasar (marketer). Dengan kata lain seorang konsumen akan berfungi ganda di mata perusahaan, yakni yang  pertama ia menjadi konsumen,  dan kedua ia juga sebagai mitra perusahaan dalam memasarkan produknya.
Dari pemaparan di atas  dapat kita pahami bahwa pada hakikatnya MLM adalah sebuah system pemasaran barang   (al-buyu’)  dan  jasa  (al-ijaarah). Namun demikian  ada beberapa  perusahaan yang tidak menjual barang dan jasa namun mereka  mengklain sebagai industry MLM akan tetapi hakekatnya adalah Money Game  yang mengikuti  skema  ponzi  atau system piramida.

Sumber:
1.      Nafis, HM Cholil. 2008. Batasan Hukum dalam Bisnis MLM. http://www.nu.or.id/post/read/13663/batasan-hukum-dalam-bisnis-mlm diakses pada tanggal 11 Juni 2017.
2.      FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor 75/DSN-MUI/VII/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar